Dinasti Thahiri 200-259 H/820-872 M
Dinasti Thahiri 200-259 H/820-872 M - Dinasti ini didirikan oleh Thahir Ibn Husain (150-207 H.)”, mans yang berasal dari Persia, terlahir di desa Musanj dekat Marw. la diangkat sebagai panglima tentara pada masa pemerintahan Khalifah Al-Ma'mun. Ia telah banyak berjasa membantu Al-Ma'mun dalam menumbangkan Khalifah Al-Amin dan memadamkan pemberontakan kaum Alwiyin di Khurasan.
Pada mulanya, Al-Ma'mun memberikan kesempatan kepada Thahir untuk memegang jabatan gubernur di Mesir pada tahun 205 H.. kemudian dipercaya pula untuk mengendalikan wilayah timur. Thahit lbn Husain yang memerintah pada tahun 205-207 H., menjadikan kota Marw sebagai tempat kedudukan gubernur. Setelah ia wafat, jabatan gubernur dilimpahkan oleh khalifah kepada anaknya, yaitu Thalhah Ibn Thahir yang memerintah selama 6 tahun, yaitu sejak 207-213 H. Dalam redaksi lain. Philip K. Hitti menjelaskan pendirian dinasti ini sebagai berikut.
“The first to established a quasi independent state east of Baghdad was the once trusted general of Al-Ma ’mun, Tahir Ibn Al-Husayn of Khurasan, who had victariusly led his masters ’ army against AIAmin. In this was the one-eyed Tahir is said to have used the sword so effectively with both hands that Al-Ma'mun. The descendeant of a Persian slave, Tahir was east of Baghdad, with the centre of his power in Khurasan. Before his death two years later in his capital, Marw, T ahir had omitted mention of the caliph 's name in the Friday prayer.''
Setelah Thalhah, kekuasaan berpindah ke tangan penerusnya, yaitu Abdullah ibn Thahih dan merupakan pemegang jabatan gubernur Khurasan terlama (213-248 H.). Selama memegang pemerintahan setingkat gubernur, Dinasti Thahiri mempertahankan hubungan baik dan setia kepada pemerintahan Abbasiyah di Baghdad.
Bahkan, daerah Mesir pun diserahkan oleh Al-Ma'mun kepada penguasaan Abdullah Ibn Thahir pada tahun 210 H. yang pada waktu itu sempat menimbulkan gejolak. Karena hubungan dekat dan kepercayaan yang diberikan Al-Ma'mun cukup besar, wilayah kekuasaan Abdullah diperluas sampai ke daerah Suriah dan Jazirah.
Pada tahun 213 H. wilayah kekuasaan Abdullah Ibn Thahir dikurangi dan Al-Ma'mun menyerahkan Suriah, Mesir, dan Jazirah kepada saudaranya sendiri, yaitu Abu lshak Ibn Harun Ar-Rasyid. Hal ini dilakukan oleh Al-Ma'mun setelah ia menguji kesetiaan Abdullah Ibn Thahir, yang diketahui ternyata cenderung memihak pada keturunan Ali Ibn Abi Thalib.
Sesudah Abdullah Ibn Thahir“, jabatan gubernur Khurasan dipegang oleh saudaranya, yaitu Muhammad Ibn Thahir (248-259 H.). ia merupakan gubernur terakhir dari keluarga Thahiri. Kemudian, daerah Khurasan diambil alih oleh keluarga Saffari melalui perjuangan bersenjata. Keluarga Saffari merupakan saingan keluarga Thahiri di Sijistan.
Walaupun beberapa kekuasaan atas wilayah-wilayah mereka dikurangi oleh khalifah, mereka terus memperluas wilayahnya dengan cara mempertahankan hubungan baik dengan Khalifah Abbasiyah dan saling membantu dalam menjalankan kekuasaan Abbasiyah. Hal ini terbukti ketika Al-Mu'tashim harus memerangi pemberontakan Al-Maziyar Ibn Qarun dari Tabarristan. Abdullah Ibn Thahir turun tangan menyelesaikan dan menghancurkan Al-Maziyah.
Akan tetapi, ketika Dinasti Thahiri di Khurasan mendekati masa kemunduran, tampaknya keluarga Abbasiyah menunjukkan perubahan sikap. Mereka mengalihkan perhatiannya kepada keluarga Saffari yang mulai menggerogoti dan melancarkan gerakan untuk menguasai Khurasan.
Dalam keadaan mulai melemah, keluarga dan pengikut Alawiyin di Tabaristan menggunakan kesempatan untuk memunculkan gerakan mereka. Bersamaan dengan gerakan Saffari yang terus mendesak kekuasaan Tahbari dari arah selatan, pada tahun 259 H., jatuh dan berakhirlah Dinasti Thahiri.
Para ahli sejarah mengakui bahwa pada zaman Thahiri, dinasti ini telah memberikan sumbangan dalam memajukan ekonomi, kebudayaan. dan ilmu pengetahuan dunia Islam. Kota Naisabur berhasil bangkit menjadi salah satu pusat perkembangan ilmu dan kebudayaan di timur.
Pada masa itu, negeri Khurasan dalam keadaaan makmur dengan pertumbuhan ekonomi yang baik sehingga dapat mendukung kegiatan ilmu dan kebudayaan pada umumnya. Keadaan ini merupakan suasana yang menguntungkan bagi perkembangan seterusnya.
Kemudian, Dinasti Thahiri dapat diandalkan oleh Khalifah Abbasiyah untuk menjaga ketenteraman dan kemajuan dunia islam. Mereka berhasil menguasai dan mengamankan wilayah sampai ke Turki yang para sultannya telah menyatakan kesetiaan dan ketaatan sebagai umat Islam yang tunduk di bawah kekuasaan Khalifah Abbasiyah.
Baca juga di bawah ini
Dengan demikian, meskipun kekuasaan Thahiri dapat direbut oleh Keluarga Saffari, selama kekuasaannya, mereka telah menyumbangkan sejumlah perluasan wilayah kekuasaan dunia Islam ke bagian timur.