Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Dampak revolusi hijau dan industri terhadap teknologi

a. Perkembangan Industri.

Perkembangan industri di Indonesia tergantung dari beberapa faktor yang sulit untuk diubah. Pertama, sumber bahan mentah umumnya terletak di luar Jawa, demikian juga dengan potensi sumber energi. Kedua, industri pengolahan hasil pertanian seharusnya didirikan dekat dengan tempat penghasilnya untuk mempercepat proses pengangkutan. Ketiga, seharusnya pusat-pusat industri didirikan juga di daerah luar Jawa dalam rangka pemerataan pembangunan daerah dan menyerap tenaga kerja lokal. Keempat, prasarana untuk pengembangan industri hanya tersedia di Jawa, khususnya di Jawa Barat yang sejak lama telah memiliki tradisi industri kecil.

Pada saat ini sektor industri di Indonesia menghadapi masalah yang sulit, yaitu kurangnya tenaga ahli. Jumlah sumber daya manusia yang dimiliki oleh Indonesia sangatlah besar, tetapi tenaga terampil yang dibutuhkan oleh sektor industri masih sangat kurang.

Sehingga sumber daya manusia yang melimpah itu tidak terserap secara maksimal oleh sektor industri. Sektor industri Indonesia mulai dirintis pada dekade 1950-an yang dikelola oleh Badan Pusat Penyelenggaraan Industri dan Tambang (BPPIT). Pada saat itu ada beberapa proyek baru, seperti : Pabrik baja di Cilegon, pabrik kertas di Blabak (Magelang) dan Gowa, pabrik semen di Tonasa serta pabrik Petrokimia di Gresik.

Teknologi revolusi hijau

b. Dampak perkembangan industri.

1. Bagi penduduk desa.
  • Dibukanya berbagai industri di perkotaan telah menimbulkan daya tarik bagi penduduk desa untuk melakukan urbanisasi.
  • Industrialisasi membuka lapangan kerja di desa.
  • Dengan industrialisasi uang yang beredar di desa semakin banyak, barang yang beredar di desa juga semakin beragam, menyebabkan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2. Bagi penduduk kota.
  • Penduduk kota sangat menikmati berbagai macam fasilitas yang mendukung proses industrialisasi, misalnya listrik, telpon, jalan, air minum, pertokoan dan sebagainya.
  • Penduduk kota lebih besar peluangnya untuk memperoleh lapangan kerja di perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan, jasa dan perindustrian.
3. Kesenjangan.

c. Respon masyarakat Indonesia terhadap perubahan dunia ke arah globalisasi di bidang teknologi.

Globalisasi sebagai sebuah kenyataan yang tidak bisa dihindari bagi setiap bangsa atau negara, sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, siap atau tidak siap tampaknya harus mengikuti arus. Emanuel Richter menyatakan globalisasi ialah jaringan kerja global yang secara bersamaan menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencar-pencar dan terisolasi ke dalam saling ketergantungan dan persatuan dunia. 

~ Globalisasi mengandung fenomena sebagai berikut ini :

1. Homogenitas.
Fenomena globalisasi yang disebabkan oleh kemajuan teknologi komunikasi yang bersifat satu arah (televisi dan radio) maupun dua arah (telepon, internet) yang paling mengkhawatirkan ialah berlanjutnya homogenisasi masyarakat global itu sendiri. Nilai-nilai budaya, vitalitas, dan potensi asli ditinggalkan dan nilai-nilai yang telah dipaket dan diproduksi secara massal, diiklankan dan dijual ke pasar lalu diadopsi beramai-ramai.

2. Ketergantungan.
Negara-negara yang masih mengimpor teknologi komunikasi dan informasi, kebanyakan negara-negara berkembang, negara-negara ini akan terus mengalami ketergantungan yang berkepanjangan pada negara-negara maju yang amat menyadari betapa pentingnya mempertahankan keunggulan mereka.

3. Keterbukaan dan integrasi.
Kemajuan dibidang teknologi komunikasi menyebabkan dunia semakin terbuka dan terintegrasi. Batas-batas wilayah geografis suatu negara tidak begitu penting bagi banyak orang yang terbiasa memanfaatkan jasa komunikasi dan informasi.

Globalisasi telah merasuk ke dalam daerah kehidupan bangsa ini. Bahkan proses globalisasi yang berlangsung sejak akhir abad ke-20 semakin dalam menusuk jantung kehidupan bangsa dan telah menimbulkan dampak, khususnya di bidang teknologi. Salah satunya adalah revolusi teknologi telekomunikasi dan komputer.

Dalam dekade 80-an komputer belum banyak dipergunakan untuk berbagai kepentingan. Komputer belum menjadi properti publik. Saat itu komputer masih merupakan barang mewah. Layanan masyarakat masih menggunakan sistem manual.

Tetapi kondisi tersebut berubah ketika Indonesia memasuki akhir abad ke-20, masyarakat tidak lagi menganggap barang tersebut sesuatu yang mewah. Komputer menjadi konsumsi masyarakat. Layanan-layanan masyarakat hampir seluruhnya memakai sistem komputerisasi.

Seiring dengan kehadiran komputer pada awal dekade 90-an internet merambah dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia meresponnya secara positif. Pada saat itu jaringan internet di Indonesia lebih dikenal sebagai paguyuban network.

Semangat kerja sama kekeluargaan dan gotong royong sangat hangat dan terasa di antara para pelakunya. Namun pada perkembangannya suasana internet Indonesia terasa lebih komersial dan individual di sebagian aktifitasnya terutama yang melibatkan perdagangan internet.

Beberapa nama legendaris di awal pembangunan Internet Indonesia di tahun 1992 hingga 1994 antara lain RMS Ibrahim, Suryono Adisoemarta, Muhammad Ihsan, Robby Soebiakto, Putu, Firman Siregar, Adi Indrayanto, Onno W. Purbo. Mereka telah memberikan kontribusi keahlian dan dedikasinya dalam membangun jaringan komputer di Indonesia.

Baca juga di bawah ini :

Post a Comment for "Dampak revolusi hijau dan industri terhadap teknologi"