Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perang banjar 1859-1863 abad ke-19

Perang banjar 1859-1863 abad ke-19 

Perang Banjar merupakan peperangan di wilayah Kalimantan Selatan. Daerahnya berawa-rawa luas dan bersungai-sungai besar, serta tanahnya bergunung-gunung. Karena keadaan alam yang demikian memungkinkan perlawanan rakyat cukup lama dalam menghadapi Belanda.

Sebab-sebab terjadi peperangan ialah sebagai berikut ini :

  • Rakyat tidak senang dengan tindakan Belanda yang mengusahakan perkebunan dan pertambangan batu bara di Kalimantan Selatan.
  • Belanda terlalu banyak campur tangan dalam urusan tahta kerajaan Sultan Adam (1825 - 1857) menginginkan Prabu Anom sebagai calon penggantinya, tetapi Belanda tidak setuju lalu menetapkan seorang putra yang bodoh sebagai calon penggantinya. Setelah putra ini meninggal (1852), Sultan Adam mengangkat Pangeran Hidayatullah sebagai calon penggantinya. Tetapi Belanda menetapkan Pangeran Tamjidillah yang secara keturunan tidak berhak dan tidak disenangi rakyat sebagai penggantinya. Pangeran Hidayatullah menjadi Mangkubumi dan Pangeran Anom ditawan di Banjarmasin. Setelah Sultan Adam wafat, maka Tamjidillah diangkat sebagai Sultan baru (1857 - 1859). Untuk menjatuhkan nama Pangeran Hidayatullah diadakanlah suatu gara-gara di Tambang Pengaron, tetapi kemudian Belanda mengetahui bahwa tindakan tersebut merupakan tingkah Sultan Tamjidillah. Belanda menurunkannya sebagai sultan dan Kerajaan Banjar dihapus (1860). Pangeran Hidayatullah menyingkir ke pedalaman untuk mengadakan perlawanan.
  • Belanda bermaksud menguasai daerah Kalimantan Selatan dalam rangka melaksanakan Pax Neerlandica. Kebetulan diketemukan tambang batu bara di Pengaron dan Kalangan. Batu bara merupakan bahan penting untuk bahan bakar waktu itu. Perkebunan pun diusahakan antara lain di Gunung Jabuk. Sementara itu kedudukan Inggris di Kalimantan Utara perlu diimbangi Belanda di Kalimantan Selatan, Timur dan Barat.

Perang banjar 1859-1863 abad ke-19

Perlawanan secara politik dimulai di Muning dengan didirikan sebuah kerajaan baru oleh seorang petani bernama Aling. Hal itu dilakukan karena ia mendapat suara gaib, bahwa kerajaan yang didirikan akan dipimpin oleh Pangeran Antasari.

Sementara itu Pangeran Antasari telah menghimpun kekuatan dan menyerang kedudukan Belanda di perkebunan Gunung Jabuk dan membunuh pegawai-pegawainya. Pendudukan Belanda di Pengaron tidak berhasil. Kedudukan Belanda di Pulau Petak diserbu berulang kali oleh Pembekal Sulit.

Tiga kali dengan melalui sungai dan satu kali melalui jalan darat. Serangannya melalui sungai dilakukan dengan mempergunakan kotamara, yaitu benteng kayu di atas rakit. Martapura sering mendapat serangan dari Antasari, maupun Sultan Kuning, yaitu putra Aling.

Perbentengan suku Banjar didirikan di Gunung Lawak, Munggu Tayuh, dan Bukit Madang. Pertahanan di Bukit Madang cukup tangguh karena letaknya demikian strategis di atas bukit dengan dinding dari kayu besar-besar. Pertahanannya dipercayakan kepada Tumenggung Antaludin.

Beberapa kali Belanda menyerbu Benteng tersebut, mereka baru dapat menguasainya setelah benteng dikosongkan dan Tumenggung tersebut gugur dalam pertahanannya. Suatu pertempuran di Sungai Barito terjadi, dan kapal perang Onrust milik Belanda dapat dihancurkan karena siasat Tumenggung Suropati.

Ia pura-pura mau bekerja sama dengan Belanda sehingga dijamu di kapal. Tiba-tiba Tumenggung itu memerintahkan menyerang, sehingga seluruh awal kapal dapat dibinasakan, senjatanya dirampas dan kapal itu ditenggelamkan (1859). Untuk membalas kekalahannya dikirimkan kapal Suriname yang akhirnya mengalami kerusakan akibat tembakan Tumenggung Suropati dari bentengnya.

Seorang pejuang terkenal ialah Demang Lehman yang banyak membantu Pangeran Antasari maupun Pangeran Hidayatullah di daerah pedalaman. Seperti juga dengan siasat Tumenggung Suropati. Demang Lehman menyerah kepada Belanda (1861) dan dengan perantaraannya juga Pangeran Hidayatullah ikut menyerah (1862).

Tetapi Demang Lehman kembali mengadakan perlawanan di daerah Munggu Tayuh. Belanda berhasil menangkap dan menghukumnya dengan digantung di Martapura. Setelah Pangeran Hidayatullah ditawan Belanda beliau diasingkan ke Jawa.

Pangeran Antasari menjadi pimpinan utama perlawanan dan diangkat oleh rakyat sebagai Panembahan Amirudin Khalifatul Mu'mini. Dengan demikian maka perlawanan meningkat karena bersifat keagamaan. Perjuangannya tidak lama, karena ia wafat akibat sakit (1862).

Perjuangan diteruskan oleh putranya Mohammad Seman. Belanda dengan tokohnya Kolonel Andersen memerlukan beberapa waktu untuk dapat menguasai Kalimantan Selatan. Perang Banjar mirip dengan Perang Jawa, yaitu dilakukan oleh rakyat di bawah pimpinan pangeran.

Baca juga di bawah ini :

Post a Comment for "Perang banjar 1859-1863 abad ke-19"