Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perundingan Linggarjati di Selatan Cirebon Indonesia

Perundingan Linggarjati di Selatan Cirebon Indonesia  

Kegagalan perundingan Hoge Veluwe menyebabkan Pemerintah Inggris agak kecewa. Kekecewaan ini disebabkan oleh pemerintah Perdana Menteri Schermerhorn, merasa secara politik tidak berwenang untuk mengambil keputusan sejauh itu mengenai persoalan Indonesia.

Padahal sebelumnya, Pemerintah Belanda di bawah Perdana Menteri Schermerhorn mengadakan pembicaraan mengenai hari depan Indonesiayang dilangsungkan di London (12 April 1946). Sir Archibald Clark Keer sebagai perantara diganti oleh Lord Killearn, seorang diplomat kawakan.

Perundingan Linggarjati di Selatan Cirebon Indonesia

Perhatian pemerintah Inggris terhadap penyelesaian pertikaian Indonesia-Belanda tambah besar, terbukti kedatangan Lord Louis Mountbatten ke Jakarta untuk menemui Perdana Menteri Sjahrir. Kedatangan Lord Louis Mountbatten ke Jakarta itu dalam rangka mempersiapkan perundingan lanjutan setelah perundingan Hooge Veluwe.

Lord Killearn berhasil mempertemukan wakil-wakil Indonesia dan Belanda ke meja perundingan yang dilaksanakan di rumah kediaman Konsul Jenderal Inggris di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 1946.

Delegasi yang berasal dari Republik diketuai oleh Perdana Menteri Sultan Sjahrir dengan anggota Mohammad Roem, A.K.Gani, Soesanto Tirtoprodjo, Amir Syarifoeddin, sebagai anggota dan Ali Boediardjo sebagai sekretaris, sedangkan delegasi Belanda terdiri dari Scherchorn sebagai ketua, Van Poll dan Deboer sebagai anggota.

Perundingan 7 Oktober 1946 itu menghasilkan kesepakatan bahwa pembicaraan dilanjutkan dalam tingkat panitia yang masing-masing dipimpin oleh Schermerchorn dari pihak Belanda dan Sjahrir dari pihak Indonesia.

Kesepakatan yang dicapai dalam tingkat panitia adalah sebagai berikut : 

1. Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
2. Dibentuk sebuah Komisi Bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah teknis pelaksanaan gencatan senjata.

Persetujuan militer ini dapat disetujui oleh Indonesia setelah Panglima Besar Jenderal Soedirman memberikan persetujuannya. Persepakatan dibidang politik akan diselesaikan dalam suatu perundingan yaitu Perundingan Linggarjati.

Dipilihnya Linggarjati, satu tempat peristirahatan yang berhawa sejuk, dekat Cirebon, agar dapat dikunjungi oleh Soekarno-Hatta. Dalam perundingan Linggarjati yang dimulai sejak tanggal 10 November 1946, penengahnya adalah Lord Killearn.

Delegasi Belanda adalah Komisi Jenderal yang dipimpin oleh Schermerchorn, dengan anggotanya Van Poll, De Boer dan Van Mook. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Sjahrir, dengan anggota-anggota Mohammad Roem, Amir Syarifoeddin, Soesanto tirtoprodjo, A.G.Gani, Ali Boedihardjo, dan Sudarsoo.

Perundingan Linggarjati menghasilkan pokok kesepakatan sebagai berikut :

1. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa dan Madura. Belanda sudah harus meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
2. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
3. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.

Sekembalinya Komisi Jenderal dari Linggarjati kesepakatan itu di paraf kedua delegasi di rumah kediaman Sjahrir di Jakarta tanggal 15 Novmber 1946. Tinggal sekarang persetujuan Parlemen Belanda dan Komite Nasional Indonesia Pusat. Ternyata kemudian Parlemen Belanda dapat menyetujui pada tanggal 20 November 1946.

Di pihak Republik Indonesia persetujuan perjanjian Linggarjati ini pada tanggal 25 Maret 1947 dilakukan setelah terjadi perdebatan sengit. Penandatanganan persetujuan ini dilakukan di Istana Rijswijk (sekarang Istana Merdeka Jakarta).

Dalam penandatanganan itu hadir kedua belah pihak, delegasi Indonesia dihadiri oleh Sultan Sjahrir, Mr. Moh. Roem, Mr. Soesanto Tirtopridjo, dan A.K. Gani. Sedangkan dari pihak Belanda turut menandatangani persetujuan itu adalah Prof. Schermerhorn, Dr. Va Mook, dan Van Poll.

Walaupun persetujuan itu telah ditandatangani oleh kedua belah pihak, ternyata di antara pemerintahan ( Belanda dan Indonesia ) belum memiliki landasan penafsiran yang sama terhadap naskah perjanjian tersebut.

Perbedaan tersebut berkaitan dengan hak Republik Indonesia untuk memiliki perwakilan di luar negeri mengingat de facto telah dianggap sebagai negara yang berdaulat. Di samping itu oleh pemerintah Belanda Republik Indonesia wilayahnya tidak termasuk Irian Barat karena daerah ini ingin merdeka sendiri.

Namun demikian dari aspek hubungan internasional sebenarnya Republik Indonesia semakin kuat oleh karena itu Inggris memberikan pengakuan de facto terhadap Republik Indonesia yang kemudian disusul oleh Amerika Serikat.

Baca juga selanjutnya Pertempuran Medan Area dan Sekitarnya

Post a Comment for "Perundingan Linggarjati di Selatan Cirebon Indonesia "