Pertempuran di Yogyakarta.
Pertempuran di Yogyakarta.
Pertempuran senjata dan perkantoran juga dilakukan oleh kesatuan-kesatuan di Jogyakarta. Beberapa pabrik dan perusahaan, kantor dan jawatan telah berhasil dikuasai oleh pemuda dan rakyat Jogyakarta. Pada tanggal 29 September 1945, Komite Nasional Indonesia Daerah Jogyakarta mengumumkan bahwa seluruh kekuasaan pemerintahan telah berada di tangan Republik Indonesia.
Kepala daerah Jogyakarta yang dijabat oleh Jepang yang disebut Cokan harus meninggalkan kantornya di Jl. Mallioboro. Tanggal 5 Oktober 1945, Gedung Cokan Kantai berhasil direbut dan kemudian dijadikan sebagai Kantor Komite Nasional Indonesia Daerah. Gedung Cokan Kantai kemudian dikenal dengan Gedung Nasional atau Gedung Agung.
Satu hari setelah perebutan Gedung Cokan Kantai, para pejuang Jogyakarta ingin melakukan perebutan senjata dan markas Asha Butaicho di Kota Baru. Untuk itu, pada tanggal 6-10-1945 diadakan perundingan antara pihak Indonesia dengan Jepang.
Perundingan itu diadakan di dalam markas Osha Buaticho di Kota Baru. Dalam perundingan itu, utusan pihak Indonesia mendesak agar Jepang secara sukarela menyerahkan senjata dan kekuasaannya. Otsuka kemudian mengatakan bahwa untuk menyerahkan senjata harus menunggu perintah dari Jenderal Nakamura di Magelang.
Rakyat dan para pemuda terus mengepung markas Osha Buaticho di Kota Baru. Rakyat dan para pemuda terdiri dari berbagai kesatuan antara lain TKR, Polisi Istimewa, dan BPU (Barisan Penjaga Umum) sudah bertekad untuk menyerbu markas Jepang di Kota Baru.
Rakyat dan para pemuda dengan senjata seperti parang dan bambu runcing sudah siap tinggal menunggu komando. Selain itu, ada kekuatan inti yang menggunakan senjata api, yaitu sebagai berikut :
- Pasukan Polisi Istimewa yang dipimpin oleh Oni Sastroatmojo.
- Pasukan TKR dibawah komando Soeharto.
Mendengar bahwa rakyat melancarkan serangan hebat di Kota Baru maka Butaico Pingit segera menghubungi TKR dan menyatakan menyerah, asal anak buahnya tidak disiksa. Hal ini diterima baik oleh TKR kemudian TKR meminta Butaicho Pingit dapat mempengaruhi Butaicho Kota Baru agar menyerah.
Akibatnya serangan para pejuang Indonesia semakin ditingkatkan. Jepang semakin kewalahan kemudian mengadakan kontak kepada pihak para pejuang Indonesia untuk berdamai. Para pejuang Indonesia boleh memasuki markas.
Setelah pintu dibuka maka para pemuda pejuang memasuki pintu ternyata di tempat itu telah disambut tembakan genear senapan mesin yang sudah disiapkan Jepang. Dengan demikian banyak para pejuang kita gugur. Melihat pemandangan itu para pejuang kita mengamuk.
Gudang senjata diserbu oleh para pemuda. Beberapa pemuda telah berhasil memasuki markas Osha Buaticho di Kota Baru melalui selokan saluran air dan langsung berhadapan dengan Otsuka. Ternyata Otsuka mau menyerah asalkan dihadapan Jogja Koo (kepala daerah) Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Akhirnya tanggal 7 Oktober 1945 sekitar pukul 10.00 WIB, Otsuka Butaicho di Kota Baru secara resmi menyerah.
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
- Perang jawa (1825 -1830)
- Daerah-daerah untuk dijadikan markas menyusun perang gerilya di Jawa
- PERAN DUNIA INTERNASIONAL
- Respon daerah terhadap pembentukan negara RI
- Perlawanan Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme Barat
- Kisah merah putih di Manado, lautan api dan margarana.
- Pemberontakan PKI pada tanggal 6 November 1926 -1927
- Tragedi Pertempuran 5 Hari di Semarang Indonesia
- Puputan Margarana 20 November 1946
Post a Comment for "Pertempuran di Yogyakarta."