Nasionalisme di afrika utara (aljazair)
Nasionalisme di afrika utara (aljazair)
Aljazair merupakan jajahan Perancis. Banyak bangsa Perancis yang menetap di Aljazair sebagai kolonis karena letaknya tidak jauh dari negara asalnya dan iklimnya relatif sama. Daerah tersebut kemudian dijadikan bagian dari Perancis.
Penduduk asli Aljazair menuntut kepada pemerintah Perancis agar mereka mendapat kedudukan sama, tetapi ditolak karena perbandingannya yang 10 : 1 akan menjadikan kolonis Perancis sebagai minoritas. Timbullah perlawanan bangsa Aljazair dalam bermacam-macam organisasi di antaranya yang terkenal ialah Front Pembebasan Nasional (FLN) pada tahun 1954.
Perjuangannya yang terkenal ialah Jamillah yang mendapat gelar Srikandi Aljazair. Kaum kolonis Perancis membentuk Organization Armes Secrets (QAS) yang mendapat dukungan militer di bawah Jenderal Raoul Salan.
Mereka menentang usaha yang mau melepaskan Aljazair dari Perancis dan mempertahankan kedudukannya sebagai koloni di Aljazair serta mengadakan teror yang banyak menimbulkan korban rakyat Aljazair. Setelah De Gaulle memegang pimpinan Perancis, dianutlah politik dekolonisasi.
Jenderal De Gaulle pernah memimpin Perancis Merdeka terhadap penduduk Jerman atas negerinya. Karena itu ia dapat merasakan bagaimana pahitnya penjajahan. De Gaulle memerintahkan gencatan senjata (1962) yang disusul dengan penentuan pendapat (referendum) yang menjadikan Aljazair sebagai negara merdeka.
Di bawah pimpinan Ferhat Abbas sebagai presiden dan Ahmad Ben Bella sebagai perdana menteri, negara baru itu menganut politik yang berorientasi ke Barat. FLN menjadi partai tunggal dan dengan perubahan konstitusi, akhirnya Ben Bella dipilih menjadi presiden.
Dengan minyak sebagai salah datu sumber alamnya, berkembanglah Aljazair menjadi negara besar dan berpengaruh. Konferensi AA II direncanakan diselenggarakan di Aljazair pada pertengahan 1965. Menjelang diselenggarakan Konferensi AA II terjadilah perebutan kekuasaan antara Wakil Presiden dengan Menteri Pertahanan Kolonel Houari Boumedienne (19 Juni 1965) sehingga konferensi yang sudah hampir dibuka itu gagal.
Dewan Revolusi yang beranggotakan 26 orang memegang pimpinan tertinggi negara. Pada tahun 1976 UUD baru dapat disusun dan diadakan pemilihan presiden. Houari Boumedienne menjadi presiden yang berkiblat ke Moskow, sedangkan Ben Bella yang tersingkir meringkuk di penjara Sahara. Setelah Boumedienne meninggal akhir tahun 1978, Ben Bella bebas kembali. Presiden baru Aljazair adalah Benjedid Chadli (1978 -....).
Baca juga di bawah ini :
Post a Comment for "Nasionalisme di afrika utara (aljazair)"