Lahirnya Panca Sila (Dokuritsu Zyumbi Tyoosakai)
Lahirnya Panca Sila (Dokuritsu Zyumbi Tyoosakai)
Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saja mendapat kehormatan dari Paduka tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pula pendapat saya. Apakah permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia? Paduka tuan Ketua yang mulia minta kepada sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah nanti akan saya kemukakan didalam pidato saya ini.
Maaf beribu maaf ! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya, Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya, yang mulia oleh Paduka tuan Ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda: Philosofische grondslag, dari pada Indonesia Merdeka.
Philosofische grondslag itulah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa hasrat yang sedalam-dalamnya untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. Hal ini nanti akan saya kemukakan, Paduka tuan Ketua yang mulia, tetapi lebih dahulu izinkanlah saya membicarakan, memberitahukan kepada tuan-tuan sekalian, apakah yang saya artikan dengan perkataan ''Merdeka''. Merdeka membuat saya: ''polotical independence'', politieke onafhankeijkheid. Apakah yang dinamakan politik onafhankelijkheid ?
Tuan-tuan sekalian ! Dengan terus terang saja saya berkata: Tatkala Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai akan bersidang, maka saya, didalam hati saya banyak khawatir, kalau-kalau banyak anggota yang saya katakan didalam bahasa asing, maafkan perkataan ini ''zwaarwichtig'' akan perkara yang kecil-kecil.
''Zwaarwichtig'' sampai kata orang Jawa ''njelimet''. Jika kalau sudah membicarakan hal yang kecil-kecil sampai njelimet, barulah mereka berani menyatakan kemerdekaan. Tuan-tuan yang terhormat ! Lihatlah didalam sejarah dunia, lihatlah kepada perjalanan dunia itu.
Banyak sekali negara-negara yang merdeka, tapi bandingkanlah kemerdekaan negara-negara itu satu sama lain ! Samakah isinya, samakah derajatnya negara-negara yang merdeka itu ? Jerman merdeka, Saudi Arabia merdeka, Iran merdeka, Tiongkok merdeka, Nippon merdeka, Mesir merdeka. Namanya semua merdeka, tapi bandingkanlah isinya !
Alangkah bedanya isi itu ! Jika kalau kita berkata : Sebelum negara merdeka, maka harus lebih dahulu ini selesai, itu selesai, sampai njelimet!, maka saya bertanya kepada tuan-tuan sekalian kenapa ? Saudi Arabia merdeka, padahal 80% dari rakyatnya terdiri dari kaum Badui, yang sama sekali tidak mengerti akan hal ini atau itu.
Bacalah buku Arstrong yang menceritakan tentang Ibn Saud ! Disitu ternyata, bahwa tatkala Ibn Saud mendirikan pemerintahan Saudi Arabia, rakyat Arabia sebagian besar belum mengetahui bahwa otomobil perlu minum bensin. Pada suatu hari otomobil Ibn Saud dikasih makan gandum oleh orang-orang Badui di Saudi Arabia itu ! Toch Saudi Arabia merdeka!
Lihatlah pula jika kalau tuan-tuan kehendaki contoh yang lebih hebat, Soviet Rusia! Pada masa Lenin mendirikan Negara Soviet, adakah rakyat Soviet sudah cerdas? Seratus lima puluh miljun rakyat Rusia, adalah Musjik yang lebih dari pada 80% tidak dapat membaca dan menulis ; bahkan dari buku-buku yang terkenal dari Leo Tolstoi dan Fiilop Miller, tuan-tuan mengetahui betapa keadaan rakyat Soviet Rusia pada waktu Lenin mendirikan negara Soviet itu.
Dan kita sekarang disini mau mendirikan negara Indonesia Merdeka. Terlalu banyak macam-macam soal kita kemukakan! Ma'af, P.T. Zimukyokutyoo! Berdirilah saya punya bulu, kalau saya membaca tuan punya surat, yang minta kepada kita supanya dirancangkan sampai njelimet hal ini dan itu dahulu semuanya ! Kalau benar semua hal ini harus diselesaikan lebih dahulu, sampai njelimet, maka saya tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, tuan tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, kita semuanya tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, sampai di lobang kubur ! (tepuk tangan riuh).
Saudara-saudara ! Apakah yang dinamakan Merdeka ? Didalam tahun 1933 saya telah menulis satu risalah. Risalah yang bernama ''Mencapai Indonesia Merdeka''. Maka didalam risalah tahun 1933 itu, telah saya katakan, politik onafhankelijkheid, political independence, tak lain dan tak bukan, ialah satu jembatan, satu jembatan emas. Saya katakan didalam kitab itu, bahwa diseberangnya jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat.
Ibn Saud mengadakan satu negara didalam satu malam, in one night only! kata Armstrong didalam kitabnya. Ibn Saud mendirikan Saudi Arabia Merdeka di satu malam setelah dia masuk kota Riad dengan 6 orang! Sesudah ''jembatan'' itu diletakkan oleh Ibn Saud, maka diseberang jembatan, artinya kemudian dari pada itu, Ibn Saud barulah memperbaiki masyarakat Saudi Arabia.
Orang yang tidak dapat membaca diwajibkan belajar membaca, orang yang tadinya bergelandangan sebagai nomade yaitu orang Badui, diberi pelajaran oleh Ibn Saudi jangan gelandangan, dikasih tempat untuk bercocok tanam. Nomade dirubah oleh Ibn Saud menjadikan kaum tani, semuanya diseberang jembatan.
Adakah Lenin ketika dia mendirikan negara Soviet-Rusia Merdeka, telah mempunyai Djnepprprostoff, dan yang maha besar disungai Djneppr ? Apa ia telah mempunyai radio-station, yang menyundul keangkasa ? Apa ia telah mempunyai kereta api cukup, untuk meliputi seluruh negara Rusia ? Apakah tiap-tiap orang Rusia pada waktu Lenin mendirikan Soviet-Rusia Merdeka telah dapat membaca dan menulis ? Tidak, tuan-tuan yang terhormat !
Diseberang jembatan emas yang diadakan oleh Lenin itulah, Lenin baru mengadakan radio-station, baru mengadakan sekolahan, baru mengadakan creche, baru mengadakan Djnepprprostoff ! Maka oleh karena itu saya minta kepada tuan-tuan sekalian, janganlah tuan-tuan gentar didalam hati, janganlah mengingat bahwa ini dan itu lebih dahulu harus selesai dengan njelimet, dan kalau sudah selesai, baru kita dapat merdeka.
Alangkah berlainannya tuan-tuan punya semangat, jika kalau tuan-tuan demikian, dengan semangat pemuda-pemuda kita yang 2 miljun banyaknya. Dua miljun pemuda ini menyampaikan seruan pada saya, 2 miljun pemuda ini semua berhasrat Indonesia Merdeka sekarang! (tepuk tangan riuh).
Saudara-saudara, kenapa kita sebagai pemimpin rakyat, yang mengetahui sejarah, menjadi zwaarwichtig, menjadi gentar, padahal semboyan Indonesia Merdeka, bukan sekarang saja kita siarkan ? Berpuluh-puluh tahun yang lalu, kita telah menyiarkan semboyan Indonesia Merdeka, bahkan sejak tahun 1932 dengan cita-cita kita mempunyai semboyan, ''INDONESIA MERDEKA SEKARANG''. Bahkan tiga kali sekarang, yaitu Indonesia Merdeka sekarang, sekarang, sekarang, ! (tepuk tangan riuh).
Dan sekarang kita menghadapi kesempatan untuk menyusun Indonesia Merdeka, kok lantas kita zwaarwichtig dan gentar hati! saudara-saudara, saya peringatkan sekali lagi, Indonesia Merdeka, political independence, politik onafhankelijkheid, tidak lain dan tidak bukan ialah satu jembatan !
Jangan gentar ! Jika kalau umpamanya kita pada saat sekarang ini diberikan kesempatan oleh Dai Nippon untuk merdeka, maka dengan mudah Gunseikan diganti dengan orang yang bernama Condro Asmoro, atau Soomubutyoo diganti dengan orang yang bernama Abdul Halim.
Jikkalau umpamanya Butyoo-Butyoo diganti dengan orang-orang Indonesia pada sekarang ini, sebenarnya kita telah mendapat political independence, politik onafhankelijkheid, in one nigt, didalam satu malam ! Saudara-saudara, pemuda-pemuda yang 2 miljun, semuanya bersemboyan: Indonesia Merdeka, sekarang ! Jikalau umpamanya Balatentara Dai Nippon sekarang menyerahkan urusan negara kepada saudara-saudara, apakah saudara-saudara akan menolak, serta berkata : mangke rumiyin, tunggu dulu, minta ini dan itu selesai dulu, baru kita berani menerima urusan negara Indonesia Merdeka ?
Saudara-saudara, tadi saya berkata, ada perbedaan antara Soviet-Rusia, Saudi Arabia, Inggris, Amerika dan lain-lain tentang isinya : tetapi ada satu yang sama, yaitu rakyat Saudi Arabia sanggup mempertahankan negaranya. Musjik-musjik di Rusia sanggup mempertahankan negaranya. Rakyat Amerika sanggup mempertahankan negaranya. Rakyat Inggris sanggup mempertahankan negaranya. Inilah yang menjadi minimum-eis.
Artinya, kalau ada kecakapan yang lain, tentu lebih baik, tetapi manakala sesuatu bangsa telah sanggup mempertahankan negerinya dengan darahnya sendiri, dengan dagingnya sendiri, pada saat itu bangsa itu telah masak untuk kemerdekaan.
Kalau bangsa kita, Indonesia, walaupun dengan bambu runcing, saudara-saudara, semua siap mati, mempertahankan tanah air kita Indonesia, pada saat itu bangsa Indonesia adalah siap-sedia, masak untuk merdeka. (Tepuk tangan riuh).
Cobalah pikirkan hal ini dengan memperbandingkannya dengan manusia. Manusiapun demikian, saudara-saudara! Ibaratnya, kemerdekaan saya bandingkan dengan perkawinan. Ada yang berani kawin, lekas berani kawin ada yang takut kawin.
Ada yang berkata : Ah, saya belum berani kawin, tunggu dulu gaji f 500, kalau saya sudah mempunyai rumah gedung, sudah ada permadani, sudah ada lampu listrik, sudah mempunyai tempat tidur yang mentul-mentul, sudah mempunyai meja kursi yang selengkap-lengkapnya, sudah mempunyai sendok garpu perak satu set, sudah mempunyai ini dan itu, bahkan sudah mempunyai kinder uitzet, barulah saya berani kawin.
Ada orang lain yang berkata : saya sudah berani kawin kalau saya sudah mempunyai meja satu, kursi empat, yaitu meja makan, lantas satu set, lantas satu tempat tidur. Ada orang yang lebih berani lagi dari itu, yaitu saudara-saudara Marhaen !
Kalau dia sudah mempunyai gubuk saja dengan satu tikar,l dengan satu priuk : dia kawin. Marhaen dengan satu tikar, satu gubuk : kawin. Sang klerk dengan satu meja, empat kursi, satu set, satu tempat tidur : kawin.
Sang Ndoro yang mempunyai rumah gedung, electrische kookplaat, tempat tidur, uang bertimbun-timbun : kawin. Belum tentu mana yang lebih gelukik, belum tentu mana yang lebih bahagia, Sang Ndoro dengan tempat tidurnya yang mentul-mentul, atau Sarinem dan Samiun yang hanya mempunyai satu tikar dan satu priuk, saudara-saudara ! (tepuk tangan, dan tertawa).
Tekad hatinya yang perlu,tekad hatinya Samiun kawin dengan satu tikar dan satu priuk, dan hati Sang Ndoro yang baru berani kawin kalau sudah mempunyai gerozilver satu set plus kinderuitzet, buat 3 tahun lamanya ! (tertawa).
Saudara-saudara, soalnya adalah demikian : kita ini berani merdeka atau tidak ?? Inilah, saudara-saudara sekalian, Paduka tuan Ketua yang mulai, ukuran saya yang terlebih dahulu saya kemukakan sebelum saya bicara hal-hal yang mengenai dasarnya satu negara yang merdeka.
Saya mendengar uraian P.T. Soetarjo beberapa hari yang lalu, tatkala menjawab apakah yang dinamakan merdeka, itulah kemerdekaan : kalau tiap-tiap orang didalam hatinya telah merdeka, itulah kemerdekaan. Saudara-saudara, jika tiap-tiap orang Indonesia yang 70 miljun ini lebih dahulu harus merdeka didalam hatinya, sebelum kita dapat mencapai political independence, saya ulangi lagi, sampai lebur kiamat kita belum dapat Indonesia Merdeka ! (Tepuk tangan riuh).
Didalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan rakyat kita! Didalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan hatinya bangsa kita! Didalam Saudi Arabia Merdeka, Ibn Saud memerdekakan rakyat Arabia satu persatu. Didalam Soviet-Rusia Merdeka Stalin memerdekakan hati bangsa Soviet-Rusia satu persatu.
Saudara-saudara ! Sebagai juga salah seorang pembicara berkata : kita bangsa Indonesia tidak sehat badan, banyak penyakit malaria, banyak disentri, banyak penyakit hongeroedeem, banyak ini banyak itu ''Sehatkan dulu bangsa kita, baru kemudian merdeka''.
Saya berkata, kalau inipun harus diselesaikan lebih dahulu, 20 tahun lagi kita belum merdeka. Didalam Indonesia Merdeka itulah kita menyehatkan rakyat kita, walaupun misalnya tidak dengan kinine, tetapi kita kerahkan segenap masyarakat kita untuk menghilangkan penyakit malaria dengan menanam ketepeng kerbau.
Didalam Indonesia Merdeka itulah kita melatih pemuda kita agar supaya menjadi kuat, didalam Indonesia Merdeka kita menyehatkan rakyat sebaik-baiknya. Inilah maksud saya dengan perkataan ''jembatan''. Diseberang jembatan, jembatan emas inilah, baru kita leluasa menyusun masyarakat Indonesia Merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi.
Tuan-tuan sekalian! Kita sekarang menghadapi satu saat yang maha penting. Tidakkah kita mengetahui, sebagian telah diutarakan oleh berpuluh-puluh pembicara, bahwa sebenarnya international rech, hukum internasional, menggampangkan pekerjaan kita ? Untuk menyusun, mengadakan, mengakui satu negara yang merdeka, tidak diadakan syarat yang neko-neko, yang menjelimet, tidak! Syaratnya sekedar bumi, rakyat, pemerintah yang teguh! ini sudah cukup untuk international rech. Cukup, saudara-saudara.
Asal ada buminya, ada rakyatnya, ada pemerintahnya, kemudian diakui oleh salah satu negara yang lain, yang merdeka, inilah yang sudah bernama : merdeka. Tidak perduli rakyat dapat baca atau tidak, tidak perduli rakyat hebat ekonominya atau tidak, tidak perduli rakyat bodoh atau pintar, asal menurut hukum internasional mempunyai syarat-syarat suatu negara merdeka, yaitu ada rakyatnya, ada buminya dan ada pemerintahannya, sudahlah ia merdeka.
Janganlah kita gentar, zwaarwichtig, lantas mau meyelesaikan lebih dulu 1001 soal yang bukan-bukan ! Sekali lagi saya bertanya : Mau Merdeka atau tidak ? Mau Merdeka atau tidak ? (jawab hadirin : Mau !). Saudara-saudara! Sesudah saya bicarakan tentang hal ''Merdeka'', maka sekarang saya bicarakan tentang hal dasar.
Paduka tuan Ketua yang mulia ! Saya mengerti apakah yang paduka tuan Ketua kehendaki ! Paduka tuan Ketua minta dasar, minta philosophische grondslag, atau jika kita boleh memakai perkataan yang muluk-muluk, diatas mana kita mendirikan negara Indonesia itu.
Kita melihat dalam dunia ini, bahwa banyak negeri-negeri yang merdeka, dan banyak diantara negeri-negeri yang merdeka itu berdiri diatas suatu ''Weltanschauung''. Hitler mendirikan Jerman diatas ''national-sozialistische Weltanschauung'', firasat nasional sosialisme telah menjadi dasar negara Jerman yang didirikan oleh Adolf Hitler itu.
Lenin mendirikan negara Soviet diatas satu ''Weltanschauung'', yaitu Marxistische, Historisch-Materialistische ''Weltanschauung''. Nippon mendirikan negara Dai Nippon diatas satu ''Weltanschauung, yaitu yang dinamakan ''Tennoo Koodoo Seishin''.
Diatas Tennoo Koodoo Seishin, inilah negara Dai Nippon didirikan. Saudi Arabia, Ibn Saud, mendirikan negara Arabia diatas satu ''Weltanschauung'', bahkan diatas satu dasar agama, yaitu Islam. Demikian itulah yang diminta oleh Paduka tuan Ketua yang mulia : apakah Weltanschauung kita, jikalau kita hendak mendirikan Indonesia yang Merdeka ?
Tuan-tuan sekalian, ''Weltanschauung'' ini sudah lama harus kita bulatkan didalam hati kita dan didalam pikiran kita, sebelum Indonesia Merdeka datang. Idialis-idialis seluruh dunia bekerja mati-matian untuk mengadakan bermacam-macam ''Weltanschauung'', bekerja mati-matian untuk merealiteitkan'' mereka itu.
Maka oleh karena itu, sebenarnya tidak benar perkataan anggota yang terhormat Abikoesno, bila beliau berkata, bahwa banyak sekali negara-negara merdeka didirikan dengan isi seadanya saja, menurut keadaan.
Tidak ! Sebab misalnya, walaupun menurut perkataan John Reed : ''Soviet-Rusia didirikan didalam 10 hari oleh Lenin cs'', John Reed, didalam kitabnya : ''Ten days that shook the world'', ''sepuluh hari yang menggoncangkan dunia'', walaupun Lenin mendirikan Soviet-Rusia didalam 10 hari, tetapi ''Weltanschauungnya'' telah bersedia berpuluh-puluh tahun.
Terlebih dahulu telah tersedia ''Weltanschauung''-nya, dan didalam 10 hari itu hanya sekedar direbut kekuasaan, dan ditempatkan negara baru itu diatas ''Weltanschauung'' yang sudah ada. Dari 1895 ''Weltanschauung'' itu telah disusun, bahkan dalam revolusi 1905, ''Weltanschauung'' itu ''dicobakan'', ''digenerale-repetitie-kan''.
Lenin didalam revolusi 1905 telah mengerjakan apa yang dikatakan oleh beliau sendiri ''generale-repetitie'' daripada revolusi tahun 1917. Sudah lama sebelum 1917, ''Weltanschauung'' itu disedia-sediakan, bahkan diichtiar-ichtiarkan.
Kemudian, hanya dalam 10 hari, sebagai dikatakan oleh John Reed, hanya dalam 10 hari itulah didirikan negara baru, direbut kekuasaan, ditaruhkan kekuasaan itu diatas ''Weltanschauung'' yang telah berpuluh-puluh tahun umurnya itu. Tidaklah pula Hitler demikian ? Didalam tahun 1933 Hitler menaiki singgasana kekuasaan, mendirikan negara Jerman diatas Nasional-Sozialistische Weltanschauung.
Tetapi kapankah Hitler mulai menyediakan dia punya Weltanschauung itu ? Bukan didalam tahun 1933, tetapi dalam tahun 1921 dan 1922 beliau telah bekerja, kemudian mengichtiarkan pula, agar supanya Naziismeini, ''Weltanschauung'' ini, dapat menjelma dengan dia punya ''Munchener Putsch'', tetapi gagal.
Didalam tahun 1933 barulah datang sa'atnya yang beliau dapat merebut kekuasaan, dan negara diletakkan oleh beliau diatas dasar ''Weltanschauung'' yang telah dipropagandakan berpuluh-puluh tahun itu. Maka demikian pula, jika kita hendak mendirikan negara Indonesia Merdeka, Paduka tuan Ketua, timbullah pertanyaan : Apakah ''Weltanschauung'' kita, untuk mendirikan negara Indonesia Merdeka diatasnya ?
Apakah Nasional-Sosialisme ? Apakah Historisch-Materialisme ? Apakah San Min Chu I, sebagai dikatakan oleh doktor Sun Yat Sen ? Didalam tahun 1912 Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok Merdeka, tetapi ''Weltanschauung''-nya telah dalam tahun 1885, kalau saya tidak salah, dipikirkan, dirancangkan.
Didalam buku ''The three people's principles'' San Min Chu I, Mintsu, Minchuan, Min Sheng, Nasionalisme, demokrasi, sosialisme, telah digambarkan oleh doktor Sun Yat Sen Weltanschauung itu, tetapi baru dalam tahun 1912 beliau mendirikan negara baru diatas ''Weltanschauung'' San Min Chu I, itu yang telah disediakan terdahulu berpuluh-puluh tahun.
Kita hendak mendirikan negara Indonesia Merdeka diatas ''Weltanschauung'' apa ? Nasional-sosialisme-kah, Marxisme-kah, San Min Chu I-kah atau ''Weltanschauung'' apakah ?
Saudara-saudara sekalian, kita telah bersidang tiga hari lamanya, banyak pikiran telah dikemukakan, macam-macam, tetapi alangkah benarnya perkataan Dr. Sukiman, perkataan Ki Bagus Hadikusumo, bahwa kita harus mencari persetujuan, mencari persetujuan paham.
Kita bersama-sama mencari persatuan Philosophische grondslag, mencari satu ''Weltanschauung' yang kita semua setuju. Saya katakan lagi setuju ! Yang saudara Yamin setuju, yang Ki Bagus setuju, yang Ki Hajar setuju, yang saudara Sanosi setujui, yang saudara Abikosno setuju, yang saudara Lim Koen Hian setuju, pendeknya kita semua mencari satu modes.
Taun Yamin, ini bukan kompromis, tetapi kita bersama-sama mencari satu hal yang kita bersama-sama setuju. Apakah itu ? Pertama-tama, saudara-saudara, saya bertanya : Apakah kita hendak mendirikan Indonesia Merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan ?
Mendirikan negara Indonesia Merdeka yang namanya saja Indonesia Merdeka, tetapi sebenarnya hanya untuk mengagungkan satu orang, untuk memberi kekuasaan kepada satu golongan yang kaya, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan ?
Apakah maksud kita begitu ? Sudah tentu tidak ! Baik saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan yang disini, maupun saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan negara yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu Negara ''semua buat semua''. Bahkan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, tetapi ''semua buat semua''.
Inilah salah satu dasar pikiran yang nanti akan saya kupas lagi. Maka, yang selalu mendengung didalam saya punya jiwa, bukan saja didalam beberapa hari didalam sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai ini, akan tetapi sejak tahun 1918, 25 tahun lebih, jalan : Dasar pertama yang baik dijadikan dasar buat Negara Indonesia ialah dasar kebangsaan.
Kita mendirikan satu negara kebangsaan Indonesia. Saya minta, saudara Ki Bagus Hadikusumo dan saudara-saudara Islam lain : maafkanlah saya memakai perkataan ''kebangsaan'' ini ! Sayapun orang Islam. Tetapi saya minta kepada saudara-saudara, janganlah saudara-saudara salah paham jika kalau saya katakan bahwa dasar pertama buat Indonesia ialah dasar kebangsaan. Itu bukan berarti satu kebangsaan dalam arti yang sempit, tetapi saya menghendaki satu nationale staat, seperti yang saya katakan dalam rapat di Taman Raden Saleh beberapa hari yang lalu.
Satu Nationale staat Indonesia bukan berarti staat yang sempit. Sebagai saudara Ki Bagus Hadikusumo katakan kemarin, maka tuan adalah orang bangsa Indonesia, bapak tuanpun orang Indonesia, nenek tuanpun bangsa Indonesia, datuk-datuk tuan, nenek moyang tuanpun bangsa Indonesia.
Diatas satu kebangsaan Indonesia, dalam arti yang dimaksudkan oleh saudara Ki Bagus Hadikusumo itulah, kita dasarkan negara Indonesia. Satu Nationale staat ! Hal ini perlu diterangkan lebih dahulu, meski saya didalam rapat besar ditaman Raden Saleh sedikit-sedikit telah menerangkannya.
Marilah saya uraikan lebih jelas dengan mengambil tempo sedikit: Apakah yang dinamakan bangsa ? Apakah syaratnya bangsa ? Menurut Renan syarat bangsa ialah : ''Kehendak akan bersatu''. Orang-orangnya merasa diri bersatu dan mau bersatu. Ernest Renan menyebut syarat bangsa : ''Ie desir d'etre ensemble'', yaitu kehendak akan bersatu. Menurut definisi Ernest Renan, maka yang menjadi bangsa, yaitu satu gerombolan manusia yang mau bersatu, yang merasa dirinya bersatu.
Kalau kita lihat definisi orang lain, yaitu definisi Otto Bauer, didalam bukunya ''De Nationalitatenfrage'', disitu ditanyakan : ''Was ist eine Natin? dan jawabnya ialah : ''Eine Nation ist eine aus Schiksasgemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft''. Inilahmenurut Otto Bauer satu natie. (Bangsa adalah satu persatuan perang yang timbul karena persatuan nasib).
Tetapi kemarinpun, tatkala kalau tidak salah, Prof. Supomo mensitir Ernest Renan, maka anggota yang terhormat Mr. Yamin berkata : ''verouderd'', ''sudah tua''. Memang tuan-tuan sekalian, definisi Ernest Renan sudah ''verouderd'', sudah tua. Definisi Otto Bauer pun sudah tua. Sebab tatkala Ernest Renan mengadakan definisinya itu, tatkala Otto Bauer mengadakan definisinya itu, tatkala itu belum timbul satu wetenschap baru, satu ilmu baru, yang dinamakan geopolitiek.
Kemarin, kalau tidak salah, saudara Ki Bagus Hadikusumo, atau tuan Moenandar, mengatakan tentang ''persatuan antara orang dan tempat''. Persatuan antara orang dan tempat, tuan-tuan sekalian, persatuan antara orang dan tempatnya ! Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan !
Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada dibawah kakinya. Ernest Renan dan Otto Bauer hanya sekedar melihat orangnya. Mereka hanya memikirkan ''Gemeinschaft''nya dan perasaan orangnya. ''I''am et le desir''. Mereka hanya mengingat karakter, tidak mengingat tempat, tidak mengingat bumi, bumi yang didiami manusia itu.
Apakah tempat itu ? Tempat itu yaitu tanah air. Tanah air itu adalah satu kesatuan. Allah S.W.T. membuat peta dunia, menyusun peta dunia. Kalau kita melihat peta dunia, kita dapat menunjukkan dimana ''kesatuan-kesatuan'' disitu. Seorang anak kecilpun, jika kalau ia melihat peta dunia, ia dapat menunjukkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan.
Pada peta itu dapat ditunjukkan satu kesatuan gerombolan pulau-pulau diantara 2 lautan yang besar, lautan Pasifik dan lautan Hindia, dan diantara 2 benua, yaitu benua Asia dan benua Australia. Seorang anak kecil dapat mengatakan, bahwa pulau-pulau Jawa, Sumatera, Borneo, Selebes, Halmahera, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, dan lain-lain pulau kecil diantaranya, adalah satu kesatuan.
Demikian pula tiap-tiap anak kecil dapat melihat pada peta bumi bahwa pulau-pulau Nippon yang membentang pada pinggir Timur benua Asia sebagai ''golfbreker'' atau pengadang gelombang lautan Pasifik, adalah satu kesatuan. Anak kecilpun dapat melihat bahwa tanah India adalah satu kesatuan di Asia Selatan, dibatasi oleh lautan Hindia yang luas dan gunung Himalaya.
Seorang anak kecil pula dapat mengatakan bahwa kepulauan Inggris adalah satu kesatuan. Griekenland atau Yunani dapat ditunjukkan sebagai satu kesatuan pula. Itu taruhkan oleh Allah S.W.T. demikian rupa. Bukan Sparta saja, bukan Athene saja, bukan Macedonia saja, tapi Sparta plus Athene plus Macedonia plus daerah Yunani yang lain-lain, segenap kepulauan Yunani adalah satu kesatuan.
Maka manakah yang dinamakan tanah tumpah darah kita, tanah air kita,?Menurut geopolitik maka Indonesialah tanah air kita. Indonesia yang bulat bukan Jawa saja, bukan Sumatera saja, atau Borneo saja, atau Selebes saja, atau Ambon saja, atau Maluku saja, tetapi segenap kepulauan yang ditunjuk oleh Allah S.W.T. menjadi satu kesatuan antara dua benua dan dua samudera, itulah tanah air kita !
Maka jika kalau saya ingat perhubungan antara orang dan tempat, antara rakyat dan buminya, maka tidak cukuplah definisi yang dikatakan oleh Ernest Renan dan Otto Beuer itu. Tidak cukup ''le desir d'etre ensemble'', tidak cukup difiisi Otto Beuer ''aus Schiksalsgeminschaft erwachsene Charaktergemeinschaft'' itu. Ma'af saudara-saudara, saya mengambil contoh Minangkabau. Diantara bangsa Indonesia yang paling ada ''le deser d'etre ensemble'', adalah rakyat Minangkabau yang banyaknya kira-kira 11/2 miljun.
Rakyat ini merasa dirinya satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan satu kesatuan, melainkan hanya satu bagian kecil dari pada satu kesatuan. Penduduk Jogja pun adalah merasa ''le desir d'etre ensemble'', tetapi Jogja pun hanya satu bagian dari pada satu kesatuan. Di Jawa Barat rakyat Pasundan sangat merasakan ''le desir d'etre ensemble'', tetapi Sundanpun hanya satu bagian kecil dari pada satu kesatuan.
Pendek kata bangsa Indonesia , Nate Indonesia bukanlah sekedar satu golongan orang yang hidup dengan ''le desir d'etre ensemble'' diatas daerah yang kecil seperti Minangkabau atau Madura atau Jogja atau Sunda atau Bugis tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusia-manusia yang menurut geopolotik yang telah ditentukan oleh Allah S.W.T. tinggal dikesatuannya semua pulau-pulau Indonesia di ujung utara Sumatera sampai ke Irian ! seluruhnya karena antara manusia 70.000.000 ini sudah ada ''le desir d'etre ensemble'', sudah terjadi ''Charaktergemeinschaft''! Natie Indonesia, bangsa Indonesia, umat Indonesia jumlah orangnya adalah 70.000.000, tetapi 70.000.000 yang telah menjadi satu, satu sekali9 lagi satu! (tepuk tangan riuh).
Kesinilah kita semua harus menuju : mendirikan satu Nationale Staat, diatas kesatuan bumi Indonesia dari ujung Sumatera sampai ke Irian. Saya yakin tidak ada satu golongan diantara tuan-tuan yang tidak mufakat baik Islam maupun golongan yang dinamakan ''golongan kebangsaan''. Kesinilah kita harus menuju semuanya.
Saudara-saudara, yang orang mengira bahwa tiap-tiap negara merdeka adalah Natioale Staat ! Bukan Beieren, bukan seksen adalah nationale staat, tetapi seluruh Jermanialah satu nationale staat. Bukan bagian kecil-kecil bukan Venetia, bukan Lombardia, tetapi seluruh Italialah, yaitu seluruh semenanjung di Laut Tengah, yang diutara dibatasi oleh pegunungan Alpen adalah nationale staat. Bukan Benggala, bukan Punjab, bukan Bihar dan Orissa, tetapi seluruh segi tiga Indialah nanti harus menjadi nationale staat.
Demikian pula bukan semua negeri-negeri di tanah air kita yang merdeka di jaman dahulu adalah nationale staat. Kita hanya 2 kali mengalami nationale staat yaitu dijaman Sriwijaya dan dijaman Majapahit. Diluar dari itu kita tidak mengalami nationale staat.
Saya berkata dengan penuh hormat kepada kita punya raja-raja dahulu saya berkata dengan penuh hormat kepada Sultan Agung Hacokrokusumo bahwa Mataram meskipun merdeka bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Prabu Siliwangi di Pajajaran, saya berkata, bahwa kerajaannya buka nationale staat.
Dengan perasaan hormat kepada Prabu Sultan Agung Tirtayasa, saya berkata, bahwa kerajaannya di Banten, meskipun merdeka bukan satu nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Sultan Hasanudin di Sulawesi yang telah membentuk kerajaan Bugis, saya berkata, bahwa tanah Bugis yang merdeka itu bukan satu nationale staat.
Nationale staat hanya Indonesia seluruhnya yang telah berdiri dijaman Sriwijaya dan Majapahit dan yang kini pula kita harus didirikan bersama-sama. Karena itu, jika kalau tuan-tuan terima baik marilah kita mengambil sebagai dasar Negara yang pertama : Kebangsaan Indonesia. Kebangsaan Indonesia yang bulat ! Bukan kebangsaan Jawa, bukan kebangsaan Sumatera, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali atau lain-lain, tetapi kebangsaan Indonesia, yang bersama-sama menjadi dasar satu nationale staat.
Ma'af, Tuan Lim Koen Hian, Tuan tidak mau akan kebangsaan ? Didalam pidato Tuan, waktu ditanya sekali lagi oleh Paduka Tuan Fuku-Kaityoo, Tuan menjawab : Saya tidak mau akan kebangsaan. Tuan Lim Koen Hian : Bukan begitu. Ada sambungannya lagi.
Tuan Soekarno :
Kalau begitu ma'af, dan saya mengucapkan terimakasih karena Tuan Lim Koen Hian pun menyetujui dasar kebangsaan. Saya tahu, banyak juga orang-orang Tionghoa klasik yang tidak mau akan dasar kebangsaan, karena mereka memeluk paham kosmopolitisme, yang mengatakan tidak ada kebangsaan, tidak ada bangsa. Bangsa Tionghoa dahulu banyak yang kena penyakit kosmopolitisme, sehingga mereka berkata bahwa tidak ada bangsa Tionghoa, tidak ada bangsa Nippon, tidak ada bangsa India, tidak ada bangsa Arab, tetapi semuanya ''menschheid'', ''perikemanusiaan''.
Tetapi Dr. Sun Yat Sen bangkit memberi pelajaran kepada rakyat Tionghoa bahwa ada kebangsaan Tionghoa ! Saya mengaku pada waktu saya berumur 16 tahun duduk di bangku sekolah H.B.S. di Surabaya, saya dipengaruhi seorang sosialis yang bernama : A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya, katanya : jangan berfaham kebangsaan tetapi berfahamlah rasa kemanusiaan sedunia jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun.
Itu terjadi pada tahun 1917. Tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lainyang memperingatkan saya ialah Dr. Sun YatSen ! Didalam tulisannya ''San Min Chu I'' atau ''The Three People's Principles'', saya mendapat pelajaran yang membongkar kosmopolitisme yang diajarkan oleh A.Baars itu.
Dalam hati saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan oleh pengaruh ''The Three People's Principles'' itu. Maka oleh karena itu jika kalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya yakinlah bahwa Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen, sampai masuk kelobang kubur. (Anggota-anggota Tionghoa bertepuk tangan).
Saudara-saudara. Tetapi, tetapi memang prinsip kebangsaan ini ada bahayanya ! Bahayanya ialah mungkin orang meruncingkan nasionalisme menjadi chauvinisme sehingga berfaham ''Indonesia uber Alles''. Inilah bahayanya! Kita cinta tanah air yang satu merasa berbangsa yang satu mempunyai bahasa yang satu. Tetapi tanah air kita Indonesia hanya satu bagian kecil saja daripada dunia ! Ingatlah akan hal ini ! Gandhi berkata : ''Saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah peri kemanusiaan''. ''My nationalim is humanity''.
Kebangsaan yang kita anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri, bukan chauvinisme, sebagai dikobar-kobarkan oleh orang di Eropa, yang mengatakan ''Deutschland uber Alles'', tidak ada yang setinggi Jerman yang katanya bangsanya minuljo, berambut jagung dan bermata biru, ''bangsa Aria'', yang dianggapnya tertinggi diatas dunia sedang bangsa lain-lain tidak ada harganya. Janganlah kita berdiri diatas azas demikian Tuan-tuan, jangan berkata bahwa bangsa Indonesialah yang terbagus dan termulia, serta meremehkan bangsa lain.
Kita harus menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia. Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia Merdeka, tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa. Justru inilah prinsip saya yang kedua. Inilah filosofisch principe yang nomer dua yang saya usulkan kepada Tuan-tuan yang boleh saya namakan ''Internasionalisme''.
Tetapi jika kalau saya katakan internasionalisme bukanlah saya bermaksud kosmopolitisme yang tidak mau adanya kebangsaan yang mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada Birma, tidak ada Inggris, tidak ada Amerika, dan lain-lainnya.
Internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar didalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak hidup dalam taman-sarinya internasionalisme. Jadi, dua hal ini saudara-saudara prinsip 1 dan prinsip 2 yang pertama-tama saya usulkan kepada tuan-tuan sekalian adalah bergandengan erat satu sama lain.
Kemudian apakah dasar yang ke 3 ? Dasar itu ialah dasar mufakat dasar perwakilan dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang bukan satu negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara ''semua buat semua'', ''satu buat semua, semua buat satu''. Saya yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah permusyawaratan perwakilan.
Untuk pihak Islam inilah tempat yang terbaik untuk memelihara agama. Kita, sayapun adalah orang Islam, maaf beribu-ribu maaf ke Islaman saya jauh belum sempurna tetapi kalau saudara-saudara membuka saya punya dada dan melihat saya punya hati tuan-tuan akan dapati tidak lain tidak bukan hati Islam.
Hati Islam Bung Karno ini, ingin membela Islam dalam mufakat dalam permusyawaratan. Dengan cara mufakat kita perbaiki segala hal juga keselamatan agama yaitu dengan jalan pembicaraan atau permusyawaratan didalam Badan Perwakilan Rakyat.
Apa-apa yang belum memuaskan kita bicarakan didalam permusyawaratan. Badan perwakilan inilah tempat kita untuk mengemukakan tuntutan-tuntutan Islam. Disinilah kita usulkan kepada pemimpin-pemimpin rakyat apa-apa yang kita rasakan perlu bagi perbaikan. Jika kalau memang kita rakyat Islam marilah kita bekerja sehebat-hebatnya agar supanya sebagian yang tersebar dari pada kursi-kursi badan perwakilan rakyat yang kita adakan diduduki oleh utusan-utusan Islam.
Jika kalau memang rakyat Indonesia rakyat yang bagian besarnya rakyat Islam dan jika kalau memang Islam disini agama yang hidup berkobar-kobar didalam kalangan rakyat marilah kita pemimpin-pemimpin menggerakkan segenap rakyat itu agar supaya mengerahkan sebanyak mungkin utusan-utusan Islam kedalam bandan wakilan ini.
Ibaratnya Badan Perwakilan Rakyat 100 orang anggotanya marilah kita bekerja, bekerja sekeras-kerasnya, agar supaya 60,70,80,90 utusan yang duduk dalam perwakilan rakyat ini orang Islam , pemuka-pemuka Islam. Dengan sendirinya hukum-hukum yang keluar dari badan perwakilan rakyat itu, hukum Islam pula.
Malahan saya yakin jika kalau hal yang demikian itu nyata terjadi barulah boleh dikatakan bahwa agama Islam benar-benar hidup didalam jiwa rakyat, sehingga 60%, 70%, 80%, 90% utusan adalah orang Islam, ulama Islam. Maka saya berkata, baru jika kalau demikian hiduplah Islam Indonesia dan bukan Islam yang hanya diatas bibir saja.
Kita berkata 90% daripada kita beragama Islam tetapi lihatlah didalam sidang ini beberapa % memberikan suaranya kepada Islam ? Maaf seribu maaf saya tanya hal itu ! Bagi saya hal itu adalah suatu bukti bahwa Islam belum hidup sehidup-hidupnya didalam kalangan rakyat.
Oleh karena itu saya minta kepada saudara-saudara sekalian baik yang bukan Islam maupun terutama yang Islam setujulah prinsip nomer 3 ini, yaitu prinsip permusyawaratan, perwakilan. Didalam perwakilan nanti ada perjuangan sehebat-hebatnya. Tidak ada satu staat yang hidup betul-betul hidup jika kalau didalam badan perwakilannya tidak seakan-akan bergolak mendidih kawah Candradimuka kalau tidak ada perjuangan paham didalamnya.
Baik didalam staat Islam, maupun didalam staat Kristen, perjuangan selamanya ada. Terimalah prinsip nomer 3 prinsip mufakat, prinsip perwakilan rakyat. Didalam perwakilan rakyat saudara-saudara Islam dan saudara-saudara Kristen bekerjalah sehebat-hebatnya. Kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-tiap letter didalam peraturan-peraturan negara Indonesia harus menurut Injil, bekerjalah mati-matian, agar supaya sebagian besar dari pada utusan-utusan yang masuk badan perwakilan Indonesia ialah orang Kristen. Itulah adil , fair play.
Tidak ada satu negara boleh dikatakan negara hidup kalau tidak ada perjuangan didalamnya. Jangan kira di Turki tidak ada perjuangan. Jangan kira dalam negara Nippon tidak ada pergeseran pikiran. Allah Subhanahuwa Ta'ala memberi pikiran kepada kita agar supaya dalam pergaulan kita sehari-hari kita selalu bergosok seakan-akan menumbuk membersihkan gabah supaya keluar dari padanya beras, dan beras itu akan menjadi nasi Indonesia yang sebaik-baiknya. Terimalah saudara-saudara prinsip nomer 3 yaitu prinsip permusyawaratan !
Prinsip nomer 4 sekarang saya usulkan. Saya didalam tiga hari ini belum mendengarkan prinsip itu yaitu prinsip kesejahteraan, prinsip : tidak akan ada kemiskinan didalam Indonesia Merdeka. Saya katakan tadi Prinsipnya San Min Chu I ialah Mintsu, Min Chuan, Min Sheng: natioanlism, democracy, socialism, Maka prinsip ini kita harus : Apakah kita mau Indonesia Merdeka, yang kaum Kapitalisnya merajalela atau kah yang semua rakyatnya sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang pangan kepadanya.
Mana yang kita pilih saudara-saudara? Jangan saudara kira bahwa kalau Badan Perwakilan Rakyat sudah ada kita dengan sendirinya sudah mencapai kesejahteraan ini. Kita sudah lihat di negara-negara Eropa adalah Badan Perwakilan Rakyat adalah parlementaire democratie.
Tapi tidaklah di Eropa justru kaum kapitalis merajalela. Di Amerika ada satu badan perwakilan rakyat dan tidakkah di Amerika kaum Kapitalis merajalela. Tidakkah seluruh benua Barat kaum Kapitalis merajalela, padahal ada badan perwakilan rakyat.
Tak lain tak bukan sebabnya ialah oleh karena badan-badan perwakilan rakyat yang diadakan disana itu sekedar menurut resepnya Fransche Revolutie. Tak lain tak bukan adalah yang dinamakan democratie disana itu ialah politik democratie saja, semata-mata tidak ada sociale rechtvaardigheid tak ada keadilan sosial, tidak ada ekonomische democratie sama sekali.
Saudara-saudara, saya ingat akan kalimat seorang pemimpin Perancis, Jean Jaures, yang menggambarkan politik demokratis. ''Di dalam Parlementer demokratis'', kata Jean Jaures ''didalam parlementer demokratis, tiap-tiap orang mempunyai hak sama. Hak politik yang sama tiap-tiap orang boleh memilih, tiap-tiap orang boleh masuk didalam parlement. Tetapi adakah Sociale rechtvaardigheid, adakah kenyataan kesejahteraan dikalangan rakyat''.
Maka oleh karena itu Jean Jaures berkata lagi : ''Wakil kaum buruh yang mempunyai hak politik itu didalam Parlement dapat menjatuhkan minister. Ia seperti Raja ! Tetapi didalam dia punya tempat bekerja didalam pabrik, sekarang ia menjatuhkan minister besok dia dapat dilempar keluar kejalan raya, dibikin werkloos, tidak dapat makan suatu apa pun.
Adakah keadaan yang demikian ini yang kita kehendaki? Saudara-saudara, saya usulkan kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup yakni politik-ekonomis democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial ! Rakyat Indonesia sudah lama bicara tentang hal ini.
Apakah yang dimaksud dengan Ratu-Adil ? Yang dimaksud dengan faham Ratu-Adil ialah sociale rechtvaardigheid. Rakyat ingin sejahtera, Rakyat yang tadinya merasa dirinya kurang makan kurang pakaian, menciptakan dunia baru yang didalamnya ada keadilan dibawah pimpinan Ratu-Adil.
Maka oleh karena itu jika kalau kita memang betul-betul mengerti mengingat mencintai rakyat Indonesia marilah kita terima prinsip hal sociale rechtvaardigheid ini, yaitu bukan saja bersamaan politik, saudara-saudara, tetapi diatas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya.
Saudara-saudara, badan permusyawaratan yang akan kita buat hendaknya bukan badan Permusyawaratan politik demokrasi saja, tetapi badan yang bersama dengan masyarakat dapat mewujudkan dua prinsip : politik rechtvaardigheid dan sociale rechtvaardigheid. Kita akan bicarakan hal-hal ini bersama-sama, saudara-saudara didalam badan permusyawaratan.
Saya ulangi lagi segala hal akan kita selesaikan, segala hal ! Juga didalam urusan kepala negara saya terus terang saya tidak akan memilih monarchie. Apa sebabnya? Oleh karena monarchie ''vooronderstelt erfelijkheid'', turun-temurun.
Saya orang Islam, saya demokrat karena saya orang Islam, saya menghendaki mufakat, maka saya minta supaya tiap-tiap kepala negara pun dipilih. Tidakkah agama Islam mengatakan bahwa kepala-kepala negara, baik kalif, maupun Amirul mu'minin, harus dipilih oleh rakyat.
Tiap-tiap kali kita mengadakan kepala negara kita pilih. Jika kalau pada suatu hari Ki Bagus Hadikusumo misalnya menjadi kepala negara Indonesia dan mangkat meninggal dunia jangan anaknya Ki Hadikusumo dengan sendirinya, dengan otomatis menjadi pengganti Ki Hadikusumo. Maka oleh karena itu saya tidak mufakat kepada prinsip monarchie itu.
Saudara-saudara apakah prinsip ke 5 ? saya telah mengemukakan 4 prinsip :
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme, atau perikemanusiaan.
3. Mufakat, atau demokrasi.
4. Kesejahteraan sosial.
Prinsip yang kelima hendaknya: Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip ketuhanan ! Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad S.A.W. orang Budha menjalankan ibadahnya menurut kitab-kitab yang ada padanya.
Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan, Hendaklah negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada ''egoisme-agama'', dan hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang ber-Tuhan.
Marilah kita amalkan , jalannya agama baik Islam maupun Kristen dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara berkeadaban itu ? ialah hormat-menghormati satu sama lain. Nabi Muhammad s.a.w. telah memberi bukti yang cukup tentang verdraagzaamheid tentang menghormati agama-agama lain.
Nabi Isa pun telah menunjukkan verdraagzaamheid itu. Marilah kita didalam Indonesia Merdeka yang kita susun ini sesuai dengan itu menyatakan bahwa prinsip kelima dari pada Negara kita ialah Ketuhanan yang berkebudayaan, Ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, Ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta Raja jika kalau saudara-saudara menyetujui bahwa Negara Indonesia Merdeka berazaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Disinilah dalam pangkuan azas yang kelima inilah saudara-saudara segenap agama yang ada di Indonesia sekarang ini akan mendapat tempat yang baik-baiknya, dan Negara kita akan ber-Tuhan pula. Ingatlah prinsip ketiga, permufakatan, perwakilan, disitulah tempatnya kita mempropagandakan ide kita masing-masing dengan cara yang tidak onverdraagzaam yaitu dengan cara yang berkebudayaan.
Saudara-saudara, ''dasar-dasar Negara'' telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma ? Bukan ! Nama Panca Dharma tidak tepat disini. Dharma berarti kewajiban, sedangkan kita membicarakan dasar. Saya senang kepada simbolik.
Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai Panca Indra. Apalagi lima bilangannya? (Seorang yang hadir Pendawa Lima). Pendawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan keTuhanan, lima pula bilangannya.
Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah Panca Sila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi. (Tepuk tangan riuh).
Atau barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan lima itu ? Saya boleh peras, sehingga tinggal tiga saja. Saudara-saudara tanya kepada saya, apakah ''perasan'' yang tiga itu ? Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka, Weltanschauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme, kebangsaan dan perikemanusiaan, saya peras menjadi satu : itulah yang dahulu saya namakan socio-nasionalisme.
Demokrasi yang bukan demokrasi barat, tetapi politik economische democratie yaitu politieke democratie dengan sosial rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan saya peraskan pula menjadi satu. Inilah yang dulu saya namakan socio-democratie. Tinggal lagi ketuhanan yang menghormati satu sama lain.
Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga : socio-nasionalisme, socio-democratie, dan ketuhanan. Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga ini. Tetapi barang kali tidak semua Tuan-tuan senang kepada trisila ini, dan minta satu, satu dasar saja ? Baiklah, saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu.
Sebagai tadi telah saya katakan : kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua ! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikusumo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, semua buat semua.
Jika kalau saya peras yang lima menjadi tiga dan yang tiga menjadi satu maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan ''gotong royong''. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong, alangkah hebatnya ! Negara Gotong Royong ! (tepuk tangan riuh-rendah).
''Gotong Royong'' adalah faham yang dinamis, lebih dinamis dari kekeluargaan saudara-saudara. Kekeluargaan adalah satu faham yang statis, tetapi gotong royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan yang dinamakan anggota yang terhormat Soekardjo satu karjo, satu gawe.
Marilah kita menyelesaikan karjo, gawe, pekerjaan, amal ini, bersama-sama ! Gotong royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua, Ho-lopis-kuntul-baris buat semua kepentingan bersama itulah gotong royong.
Prinsip Gotong Royong diantara yang kaya dan yang tidak kaya, antara yang Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia. Inilah saudara-saudara yang saya usulkan kepada saudara-saudara.
Pancasila menjadi Trisila, Trisila menjadi Eka Sila. Tetapi terserah kepada tuan-tuan, mana yang tuan-tuan pilih : Tri Sila, Eka sila, ataukah Pancasila ? isinya telah saya katakan pada saudara-saudara semuanya. Prinsip-prinsip seperti yang saya usulkan kepada saudara-saudara ini adalah prinsip untuk Indonesia Merdeka yang abadi.
Puluhan tahun dadaku telah menggelora dengan prinsip-prinsip itu. Tetapi jangan lupa kita hidup dimasa peperangan saudara-saudara. Didalam masa peperangan itulah kita mendirikan negara Indonesia, didalam gunturnya peperangan.
Bahkan saya mengucapkan syukur Alhamduli'llah kepada Allah Subhanahu wata'ala, bahwa kita mendirikan negara Indonesia bukan didalam sinarnya bulan purnama, tetapi dibawah palu godam peperangan dan didalam api peperangan.
Timbullah Indonesia Merdeka, Indonesia yang gemblengan, Indonesia Merdeka yang digembleng dalam api peperangan, dan Indonesia Merdeka yang demikian itu adalah negara Indonesia yang kuat, bukan negara Indonesia yang lambat laun menjadi bubur. Karena itulah saya mengucapkan syukur kepada Allah S.W.T.
Berhubung dengan itu, sebagai yang diusulkan oleh beberapa pembicara-pembicara tadi, barangkali perlu diadakan noodmaatregel, peraturan yang bersifat sementara. Tetapi dasarnya, isinya Indonesia Merdeka yang kekal abadi menurut pendapat saya, haruslah Pancasila.
Sebagai dikatakan tadi, saudara-saudara, itulah harus Weltanschauung kita. Entah saudara-saudara mufakatinya atau tidak tetapi saya berjuang sejak tahun 1918 sampai tahun 1945 sekarang ini untuk Weltanschauung itu.
Untuk membentuk nasionalistis Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia ; untuk kebangsaan Indonesia yang hidup didalam peri-kemanusiaan ; untuk permufakatan ; untuk sociale rechtvaardigheid ; untuk ke-Tuhanan. Pancasila, itulah yang berkobar-kobar didalam dada saya sejak berpuluh-puluh tahun. Tetapi saudara-saudara diterima atau tidak, terserah kepada saudara-saudara.
Tetapi saya sendiri mengerti seinsyaf-insyafnya, bahwa tidak ada satu Weltanschauung dapat menjelma dengan sendirinya, menjadi realiteit dengan sendirinya. Tidak ada satu Weltanschauung dapat menjadi kenyataan menjadi realiteit jika tidak dengan perjuangan. Janganpun Weltanschauung yang diadakan oleh manusia janganpun yang diadakan oleh Hitler, oleh Stalin, oleh Lenin, oleh Sun Yat Sen.
''De Mensch'', manusia, harus perjuangkan itu. Zonder perjuangan itu tidaklah ia akan menjadi realiteit ! Leninisme tidak bisa menjadi realiteit zonder perjuangan seluruh rakyat Rusia, San Min Chu I tidak dapat menjadi kenyataan zonder perjuangan bangsa Tionghoa, saudara-saudara ! Tidak ! Bahkan saya berkata lebih lagi dari itu : zonder perjuangan manusia tidak ada satu hal agama, tidak ada satu cita-cita agama yang dapat menjadi realiteit.
Janganpun buatan manusia, sedangkan perintah Tuhan yang tertulis didalam kitab Qur'an, zwart op wit (tertulis diatas kertas), tidak dapat menjelma menjadi realiteit zonder perjuangan manusia yang dinamakan ummat Islam. Begitu pula perkataan-perkataan yang tertulis didalam kitab Indjil, cita-cita yang termasuk didalamnya tidak dapat menjelma zonder perjuangan ummat Kristen.
Maka dari itu, jika kalau bangsa Indonesia ingin supaya Panca Sila yang saya usulkan itu, menjadi satu realiteit yakni jika kalau kita ingin hidup menjadi satu bangsa, satu nationaliteit yang merdeka, ingin hidup sebagai anggota dunia yang merdeka, yang penuh dengan perikemanusiaan, ingin hidup diatas dasar permusyawaratan, ingin hidup sempurna dengan sociale rechtvaardigheid, ingin hidup dengan sejahtera dan aman, dengan ke-Tuhanan yang luas dan sempurna, janganlah lupa dengan syarat untuk menyelenggarakannya ialah perjuangan, perjuangan, dan sekali lagi perjuangan.
Jangan mengira bahwa dengan berdirinya negara Indonesia Merdeka itu perjuangan kita telah berakhir. Tidak ! Bahkan saya berkata : Didalam Indonesia Merdeka itu perjuangan kita harus berjalan terus, hanya lain sifatnya dengan perjuangan sekarang, lain coraknya.
Nanti kita bersama-sama sebagai bangsa yang bersatu padu berjuang terus menyelenggarakan apa yang kita cita-citakan didalam Panca Sila. Terutama didalam zaman peperangan ini, yakinlah, insyaflah, tanamkanlah dalam kalbu saudara-saudara, bahwa Indonesia Merdeka tidak dapat datang jika bangsa Indonesia tidak berani mengambil resiko, tidak berani terjun menyelami mutiara didalam samudera yang sedalam-dalamnya.
Jika bangsa Indonesia tidak bersatu tidak menekad mati-matian untuk mencapai merdeka, tidaklah kemerdekaan Indonesia itu akan menjadi milik bangsa Indonesia buat selama-lamanya, sampai keakhir zaman. Kemerdekaan hanyalah diperdapat dan dimilikioleh bangsa yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad ''Merdeka, merdeka atau mati''.
Saudara-saudara ! Demikianlah saya punya jawab atas pertanyaan Paduka Tuan Ketua. Saya minta ma'af, bahwa pidato saya ini menjadi panjang lebar, dan sudah meminta tempo yang sedikit lama, dan saya juga minta ma'af karena saya telah mengadakan kritik terhadap catatan Zimukyokutyoo yang saya anggap ''verschrikkelijk zwaarwichtig'' itu. Terima kasih !
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
Post a Comment for "Lahirnya Panca Sila (Dokuritsu Zyumbi Tyoosakai) "