Perjuangan Pancasila melawan kolonialisme dan imperialisme
Perjuangan Pancasila melawan kolonialisme dan imperialisme
Pancasila menjelaskan bahwa konsekwensi dari penerimaannya adalah berjuang melawan dan mengalahkan kolonialisme dan imperialisme, sedangkan dilapangan politik internasional berarti meletakkan hubungan antara-bangsa atas dasar toleransi terhadap pandangan filsafat masing-masing bangsa dan penolakan mutlak terhadap imperialisme dan kolonialisme terhadap hubungan antara negara yang tidak berdasar persamaan hak dan derajat.
Pancasila sebagai dasar piagam yang universil berarti membentuk suatu persahabatan antara semua bangsa didunia terutama di Asia-Afrika dan Amerika Latin atas dasar hormat-menghormati satu sama lain membentuk suatu dunia baru yang bersih dari imperialisme-kolonialisme menuju kepada perdamaian dunia dan kesejahteraan ummat manusia yang sempurna.
Pancasila sebagai konsepsi nasional oleh Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno ditegaskan sebagai berikut :
Saya tidak dapat berbicara atas nama Negara-negara Asia dan Afrika saya tidak diberi kuasa untuk itu dan bagaimanapun juga mereka sendiri cakap untuk mengemukakan pandangannya masing-masing. Akan tetapi saya diberi kuasa bahkan ditugaskan untuk berbicara atas nama bangsa saya yang berjumlah 92 juta itu.
Sesuatu itu kami namakan ''Pancasila''. Ya, ''Pancasila'' atau Lima sendi Negara kami. Lima Sila itu tidaklah langsung berpangkal pada Manifesto Komunis atau Declaration of Independence. Memang, gagasan-gagasan dan cita-cita itu mungkin sudah ada sejak berabad-abad, telah terkandung dalam bangsa kami, dan memang tidak mengherankan bahwa faham-faham mengenai kekuatan yang besar dan kejantanan itu telah timbul dalam bangsa kami selama dua ribu tahun peradaban kami dan selama berabad-abad kejayaan bangsa, sebelum imperialisme menenggelamkan kami pada suatu saat kelemahan nasional.
Jadi berbicara tentang Pancasila dihadapan tuan-tuan saya mengemukakan inti-sari dari peradaban kami selama dua ribu tahun. Apakah Lima Sendi itu ? Ia sangat sederhana : pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, kedua Nasionalisme, ketiga Internasionalisme, keempat Demokrasi dan kelima Keadilan Sosial. Perkenankanlah saya sekarang menguraikan sekedarnya tentang kelima pokok itu.
Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa. Bangsa saya meliputi orang-orang yang menganut berbagai macam Agama : ada yang Islam, ada yang Kristen, ada yang Budha dan ada yang tidak menganut sesuatu Agama. Meskipun demikian untuk 85% dari sembilan puluh dua juta rakyat kami, bangsa Indonesia terdiri dari para pengikut Islam.
Berpangkal pada kenyataan ini dan mengingat akan berbeda-beda tetapi bersatunya bangsa kami, kami menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai yang paling utama dalam filsafah hidup kami. Bahkan mereka yang tidak percaya kepada Tuhan-pun, karena toleransinya yang menjadi pembawaan, mengakui bahwa kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa merupakan karakteristik dari bangsanya sehingga mereka menerima Sila pertama ini.
Kemudian sebagai nomer dua ialah Nasionalisme. Kekuatan yang membakar dari nasionalisme dan hasrat akan kemerdekaan mempertahankan hidup kami dan memberi kekuatan kepada kami sepanjang kegelapan penjajahan yang lama dan selama berkobarnya perjuangan kemerdekaan.
Dewasa ini kekuatan yang membakar itu masih tetap menyala-nyala didada kami dan tetap memberi kekuatan hidup kepada kami. Akan tetapi nasionalisme kami sekali-kali bukanlah Chauvinisme. Kami sekali-kali tidak menganggap diri kami lebih unggul dari bangsa-bangsa lain.
Kami sekali-kali tidak pula berusaha untuk memaksakan kehendak kami kepada bangsa-bangsa lain. Saya mengetahui benar-benar bahwa istilah ''nasionalisme'' dicurigai bahkan tidak dipercayai dinegara-negara barat. Hal ini disebabkan karena Barat telah memperkosa dan memutarbalikkan nasionalisme.
Padahal nasionalisme yang sejati masih tetap berkobar-kobar dinegara-negara Barat. Jika tidak demikian maka Barat tidak akan menentang dengan senjata chauvinisme Hitler yang agresif. Tidakkah nasionalisme sebutlah jika mau, patriotisme mempertahankan kelangsungan hidup semua bangsa ?
Siapa yang berani menyangkal bangsa yang melahirkan dia? Siapa yang berani berpaling dari bangsa yang menjadikan dia ? Nasionalisme adalah mesin besar yang menggerakkan dan mengawasi semua kegiatan internasional kita; nasionalisme adalah sumber besar dan inspirasi agung dari kemerdekaan.
Nasionalisme kami di Asia dan Afrika tidaklah sama dengan yang terdapat pada sistim negara-negara Barat. Di Barat, nasionalisme berkembang sebagai kekuatan yang agresif yang mencari expansi serta keuntungan bagi ekonomi nasionalnya. Nasional di Barat adalah kakek dari imperialisme yang bapaknya adalah kapitalisme.
Di Asia dan Afrika dan saya kira juga di Amerika Latin nasionalisme adalah gerakan pembebasan suatu gerakan protes terhadap imperialisme dan kolonialisme, dan suatu jawaban terhadap penindasan nasionalisme chauvinis yang bersumber di Eropa, Nasionalisme Asia dan Afrika serta nasionalisme Amerika Latin tidak dapat ditinjau tanpa memperhatikan inti sosialnya.
Di Indonesia kami menganggap inti sosial itu sebagai pendorong untuk mencapai keadilan dan kemakmuran. Bukankah itu tujuan baik yang dapat diterima oleh semua orang? Saya tidak berbicara hanya tentang kami sendiri di Indonesia juga tidak hanya tentang saudara-saudara saya di Asia dan Afrika serta Amerika Latin. Saya berbicara tentang seluruh dunia. Masyarakat yang adil dan makmur dapat merupakan cita-cita dan tujuan semua orang.
Mahatma Gnadhi pernah berkata :
''Saya seorang nasionalis akan tetapi nasionalisme saya adalah perikemanusiaan'', kamipun berkata demikian. Kami nasionalis, kami cinta kepada bangsa kami, dan kepada semua bangsa. Kami nasionalis karena kami percaya bahwa bangsa-bangsa adalah sangat penting bagi dunia dimasa sekarang ini, dan kami akan tetap demikian sejauh mata dapat memandang kemasa depan. Karena kami nasionalis, maka kami mendukung dan menganjurkan nasionalisme dimana saja kami jumpainya.
Sila ketiga kami adalah internasionalisme. Antara nasionalisme dan internasionalisme tidak ada perselisihan atau pertentangan. Memang benar, bahwa internasionalisme tidak akan dapat tumbuh dan berkembang selain ditanah yang subur dari nasionalisme. Bukankah organisasi dari Perserikatan Bangsa Bangsa itu merupakan suatu bukti yang nyata dari hal ini ? Dahulu ada Liga Bangsa Bangsa.
Kini ada Perserikatan Bangsa Bangsa, nama-nama itu sendiri menunjukkan bahwa kedua-duanya tidak akan dapat tanpa adanya bangsa-bangsa dan nasionalisme. Justru adanya kedua organisasi itu menunjukkan bahwa bangsa-bangsa mengingini dan membutuhkan suatu badan internasional, dimana setiap bangsa mempunyai kedudukan yang sederajat.
Internasionalisme sama sekali bukan kosmopolitanisme yang merupakan penjangkalan terhadap nasionalisme yang anti nasional dan memang bertentangan dengan kenyataan. Sebetulnya Internasionalisme yang sejati adalah pernyataan dari nasionalisme yang sejati, dimana setiap bangsa menghargai dan menjaga hak-hak semua bangsa baik yang besar maupun yang kecil, yang lama maupun yang baru.
Internasionalisme yang sejati adalah tanda bahwa suatu bangsa telah menjadi dewasa dan bertanggung jawab telah meninggalkan kekanak-kanakan mengenal rasa keunggulan nasional atau rasial, telah meninggalkan penyakit kekanak-kanakan tentang chauvinisme dan kosmopolitanisme.
Sila keempat adalah demokrasi. Demokrasi bukanlah monopoli atau penemuan dari aturan sosial Barat. Lebih tegas demokrasi tempatnya merupakan keadaan asli dari manusia, meskipun diubah untuk disesuaikan dengan kondisi-kondisi sosial yang khusus.
Selama beribu-ribu tahun dari peradaban Indonesia kami telah mengembangkan bentuk-bentuk demokrasi Indonesia. Kami percaya, bahwa bentuk-bentuk ini mempunyai pertalian dan arti internasional. Ini adalah soal yang akan saya bicarakan kemudian.
Akhirnya, Sila yang penghabisan dan yang terutama ialah Keadilan Sosial. Pada keadilan sosial ini kami rangkaikan kemakmuran sosial, karena kami menganggap kedua hal ini tidak dapat dipisah-pisahkan. Benar, hanya suatu masyarakat yang makmur dapat merupakan masyarakat yang adil, meskipun kemakmuran itu sendiri bisa bersemayam dalam ketidak adilan sosial.
Demikianlah Pancasila kami. Ketuhanan Yang Maha Esa, Nasionalisme, Internasionalisme, Demokrasi dan Keadilan Sosial. Itulah dasar-dasar yang telah diterima sepenuhnya oleh bangsa saya dan yang dipergunakannya sebagai pedoman bagi segala kegiatan politik, ekonomi dan sosial.
Mereka bukannya menerima Pancasila semata-mata sebagai konsepsi ideologi belaka, melainkan sebagai suatu pedoman yang praktis untuk bertindak. Mereka diantara bangsa saya yang berusaha menjadi pemimpin tetapi menolak Pancasila ditolak pula oleh bangsa Indonesia.
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
Post a Comment for "Perjuangan Pancasila melawan kolonialisme dan imperialisme"