Respon daerah terhadap pembentukan negara RI
Respon daerah terhadap pembentukan negara RI
Proklamasi Kemerdekaan yang telah diikrarkan oleh Soekarno-Hatta belumlah final untuk terbentuknya Indonesia sebagai negara. Karena itu ada beberapa langkah yang dilakukan oleh PPKI dalam rangka untuk menyempurnakan Indonesia sebagai negara dengan pemerintahan yang sah.
Seperti yang telah disinggung di depan, bahwa PPKI merupakan proses Indonesianisasi dari BPUPKI, sehingga apapun yang ditetapkan pasca kemerdekaan merupakan keputusan yuridis yang membuktikan tidak adanya peranan asing (Jepang) dalam proses pembentukan negara dan pemerintahan Indonesia.
Ada beberapa langkah yang dilakukan oleh PPKI (30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1949, 1989: 22-24 dan Djoened Poesponegoro,dkk. 1984:98-99) yaitu :
Pertama, pada tanggal 18 Agustus 1945
1. Mengesahkan dan menetapkan undang-undang dasar Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai Undang-Undang Dasar 1945.
2. Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.
3.Sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat, pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Komite Nasional.
Kedua, tanggal 19 Agustus 1945
1. Pembagian wilayah, terdiri atas 8 propinsi yaitu; Jawa Barat, Jawa tengah, Jawa Timur, Borneo (Kalimantan), Sulawesi, Maluku, Sunda Kecil, dan Sumatera.
2. Adanya Komite Nasional (daerah).
3. Ditetapkan 13 kementrian yaitu; Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, Departemen Kehakiman, Departemen Keuangan, Departemen Kemakmuran, Departemen Kesehatan, Departemen Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Sosial, Departemen Pertahanan, Departemen Perhubungan, dan Departemen Pekerjaan Umum.
Ketiga, tanggal 22 Agustus 1945
1. Pembentukan Komite Nasional.
2. Pembentukan Partai nasional Indonesia.
3. Pembentukan Badan Keamanan Rakyat.
Kemerdekaan yang diproklamasikan tersebut ternyata mendapat sambutan yang luar biasa dari daerah-daerah yang telah lama mereka tunggu. Respon penting yang perlu mendapat perhatian adalah dari Yogyakarta.
Pada tanggal 5 September 1945 Sri Sultan Hamengku Buwono IX menyatakan Negeri Ngayogyokarto Hadiningrat yang bersifat kerajaan sebagai Daerah Istimewa dalam Negeri Republik Indonesia. Ini adalah suatu keputusan yang berani dan bijak di dalam negara kerajaan yang berdaulat.
Tidak akan ada negara di dalam negara, kalau itu terjadi akan mempermudah bangsa asing mengadu domba. Sinyal semacam ini nampaknya sudah diketahui oleh Sri Sultan, mengingat kemerdekaan diproklamasikan dengan memanfaatkan kekosongan kekuasaan (facum of power) yaitu Jepang sejak menyerah tanggal 14 Agustus 1945.
Sedang keberadaan Jepang bersifat status quo yang segera akan digantikan oleh Sekutu. Terbentuknya negara dengan mengupayakan sedemikian rupa pemerintahan yang sah, ternyata belum cukup menghalangi keinginan bangsa asing untuk menguasai Indonesia.
Hal ini dibuktikan dengan pendaratan misi Sekutu yang pertama pada tanggal 8 September 1945 dengan diterjunkannya Mayot A.G. Greenhalgh di lapangan Kemayoran, Jakarta. Mereka adalah anggota misi Sekutu yang dikirim oleh SEAC (South East Asia Command) yang bermarkas di Singapura dalam rangka mempelajari dan melaporkan keadaan Indonesia untuk pendaratan rombongan Sekutu (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1989:34).
Pada tanggal 16 September 1945 W.R. Patteson, wakil mutlak dari SEAC Lord Louis Maounbatten mendarat di Priok dengan kapal Cumberland, dimana turut menumpang juga Van Der Plas, wakil dari Van Mook. Kedatangan rombongan ini menyebabkan pihak Sekutu terkejut dengan melihat kenyataan bahwa Indonesia sudah merdeka.
Penyambutan kemerdekaan terus terjadi, pada tanggal 19 September 1945 terjadi dua peristiwa penting di tanah air secara bersama. Di Surabaya terjadi peristiwa yang dikenal dengan nama Insiden Bendera di Hotel Oranye yaitu perobekan bendera tiga warna (merah, putih, dan biru) milik Belanda menjadi dua warna (merah putih).
Di Jakarta terjadi rapat raksasa di Lapangan IKADA (Ikatan Atletik Djakarta) untuk menyambut Proklamasi Kemerdekaan. Untuk menghindari terjadinya pertumpahan darah, maka Presiden Soekarno berkata; ''Percayalah rakyat kepada pemerintah Republik Indonesia. Kalau memang saudara-saudara percaya kepada pemerintah Republik yang akan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan itu, walaupun dada kami akan dirobek-robek, kami tetap akan mempertahankan. Maka berilah kepercayaan itu kepada kami dengan cara tunduk kepada perintah-perintah dan tunduk kepada disiplin''.
Di Yogyakarta, perebutan kekuasaan secara serentak dimulai tanggal 26 September 1945. Sejak pagi semua pegawai instansi pemerintahan dan perusahaan-perusahaan yang dikuasai oleh Jepang mengadakan aksi pemogokan. Mereka memaksa orang-orang Jepang agar menyerahkan kantor mereka kepada orang Indonesia.
Pada tanggal 29 September 1945 tentara Inggris mendarat di Jakarta dibawah pimpinan Sir Philip Christison sebagai panglima besar AFNEI (Allied Forces Nederlands Eats-Indies). Ada beberapa tujuan yaitu :
1. Melindungi dan mengevakuasi tawanan-tawanan perang dan tawanan biasa.
2. Melucuti senjata-senjata dan mengembalikan serdadu Jepang.
3. Menjaga keamanan dan ketentraman agar kedua maksud itu dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya.
Kedatangan ini ternyata mempunyai maksud yang jelas yaitu ingin mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan anjuran Christison kepada Gubernur Jenderal Hindia-Belanda Van Mook selekas mungkin menyusun keterangan-keterangan politik Belanda terhadap Indonesia.
Sebagai upaya penentangan terhadap kedatangan Sekutu dengan segala tujuannya menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa ke daerahan. Peristiwa tersebut adalah Pertempuran Lima Hari di Semarang tanggal 15 Oktober 1945, 10 Nopember 1945 di Surabaya, Pertempuran Ambarawa 21 Nopember 1945, Pertempuran Medan 10 Desember 1945, Kerawang-Bekasi 19 Desember 1945 dan sebagainya.
Van Mook yang dikenal dengan julukan bapak devide et impera,menggunakan cara-cara diplomasi dalam rangka menanamkan kekuasaan Belanda di tanah air. Cara yang dilakukan adalah akan memberikan pengakuan Indonesia sebagai negara yang berdaulat.
Cara diplomasi ini sebenarnya dilakukan sejak 10 Februari 1946 dalam pidato pertama Van Mook yang menginginkan Indonesia sebagai negara kesemakmuran. Inilah awal dari perundingan-perundingan dalam rangka memperjuangkan Indonesia sebagai negara yang berdaulat.
Suatu keharusan politik akhirnya perjuangan diplomasi ini bermuara pada KMB pada bulan Desember 1949 yang menyebabkan Indonesia sebagai negara serikat. Rasa kebangsaan ternyata tidak dapat dihancurkan dengan kekuatan nuklir sekalipun, terbukti kurang lebih delapan bulan Indonesia sudah kembali menjadi negara kesatuan yaitu 17 Agustus 1950.
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
Post a Comment for "Respon daerah terhadap pembentukan negara RI"