Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PBB DAN PENGEMBALIAN IRIAN BARAT

PBB DAN PENGEMBALIAN IRIAN BARAT 

Konferensi Meja Bundar yang dilakukan untuk mengatur penyerahan kedaulatan Indonesia diwarnai lagi dengan usaha licik Belanda yang ingin terus mempertahankan Irian Barat(New Guinea) dengan alasan kesukuan. Akhirnya KMB memutuskan penyelesaian Irian Barat akan ditentukan dalam masa satu tahun setelah penyerahan kedaulatan melalui perundingan antara RIS dan Kerajaan Belanda.

Belanda tetap mempertahankan Irian Barat sebagai jajahannya dan Belanda memasukkan Irian Barat ke dalam undang-undang dasarnya sebagai bagian dari wilayah jajahannya pada tanggal 19 Februari 1952. Dengan demikian Belanda telah melanggar ketentuan KMB dan Indonesia juga merasa tidak terikat lagi dengan ketentuan KMB.

PBB DAN PENGEMBALIAN IRIAN BARAT

Setelah perundingan bilateral yang dilakukan pada tahun 1950, 1952, dan 1954 mengalami kegagalan maka Indonesia mengajukan masalah tersebut ke PBB dan disidangkan pada tanggal 10 Desember 1954. Indonesia tidak dapat mendapatkan dukungan 2/3 suara yang diperlukan untuk mendesak Belanda.

Perkembangan politik internasional rupanya mendukung Belanda karena pada akhir tahun 1949 Partai Buruh di Australia yang pro-Indonesia dikalahkan oleh Partai Liberal yang pro-Belanda. Sementara Amerika di bawah pemerintahan Presiden Eisenhouwer menjalankan politik netralitas yang tidak  menguntungkan Indonesia.

Amerika tidak mau mendesak Belanda yang sudah menjadi sekutunya dalam NATO, dan tidak ingin pula mendesak Australia yang juga telah menjadi sekutunya dalam ANZUS. Indonesia secara berturut-turut mengajukan lagi sengketa Irian Barat dalam Majelis Umum X tahun 1955, Majelis Umum XI tahun 1956, dan Majelis Umum XII tahun 1957.

Tetapi hasil pemungutan suara yang diperoleh tidak dapat memperoleh 2/3 suara yang diperlukan. Setelah mengalami 4 kali kegagalan, akhirnya Indonesia memutuskan untuk mencari penyelesaian  melalui konfrontasi walaupun tidak melupakan diplomasi yang digalang lewat forum PBB maupun di luar PBB karena konfrontasi saja tidak akan menyelesaikan masalah.

Presiden Soekarno dalam pidatonya di depan Majelis Umum PBB pada tanggal 30 September 1960, dengan judul ''Membangun Dunia Baru'' memperkenalkan konsep konfrontasi atas dasar solidaritas. Konfrontasi bertujuan untuk membebaskan dunia dari eksploitas bangsa terhadap bangsa yang lain.

Soekarno membagi dunia menjadi dua kelompok yang saling bertentangan, 

yaitu Old Established Forces (Oldefo) yang meliputi Blok Barat dan Blok Timur ; dan kelompok negara-negara yang sedang berkembang atau yang disebut dengan New Emerging Forces (Nefos).

Gagasan tersebut mendapat inspirasi dari teori komunis yang berpijak pada pengertian dialektika yang terdiri dari thesis (Blok Barat) dan anti-thesis (Blok Timur) dan akan melahirkan Nefos. Ternyata dukungan negara-negara KAA tidak mampu memperoleh 2/3 suara di PBB, sehingga Soekarno merasa perlu memperluas KAA dengan konsep gerakan non blok.

GNB dimaksudkan untuk menarik suara dari Amerika Latin yang selama ini selalu mendukung Amerika karena mereka telah mendapatkan bantuan ekonomi dan keuangan. Soekarno menyakinkan anggota GNB untuk bersatu melawan kekuatan Oldefos supaya keadilan dapat ditegakkan.

Politik konfrontasi Indonesia mendapatkan dukungan penuh dari Uni Soviet (PM Khrushchev). Uni Soviet bersedia memberikan persenjataan modern yang masih dipakai oleh angkatan perangnya sendiri.

Terdesak oleh persiapan perang Indonesia itu, Belanda dalam Majelis Umum PBB XVI tahun 1961 mengajukan usul dekolonisasi di Irian Barat, yang dikenal dengan Rencana Luns. Soekarno melawan rencana licik tersebut dengan Tri Komando Rakyat (Trikora) pada tanggal 19 Desember 1961.

Rencana licik Belanda diungkapkan di Majelis Umum PBB oleh Menlu Soebandrio sehingga draf resolusi Rencana Luns ditolak mentah-mentah. Dalam masa itu Presiden Kennedy yang baru saja terpilih di Amerika merasa risau dengan perkembangan di Irian Barat.

Bila pecah perang Indonesia-Belanda maka Amerika berada dalam posisi sulit, di samping dicap sebagai pendukung negara penjajah maka Indonesia akan jatuh ke dalam pelukan Uni Soviet. Kennedy mengutus Elsworth Bunker untuk melakukan pendekatan kepada Indonesia dan Belanda.

Rencana Bunker diterima oleh kedua belah pihak pada bulan Juli 1962. Pada 31 Juli 1962 (Sabir, 1987: 125-127). Sekjen PBB U Thant menyodorkan suatu nota yang berisi pokok-pokok Rencana Bunker; dan nota tersebut ditandatangani delegasi Indonesia dan Belanda pada tanggal 15 Agustus 1962 di New York, di mana pada tanggal 1 Mei 1963 Indonesia akan menerima pemerintahan Irian Barat dari PBB. 

PBB membentuk UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority) untuk mengawasi penentuan pendapat rakyat (pepera) di Irian Barat pada tahun 1969.

Baca juga selanjutnya Kabinet Ali Sastroamidjojo I

Post a Comment for "PBB DAN PENGEMBALIAN IRIAN BARAT"