Pasca Pemilu 1997 (4 mahasiswa Trisakti menjadi korban)
Pasca Pemilu 1997 (4 mahasiswa Trisakti menjadi korban)
Reformasi merupakan perubahan yang radikal dan menyeluruh untuk perbaikan. Perubahan yang mendasar atas paradigma baru atau kerangka berpikir baru yang dijiwai oleh suatu pandangan keterbukaan dan transparansi merupakan tuntutan dalam era reformasi.
Reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional dalam berbagai bidang kehidupan. Ketika terjadi krisis ekonomi, politik, hukum dan krisis kepercayaan, maka seluruh rakyat mendukung adanya reformasi dan menghendaki adanya pergantian pemimpin yang diharapkan dapat membawa perubahan Indonesia di segala bidang ke arah yang lebih baik.
Perkembangan Politik Pasca Pemilu 1997
Di tengah-tengah perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara terjadilah ganjalan dalam kehidupan berpolitik menjelang Pemilu 1997 disebabkan adanya peristiwa 27 Juli 1996, yaitu adanya kerusuhan dan perusakan gedung DPP PDI yang membawa korban jiwa dan harta.
Tekanan pemerintah Orde Baru terhadap oposisi sangat besar dengan adanya tiga kekuatan politik yakni PPP, GOLKAR, PDI, dan dilarang mendirikan partai politik lain.
Hal ini berkaitan dengan diberlakukan paket UU Politik, yaitu :
a. UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilu.
b. UU No. 2 Tahun 1985 tentang susunan dan kedudukan anggota MPR, DPR, DPRD yang kemudian disempurnakan menjadi UU No. 5 Tahun 1995.
c. UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
d. UU o. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Pertikaian sosial dan kekerasan politik terus berlangsung dalam masyarakat sepanjang tahun 1996, kerusuhan meletus di Situbondo, Jawa Timur Oktober 1996. Kerusuhan serupa terjadi di Tasikmalaya, Jawa Barat Desember 1996, kemudian di berbagai daerah di Indonesia.
Pemilu 1997, dengan hasil Golkar sebagai pemenang mutlak. Hal ini berarti dukungan mutlak kepada Soeharto makin besar untuk menjadi presiden lagi di Indonesia dalam sidang MPR 1998. Pencalonan kembali Soeharto menjadi presiden tidak dapat dipisahkan dengan komposisi anggota DPR/MPR yang mengandung nepotisme yang tinggi bahkan hampir semua putra-putrinya tampil dalam lembaga negara ini.
Terpilihnya kembali Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia dan kemudian membentuk Kabinet Pembangunan VII yang penuh dengan ciri nepotisme dan kolusi. Mahasiswa dan golongan intelektual mengadakan protes terhadap pelaksanaan pemerintahan ini.
Di samping hal tersebut di atas sejak 1997 Indonesia terkena imbas krisis moneter di Asia Tenggara. Sistem ekonomi Indonesia yang lemah tidak mampu mengatasi krisis bahkan kurs rupiah pada 1 Agustus 1997 dari Rp. 2.575,00 menjadi Rp. 5.000,00 per dolar Amerika.
Ketika nilai tukar makin memburuk krisis lain menyusul yakni pada akhir tahun 1997 pemerintah melikuidasi 16 bank. Kemudian disusul membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang bertugas mengawasi 40 bank bermasalah.
Kepercayaan dunia terhadap kepemimpinan Soeharto makin menurun. Pada April 1998, 7 bank dibekukan operasinya dan nilai rupiah terus melemah sampai Rp. 10.000 perdolar. Hal ini menyebabkan terjadinya aksi mahasiswa di berbagai kota di seluruh Indonesia.
Keadaan makin kacau ketika pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan. Tanggal 4 Mei 1998 aksi anti Soeharto makin meluas bahkan pada tanggal 12 Mei 1998 aksi mahasiswa Trisakti berubah menjadi bentrok fisik yang membawa 4 korban meninggal yakni Elang Mulia, Hari Hartanto, Hendriawan, dan Hafiadin Royan.
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
- Pengunduran diri Presiden Soeharto (21 Mei 1998)
- Konflik agama terjadi di Maluku
- Perlawanan Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme Barat
- Keadaan konflik Sulawesi Tengah
- Konflik terjadi di Kalimantan Tengah
- Konflik Kalimantan Barat
- Kondisi sosial dan politik RI setelah 21 Mei 1998
- Pasca Pemilu 1997 (4 mahasiswa Trisakti menjadi korban)
- Konflik agama terjadi di Maluku
Post a Comment for "Pasca Pemilu 1997 (4 mahasiswa Trisakti menjadi korban) "