Kekuatan Persia dan Romawi Menghalangi Penyebaran Agama Islam
Kekuatan Persia dan Romawi Menghalangi Penyebaran Agama Islam - Setelah pergolakan dalam negeri berhasil dipadamkan (terutama memerangi orang-orang murtad), Khalifah Abu Bakar menghadapi kekuatan Persia dan Romawi yang setiap saat berkeinginan menghancurkan eksistensi Islam.
Untuk menghadapi Persia, Abu Bakar mengirim tentara Islam di bawah pimpinan Khalid bin Walid dan Mutsanna bin Haritsah dan berhasil merebut beberapa daerah penting Irak dari kekuasaan Persia.
Adapun untuk menghadapi Romawi, Abu Bakar memilih empat panglima Islam terbaik untuk memimpin beribu-ribu pasukan di empat front, yaitu Amr bin Al-Ash di front Palestina, Yazid bin Abi Sufyan di front Damaskus, Abu Ubaidah di front Hims, dan Syurahbil bin Hasanah di front Yordania.
Empat pasukan ini kemudian dibantu oleh Khalid bin Walid yang bertempur di front Siria. Perjuangan pasukan-pasukan tersebut, dan ekspedisi-ekspedisi militer berikutnya untuk membebaskan Jazirah Arab dari penguasaan bangsa Romawi dan bangsa Persia, baru tuntas pada masa/pemerintahan Umar bin Khaththab.
Keputusan-keputusan yang dibuat oleh Khalifah Abu Bakar untuk membentuk beberapa pasukan tersebut, dari segi tata negara, menunjukkan bahwa ia juga memegang jabatan panglima tertinggi tentara Islam. Hal seperti ini juga berlaku pada zaman modern, yaitu seorang kepala negara atau presiden juga sekaligus sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata.
Di segi lain, fakta historis tersebut menunjukkan pula bahwa kepemimpinannya telah lulus ujian menghadapi berbagai ancaman dan krisis yang timbul, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Artinya ia, telah sukses membangun pranata sosial politik dan pertahanan keamanan pemerintahannya.
Baca juga selanjutnya di bawah ini
Dengan kata lain, ia berhasil memobilisasi segala kekuatan yang ada untuk menciptakan pertahanan dan keamanan negara Madinah, menggalang persatuan umat Islam, mewujudkan keutuhan dan keberlangsungan negara Madinah dan Islam, menghimpun ayat-ayat Al-Quran yang masih berserakan menjadi satu mushaf. Keberhasilan ini tentu karena adanya kedisiplinan, kepercayaan, dan ketaatan yang tinggi dari rakyat terhadap integritas kepribadian dan kepemimpinannya.