Tiap Revolusi mengenal Dinamika, Romantik dan Logik.
Tiap Revolusi mengenal Dinamika, Romantik dan Logik.
Memang kita dengan tegas ingin menang dalam Revolusi kita ini. Kita ingin supaya Rakyat yang berjuang dapat memetik buahnya dari segala penderitaan dan pengorbanannya. Revolusi harus kita menangkan. Dan untuk itu perlu ada pimpinan yang sadar dan revolusioner; ini adalah lumrah, wajar atau logis.
Adalah satu kenyataan bahwa Revolusi disamping ia mengenal Dinamik dan disamping ia juga mengenal Romantik, ia mengenal pula Logik. Dan logika revolusi dimana-manapun juga ialah:
Pertama : Sekali Revolusi kita cetuskan, ia harus diselesaikan dengan lain perkataan ia tidak boleh kita tinggalkan apalagi ditinggalkan ditengah jalan diwaktu tujuan-tujuan Revolusi itu belum tercapai sama sekali.
Kedua : Pimpinan Revolusi seharusnya terus ditangan orang-orang atau golongan-golongan serta kekuatan-kekuatan yang revolusioner; artinya yang berjiwa, berfikir dan bertindak revolusioner; dan tidak mungkin Revolusioner akan berhasil dalam tujuannya kalau pimpinannya sampai jatuh ketangan pihak-pihak yang sama sekali tidak mengerti akan hakekat Revolusi, apalagi ketangan pihak-pihak yang kontra dan anti-revolusioner.
Ketiga : Bahwa setiap Revolusi akan bergerak lancar, bila gerakan itu benar-benar didasari oleh teori-teori yang revolusioner; hal ini selaras dengan apa yang selalu didengungkan oleh Bung Karno sejak 40 tahun yang lalu sampai sekarang sebagai Pimpinan Besar Revolusioner tak mungkin ada gerakan yang revolusioner.
Saudara-saudara pendengar sekalian. Camkanlah sekali lagi. Tiap revolusi mengenal ia punya Dinamik, tiap Revolusi kenal ia punya Romantik, dan tiap Revolusi kenal ia punya Logik. Demikian juga dengan revolusi kita. Revolusi kita adalah ibarat gelombang yang penuh dengan gerak dinamiknya pasang-naik dan pasang-surut gelombang itu.
Revolusi kita mengenal pula cahaya-cahaya bulan purnama, tapi pula mengenal gelap-gelitanya serta suasana samar-samarnya magrib, yang seringkali menyebabkan kita semua seakan-akan terpakau dalam alam romantik, dimana alam-perasaan kita silih berganti di-isi dengan perasaan-perasaan gembira-cinta terhadap kemenangan-kemenangan Revolusi, tapi juga sedih-benci terhadap kekalahan-kekalahan dalam perjuangan kita.
Tapi Revolusi kita mengenal logiknya, kewajarannya seorang pejuang yang penuh dengan jiwa dinamik dan romantik yang ingin bahwa perjuangan Rakyat kita menang. Dan Logika daripada Revolusi kita ialah bercabang tiga.
Tiga cabang Revolusi:
a. Revolusi yang belum selesai harus kita selesaikan,
b. Revolusi harus dipimpin oleh tenaga-tenaga revolusioner, dan
c. Revolusi harus berdasarkan teori-teori yang revolusioner pula sehingga dengan demikian jangan sampai ada orang mengartikan revolusi sebagai ''hamuk-hamukan'' dan hantam-kromo-hantam-kromoan, tanpa dasar, arah dan tujuan.
Para pendengar sekalian, Sesuai dengan Logik revolusi ini, maka dalam Manipol akan Saudara jumpai suatu penarikan garis yang tegas antara Revolusi dan kontra-Revolusi dan antara sahabat-sahabat Revolusi dan musuh-musuh Revolusi.
Penarikan garis ini tidak didasarkan atas ukuran-ukuran yang subyektif, tetapi atas ukuran-ukuran yang obyektif. Penarikan garis yang obyektif inilah yang akhirnya dapat menghindarkan diri kita daripada pertentangan-pertentangan yang dibuat-buat untuk mengadu-domba antara kita dengan kita, dalam arti kata mengadu-domba antara kekuatan-kekuatan yang wajar revolusioner dibentrokkan dengan kekuatan-kekuatan revolusioner lainnya.
Dengan menghindarkan ini, maka akan lebih menonjol pertentangan yang wajar antara kekuatan-kekuatan yang revolusioner dengan kekuatan-kekuatan yang anti dan kontra-revolusioner; dan dalam pertentangan ini kekuatan-kekuatan revolusi-lah yang harus menang.
Manipol menunjukkan jalan untuk mencapai kemenangan itu. Jalan itu harus melalui bangkainya kolonialisme. Kita harus membersihkan diri kita dari bangkai kolonialisme itu, baik badaniyah maupun rohaniah. Kita harus terus-menerus mendekolonisir diri kita sendiri.
Dan memang Manipol berisikan cara-cara ''de-colonization'' Bangsa kita. Perkataan ''de-colonization'' memang diwaktu belakangan ini banyak digunakan oleh ahli-ahli sejarah dalam melihat Revolusi Asia-Afrika abad ke-2-0 ini.
Dengan penuh kebanggaan kita dapat menunjukkan kepada ahli-ahli sejarah ini, bahwa Manipol adalah suatu ''de-colonization'' policy yang tegas; secara negatif terus menyerang kolonialisme dimanapun ia masih berada, dan secara positif membangunkan suatu kemerdekaan dan kebahagiaan Bangsa, jasmaniah dan rohaniah, dimana martabat manusia dapat berkembang kembali secara wajar. Saudara-saudara sekalian, tentang hal ini Preambul daripada perincian Dewan Pertimbangan Agung mengenai Manipol menegaskannya dengan jelas.
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
Post a Comment for "Tiap Revolusi mengenal Dinamika, Romantik dan Logik."