Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pemilihan Umum I Tahun 1955 RI

Pemilihan Umum I Tahun 1955 RI 

Beberapa kabinet yang memerintah di masa parlementer, sudah ada yang menyusun program kabinetnya antara lain pemilihan umum. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi politik dan kehidupan demokrasi. Indonesia belum mempunyai parlemen hasil pemilihan umum.

Karena itu program pemilihan umum dipandang sebagai program yang penting bagi setiap kabinet. Program pemilihan umum itu sudah dimulai sejak Kabinet Ali Sastroamidjojo I, pada tanggal 4 Nopember 1953 telah terbentuk Panitia Pemilihan Indonesia (PPI). Panitia ini dipimpin oleh S. Hadikusumo.

Waktu pemilihan umum sudah ditetapkan, yakni tanggal 29 September 1955 memilih anggota DPR dan tanggal 15 Desember 1955 memilih anggota Konstituante. Sebelum pemilihan umum dilaksanakan kabinet Ali Sastroamidjojo I keburu jatuh, dan mengembalikan mandat kepada Wakil Presiden Moh. Hatta pada tanggal 24 Juli 1955 (Presiden Sukarno sedang beribadah haji).

Gambar Pemilihan Umum I Tahun 1955 RI

Pemilihan Umum I Tahun 1955 RI

Wakil Presiden segera menunjuk tiga formatur untuk membentuk kabinet baru : yaitu Sukiman (Masyumi), Wilopo (PNI), dan Asaat (Non partai). Usaha itu tidak berhasil, lalu di tunjuk Burhanuddin Harahap (Masyumi) sebagai formatur. Usaha untuk mengajak PNI tak berhasil. Akhirnya Kabinet dibentuk tanpa wakil dari PNI. 

Berdirilah Kabinet Burhanuddin Harahap. Kabinet inilah yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pemilihan umum dengan waktu yang sudah ditetapkan. Pada tanggal 29 September 1955 diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota konstituante (Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar).

Puluhan partai, organisasi massa, dan perorangan ikut serta mencalonkan diri dalam pemilihan umum pertama tersebut. Dalam pelaksanaanya, Indonesia dibagi dalam 16 daerah pemilihan yang meliputi 208 Kabupaten, 2.139 Kecamatan, dan 43.429 desa. DPR hasil pemilihan umum beranggota 272 orang, yaitu dengan perhitungan bahwa satu orang anggota DPR mewakili 300.000 orang penduduk, sedangkan anggota Konstituante berjumlah 542 orang.

Sebagai akibat banyaknya partai, yang bersifat organisasi maupun perseorangan yang ikut dalam pemilihan umum. Hasil pemilihan umum I, yang keluar sebagai partai besar adalah PNI (57wakil), Masyumi (57 wakil), NU (45 wakil), dan PKI (39wakil).

Sisanya yang berjumlah 59 kursi dibagi oleh banyak partai kecil dengan memperoleh kursi masing-masing antara 1 dan 8. PSI dan PIR merosot. Meleset dari yang diharapkan jumlah partai tidak berkurang malahan bertambah dengan adanya pemilihan ini.

Pelaksanaannya baik, tidak terjadi korban. Menurut Feith yang dikutip oleh PJ. Suwarno (1966 : 12), pemilihan umum ini merupakan pemilihan umum yang bersih pada bulan September 1955 dan Desember 1955, setelah didahului kampanye selama dua setengah tahun. 

Dalam pemilihan umum itu muncul empat besar : PNI mendapat 22,3%, Masyumi 209%, NU 18,4% dan PKI mendapat 16,4%. Sebagai hasil pemilihan umum, maka dibentulah DPR dan Badan Konstituante. DPR dilantik pada tanggal 20 Maret 1956 dan Konstituante dilantik pada tanggal 10 Nopember 1956.

Pelaksanaan pemilihan umum yang sukses itu merupakan hasil dari Kabinet Burhanuddin, walaupun kabinet ini harus menghadapi berbagai macam persoalan antara lain : persoalan dalam angkatan udara, di mana Kabinet bermaksud mengangkat Komodor H. Suyono menjadi Wakil Kepala Staf, mewakili KSAU Suryadarma.

Tetapi Suryadarma tidak menyetujui pengangkatan tersebut, sehingga pengangkatan batal. Namun karena Suryadarma mendapat perlindungan dari Presiden Sukarno, maka pemboikotan yang dilakukan Suryadarma tidak dapat tuntutan. Peristiwa itu merupakan pukulan bagi Kabinet Burhanuddin dan Wakil Presiden Moh. Hatta yang menandatangani pengangkatan Suyono (Moejanto, 1988 : 94).

Tetapi Kabinet Burhanuddin itu berani untuk membubarkan Uni Indonesia-Belanda secara sepihak pada tanggal 13 Pebruari 1956, serta akan mengadakan tindakan lebih lanjut yang berhubungan dengan persetujuan KMB. Parlemen menerima Undang-undang Pembatalan ini.

Tetapi Presiden tidak bersedia menandatangani Undang-undang itu dengan alasan bahwa pembatalan persetujuan KMB hendaklah menyeluruh dan menanti Kabinet yang didukung oleh parlemen hasil pemilihan umum. Dengan demikian Kabinet Burhanuddin jatuh dan akhirnya mengembalikan mandat kepada Presiden pada tanggal 3 Maret 1956.

Dengan demikian dapat dicari penyebab jatuhnya pada permasalahan yang komplek. Sebagaimana dikemukakan oleh Bernard Dahm (1971 : 160-161). Sejak awal hingga akhir periode ini, pihak Republik terbebani dengan permasalahan-permasalahan yang kompleks yang muncul dari warisan Undang-undang Kolonial Belanda, orientasi politik luar negeri, hubungan antara ABRI dan pemerintah serta persoalan isu yang ikut tentang keamanan dalam negeri.

Baca juga selanjutnya di bawah ini :

Post a Comment for "Pemilihan Umum I Tahun 1955 RI"