Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tunisia (nasionalisme di afrika utara)

Tunisia (nasionalisme di afrika utara) 

Sebelum menjadi negara merdeka, Tunisia merupakan negara jajahan Perancis. Setelah Perang Dunia I suatu delegasi Tunisia di bawah Abdul Aziz Taalbi datang ke Paris untuk meminta agar Tunisia memperoleh hak menentukan nasib sendiri (1919). 

Karena tidak berhasil, maka dibentuklah Partai Destour, artinya Partai Konstitusi yang berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Tahun 1934 timbul kelompok baru di bawah Habib Bourguiba dengan nama Neo-Destour yang berkembang menjadi Partai Nasional Tunisia.


Di dalam Perang Dunia II Aljazair tetap diperintah Perancis di bawah pemerintahan Vichy yang merupakan alat Jerman. Sekutu mendaratkan pasukan di Tunisia, dan Aljazair menjadi medan perang antara Sekutu dengan Jerman.

Italia sejak dahulu menginginkan Tunisia mendudukinya dengan seizin Jerman. Setelah tentara Amerika Serikat dan Inggris berhasil mengusir tentara Jerman, Tunisia dikembalikan di bawah Perancis (1943). Pemimpin-pemimpin Aljazair yang meringkuk dalam penjara dilepaskan dan kaum nasionalis kembali berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.

Di bawah Perdana Menteri Pierre Mendes-France, Perancis memberikan otonomi kepada Tunisia. Tetapi, kaum nasionalis tidak puas dan tetap menuntut kemerdekaan. Akhirnya Perancis memberikan kemerdekaan kepada Tunisia (1956) dengan Habib Bourguiba sebagai presiden pertama.

Seorang pemimpin Neo-Destour yang tersingkirkan oleh Habib Bourguiba bernama Salam Ben Youssef merupakan penentangnya. Youssef terpaksa mengungsi ke Mesir dan memperoleh dukungan dari Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser (1961).

Tunisia dan Aljazair ialah negara-negara Mahgribi (Afrika Barat Laut) yang beragama Islam. Tetapi hubungan kedua negara sering tegang, karena Tunisia yang mendukung Maroko yang menuntut Sahara Spanyol sebagai wilayahnya dan Aljazair pun menginginkannya.

Di samping itu politik Tunisia yang netral tidak disenangi Aljazair yang menginginkan Tunisia juga berkiblat ke Moskow. Presiden Habib Bourguiba sempat diangkat menjadi presiden seumur hidup. Dalam usianya yang semakin uzur, ia disingkirkan oleh tokoh-tokoh muda yang tidak menginginkan Tunisia makin berantakan.

Negara-negara lain.

Selain negara-negara tersebut di atas, di Afrika Utara bagian Barat juga banyak terdapat negara lain yang semula merupakan jajahan bangsa Barat, tetapi setelah Perang Dunia II berangsur-angsur menjadi negara merdeka. Di antaranya Senegal, Mali, Togo, Pantai Gading (Ivori Coast), Upper Volta, Niger, dan Guinea yang merdeka tahun 1960 dari Perancis.

Sedangkan bekas jajahan Inggris ialah Siera Leone dan Ghana yang juga memperoleh kemerdekaan sebelum tahun 1960. Tokoh Ghana yang terkenal ialah Kwame Nkrumah yang memimpin Convention People's Party (1950) dan salah seorang peserta KTT Non Blok.

Baca juga di bawah ini :

Post a Comment for "Tunisia (nasionalisme di afrika utara)"