Perebutan terusan suez
Perebutan terusan suez
Terusan Suez yang mempunyai arti penting dalam ekonomi, politik dan militer menjadi rebutan. Sejumlah pertikaian dan peperangan terjadi.a. Inggris.
Inggris sebagai negara lautan yang memiliki jajahan di sebelah timur Terusan Suez sangat berkepentingan akan terusan yang merupakan the key to India. Khedive Ismail (1863 - 1879) sebagai raja muda Mesir sangat royal hidupnya, sehingga banyak memerlukan uang.
Kesempatan tersebut dipergunakan oleh Inggris di bawah Perdana Menteri Disraeli dengan jalan membeli semua saham yang dimiliki Mesir seharga 100 juta franc. Sejak itu ganti Inggris yang menjadi pemegang utama saham dan perusahaan terusan pun lebih populer dengan Suez Canal Company (1875).
Tetapi, terusan yang terletak di wilayah Mesir itu perlu diamankan oleh Inggris. Waktu Khedive Ismail kehabisan uang lagi, ia meminjam kepada Inggris. Inggris meminjamkan sebanyak mungkin sampai Mesir tidak mungkin dapat membayarnya. Dengan alasan bahwa Mesir tidak dapat mengurus negaranya dengan baik, maka Inggris dan Prancis menempatkan orang-orangnya dalam pemerintahan Mesir.
Cara yang mencolok itu mendatangkan reaksi dari Arabi Pasha yang menginginkan pemerintahan Mesir dilakukan oleh bangsa Mesir sendiri. Perlawanan Arabi Pasha dihadapi Inggris dengan kekerasan dan akhirnya Inggrislah yang berperanan di Mesir (1882).
Setelah Perang Dunia I, Turki ada di pihak yang kalah, maka antara Inggris dan Mesir ditandatangani Universal Declaration (1922) yang berisi antara lain bahwa Inggris mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Mesir, dan Mesir dijadikan pangkalan operasinya.
Kedudukan Inggris diperkuat lagi dengan Perjanjian Persekutuan dengan Mesir yang antara lain menetapkan bahwa Inggris diperkenankan menggunakan pangkalan udara, pelabuhan, maupun alat-alat hubungan Mesir, dan dapat mempertahankan Terusan Suez dengan tentara sebanyak 10.000 orang dan 400 juru terbang sampai angkatan perang Mesir cukup kuat untuk menggantikannya (1936). Persetujuan tersebut berlaku untuk 20 tahun (1936 - 1956). Dengan demikian kedudukan Inggris di Terusan Suez makin kokoh, sehingga kepentingan politik, ekonomi, dan militernya lebih terjamin.
b. Nasionalisasi Terusan Suez.
Nasionalisme Asia - Afrika makin kuat pada abad ke-20. Iran di bawah Perdana Menteri Mossadegh menasionalisasi perusahaan minyak Inggris Anglo Iranian Oil Company (AIOC) menjadi National Iranian Oil Company (NIOC) tahun 1953.
Jejak Iran diikuti oleh Mesir di bawah Presiden Gamal Abdul Nasser dengan menasionalisasi Suez Canal Company (1956). Tindakan yang dirasakan merugikan Inggris - Prancis sebagai pemegang Saham yang besar, dibalas dengan mengadakan serangan militer atas Terusan Suez yang bertentangan dengan Suez Canal Convention yang mereka tanda tangani.
Israel yang tidak diizinkan melalui Terusan Suez oleh Mesir memanfaatkan kesempatan dengan menduduki Teluk Aqaba yang terletak antara Semenanjung Sinai dengan Semenanjung Arab. Dengan pendudukan itu Israel memperoleh pelabuhan di tepi Laut Merah sehingga hubungan ke Laut Tengah tidak terhalang.
Karena diserang oleh negara-negara Barat, maka Mesir meminta bantuan senjata dan personil kepada Rusia. Kesempatan baik ini dimanfaatkan oleh Rusia yang juga ingin mempunyai pengaruh di daerah yang demikian strategis. Hal itu tidak disenangi oleh negara-negara Barat khususnya Amerika Serikat.
Atas tekanan Amerika Serikat, maka Inggris - Prancis menarik tentaranya dari Terusan Suez. Akhirnya Mesir bersedia memberi ganti kerugian kepada pemegang saham sebanyak $ 81.221.000 dan sejak itu Mesir sepenuhnya memiliki Terusan Suez (1958). Untuk membantu keamanan di Timur Tengah, Indonesia mengirimkan Pasukan Garuda I.
c. Perang Mesir - Israel.
Israel yang dimusuhi oleh negara-negara Arab khususnya Mesir, melancarkan serangan secara mendadak atas Semenanjung Sinai sampai bagian selatan Terusan Suez (1967). Akibat serangan tersebut Mesir menutup Terusan Suez dengan menenggelamkan kapal-kapal atau menempatkan alat peledak di dasar terusan.
Mesir sendiri menderita kerugian akibat tidak masuknya uang ke kas negara dari pajak di Terusan Suez sebanyak $ 2 milyar (1967 - 1975). Dunia juga mengalami kerugian besar akibat penutupan tersebut. Kapal-kapal terpaksa menempuh rute lama, yaitu melalui selatan Afrika yang menghabiskan biaya maupun waktu.
Diperkirakan bahwa dunia mengalami kerugian sebanyak $ 2 milyar setiap tahunnya. Oleh karena itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa turun tangan untuk menjaga keamanan di wilayah penting tersebut dengan jalan mengadakan pasukan darurat yang dinamakan United Nations Emergency Force (UNEF).
Indonesia ikut serta dengan mengirimkan Pasukan Garuda I dan VIII. Terusan Suez berhasil dibuka kembali dalam pemerintahan Presiden Anwar Sadat (1975), kemudian ditingkatkan lebar dan dalamnya agar kapal-kapal tangker ukuran menengah dapat lewat dan dua kapal ukuran biasa dapat berpapasan.
Tahun 1979 pendapatan pajaknya mencapai $ 600 juta dan diharapkan tahun 1982 mencapai $ 1 milyar. Daerah Timur Tengah yang mempunyai arti strategis karena adanya Terusan Suez dan sumber minyak merupakan daerah yang sering dilanda kekacauan.
Amerika Serikat dan Uni Soviet merupakan dua raksasa yang menanamkan pengaruhnya di Timur Tengah dengan mendalangi kekacauan. Untuk dapat mengecilkan pengaruh Uni Soviet di kawasan tersebut, Amerika Serikat di bawah Presiden Jimmy Carter memprakarsai perdamaian Mesir - Israel di Camp David (1977). Dalam persetujuan itu antara lain ditetapkan bahwa Israel secara berangsur-angsur meninggalkan daerah Terusan Suez dan Sinai, tetapi memperoleh imbalan bantuan uang dari Amerika Serikat.
Baca juga di bawah ini :
Baca juga di bawah ini :
Post a Comment for "Perebutan terusan suez"