Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tahap-tahapan peristiwa G 30 S/PKI

Tahap-tahapan peristiwa G 30 S/PKI 

Dalam dokrit komunis telah dinyatakan dengan jelas bahwa partai komunis dimanapun ia berada selalu bertujuan untuk merebut kekuasaan negara dengan menghalalkan segala cara dalam menyingkirkan kekuatan politiknya. Hal ini ditempuh rangka menegakkan ditaktor proletariat.

a. Tahapan persiapan.

Setelah PKI berhasil melakukan penyusupan ke dalam tubuh aparatur negara termasuk ABRI, organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan, mencapai taraf yang oleh PKI dinilai sudah cukup kuat. PKI mulai melaksanakan kegiatan tahap ofensif revolusioner yaitu dengan melakukan tindakan sabotase, aksi sepihak dan aksi teror.

 G 30 S/PKI

1. Tindakan sabotase yang dilakukan PKI adalah dengan melakukan sabotase terhadap sarana-sarana vital pemerintah yaitu pada tanggal 11 Januari 1964 terjadilah tabrakan kereta api di stasiun Purwokerto. Akibat melanggar sinyal. Kemudian kasus yang lainnya di Kalyoso Solo, Kroya, Cilacap, Cirebon, Semarang dan Cipapar Jawa Barat.

2. Pada HUT ke-44 PKI di Semarang ketu PKI DN. Aidit dengan 57 tokoh PKI dengan Himpunan Sarjana Indonesia (HIS) yang berafiliansi dengan PKI, mengadakan gerakan ''turun bawah'' (Tuba), sekaligus mengadakan penelitian. Tujuannya adalah membuktikan bahwa petani di daerah Jawa sangat miskin dan sangat potensial untuk dipengaruhi dan digerakkan untuk menuntut pelaksanaan Undang-Undang No. 2/1960 dan Undang-Undang Pokok Agraria No. 5/1960.

3. Dalam upayanya meningkatkan situasi revolusioner, PKI memanfaatkan situasi anti Neokolonialisme-Imperialisme (Nekolim) dengan menempatkan Amerika Serikat dan Inggris sebagai sasarannya. Pada awal Desember 1964, sejumlah massa pendukung PKI mengadakan demontrasi untuk memprotes kehadiran dan kegiatan Kantor Penerangan Amerika Serikat, United States Information States (USIS) di seluruh Indonesia.

4. Agitasi dan propaganda untuk menciptakan situasi ofensif revolusioner, PKI melakukan agitasi dan propaganda dengan tujuan untuk lebih membakar emosi massa dengan menggunakan unsur-unsur pers kantor berita dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

5. Isu Dewan Jenderal dalam rangka mendeskriditkan TNI-AD,PKI melandaskan isu Dewan Jenderal yang diciptakan oleh Biro Khusus PKI, sebagai bahan perang urat syaraf untuk membuat citra buruk terhadap pimpinan TNI-AD di mata masyarakat.

6. Isu Dokumen Sir Andrew Gilchris adalah nama duta besar Inggris di Jakarta yang bertugas pada tahun 1963-1966. Pada tanggal 15 Mei 1965, Dr. Soebandrio menerima surat yang seolah-olah dibuat oleh Duta Besar Inggris, Gilchris mengenai koordinasiya dengan Duta Besar Amerika dalam menangani situasi di Indonesia. Di dalam surat tersebut disebutkan kata-kata ''Our woal army friend'' yang memberikan kesan adanya kerjasama antara TNI dengan Inggris sebagai kekuatan Nekolim.

Selain melakukan tindakan tersebut diatas PKI juga menggunakan cara-cara parlementer, yaitu dengan mengusulkan adanya Angkatan Kelima yakni buruh dan petani dengan dalih untuk membantu ABRI dalam rangka Dwikora.

b. Tahap pelaksanaan.

Sebelum terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965 tersiar kabar bahwa kesehatan Presiden Soekarno mulai menurun dan berdasarkan diagnotis dokter RRC ada kemungkinan Presiden Soekarno akan lumpuh atau meninggal. Mengetahui hal seperti itu, DN Aidit langsung mengambil suatu keputusan untuk memulai gerakan.

Rencana gerakan diserahkan kepada Kamaruzaman (Syam) yang diangkat sebagai ketua Biro Khusus PKI dan disetujui oleh DN Aidit. Biro Khusus itu menghubungi kadernya dikalangan ABRI, seperti Brigjen Suparjo. Letkol Untung dari Cakrabirawa, Kolonel Sunardi dari TNI-AL, Marsekal Madya Oemar Dani dari TNI-AU dan Kolonel Anwar dari kepolisian.

Menjelang pelaksanaan G 30 S/PKI beberapa kali PKI mengadakan pertemuan rahasia dengan tempat berpindah-pindah. Dari pertemuan itu PKI menetapkan bahwa Gerakan 30 September 1965 secara fisik dilakukan dengan kekuatan militer yang dipimpin oleh Kolonel Untung, Komandan Bataliyon I Resimen Cakrabirawa (pasukan pengawal Presiden) yang bertindak sebagai pimpinan formal seluruh gerakan.

Pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 01.30 Letkol Inf. Untung diikuti Syam, Pono, Brigjen Soeparjo, Kolonel Ing. Latief tiba di Lubang Buaya. Ia memberikan perintah pelaksanaan kepada semua komandan pasukan agar segera berangkat menuju sasaran masing-masing yang telah ditetapkan.

Sebagai daerah pemunduran adalah Pondok Gede karena daerah tersebut berada dibawah tugas Mayor Udara Sujono, Komandan Resimen Pasukan Pertahanan Pangkalan (PPP) dari pangkalan Halim Perdana Kusuma yang letaknya berdekatan dengan daerah basis latihan Lubang Buaya. Untuk berbagai tugas dibentuklah beberapa pasukan, yaitu :

1. Pasukan Pasopati tugasnya menculik para Jenderal TNI-AD dan membawanya ke Lubang Buaya.
2. Pasukan Bima Sakti dipimpin oleh Kapten Inf. Suradi bertugas menguasai Jakarta dan membaginya menjadi enam sektor.
3. Pasukan Gatutkaca Berfungsi sebagai cadangan yang bertugas menampung hasil penculikan serta melaksanakan pembunuhan dan penguburan korban-korban penculikan. Korban-korban penculikan tersebut adalah enam perwira tinggi dan perwira pertama Angkatan Darat yang dikubur dalam satu sumur tua dan ditimbun dengan sampah dan tanah.

Ketujuh korban tersebut adalah : Letjen A. Yani, Mayjen MT. Haryono, Brigjen Panjaitan, yang masing-masing dibunuh di rumahnya. Sedangkan Mayjen Suprapto, Mayjen S. Parman, Brigjen Sutoyo Siswomiharjo, dan Lettu Piere Tendean dibunuh di Lubang Buaya.

Pada saat terjadinya penculikan dirumah Jenderal AH.Nasution yang berhasil menyelamatkan diri. Putrinya yang bernama Ade Irma Suryani menjadi korban. Pada waktu yang bersamaan G 30 S/PKI juga mengadakan percobaan perebutan kekuasaan di Yogyakarta, Solo, Wonogiri, dan Semarang.

Selanjutnya gerakan tersebut mengumumkan berdirinya Dewan Revolusi melalui RRI pada tanggal 1 Oktober 1965. Dewan Revolusi yang dipancarkan lewat RRI dibacakan oleh Letkol Untung. Sementara itu Dewan Revolusi di daerah Yogyakarta diketuai oleh Mulyono melakukan penculikan terhadap Kolonel Katamso dan Kolonel Sugiono, kedua perwira TNI-AD ini dibunuh oleh gerombolan penculik di desa Kentungan sebelah utara kota Yogyakarta.

b. Tahap penumpasan.

Operasi penumpasan G 30 S/PKI dilakukan pada tanggal 1 Oktober 1965 dipimpin Panglima Kostrad Mayjen Suharto. Operasi penumpasan tersebut diusahakan sedapat mungkin tidak menimbulkan bentrokan senjata. Langkah-langkah yang ditempuh dalam penumpasan PKI yaitu :

1. Mengkoordinasi semua angkatan yang ada yakni AL, AD, dan kepolisian melalui panglima masing-masing. Angkatan Udara tidak disertakan karena terlibat dalam G 30 S/PKI.

2. Menetralisir pasukan yang berada di Medan Merdeka yang dimanfaatkan PKI. Pasukan tersebut adalah Bataliyon 503/Brawijaya dan Bataliyon 545 Diponegoro. Anggota pasukan Bataliyon 503/Brawijaya berhasil disadarkan sedagkan pasukan Bataliyon 545/Diponegoro tetap membangkang dan mengundurkan diri ke Halim Perdana Kusuma.
    
3. Pada tanggal 1 Oktober 1965 pukul 17.00 WIB pasukan RPKAD berhasil menduduki gedung RRI, gedung telekomunikasi, Monas dan Istana Merdeka.

4. Setelah RRI berhasil dikuasai pada pukul 20.00 WIB, Mayjen Soeharto. Selaku pimpinan sementara Angkatan Darat mengumumkan adanya usaha perebutan kekuasaan. Usaha perebutan kekuasaan tersebut dilakukan oleh gerombolan yang menamakan dirinya ''Gerakan 30 September 1965'' serta melakukan penculikan terhadap enam perwira Angkatan Darat.

5. Pada tanggal 2 Oktober 1965 operasi dilanjutkan untuk merebut Lanud Halim Perdana Kusuma dan berhasil dikuasai pada pukul 15.00 WIB.

6. Operasi diteruskan dengan mencari dan menyusur para korban. Akhirnya jenazah para perwira berhasil ditemukan atas petunjuk Poltas Sukitman yang pernah ditahan di Lubang Buaya namun berhasil meloloskan diri.

7. Tanggal 4 Oktober 1965 jenazah para korban mulai diambil dan tanggal 5 Oktober 1965 para korban mulai dimakamkan di pemakaman Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Para perwira yang menjadi korban G 30 S/PKI kemudian diangkat menjadi Pahlawan Revolusi berdasarkan Keppres/Pangti ABRI/KOTI No. III/KOTI/1965 tanggal 5 Oktober 1965. Mereka juga diberikan kenaikan pangkat setingkat secara Anumerta.

Karena tindakannya yang jelas-jelas mengkhianati bangsa dan negara beberapa daerah melakukan tindakan pembekuan terhadap kegiatan PKI dan ormas-ormasnya. Ketujuh ormas itu adalah Pemuda Rakyat, Gerwani, BTI, CGMI, Perhimpunan Mahasiswa Indonesia, Himpunan Sarjana Indonesia dibekukan pada tanggal 16 Oktober 1965 dan SOBSI menyusul dibekukan tanggal 27 Oktober 1965. 

Baca juga selanjutnya di bawah ini :

Post a Comment for "Tahap-tahapan peristiwa G 30 S/PKI"