Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kemajuan Islam I Periode Klasik

Kemajuan Islam I Periode Klasik  - Perkembangan Islam klasik ditandai dengan perluasan wilayah. Ketika tinggal di Mekah, Nabi Muhammad SAW. dan para pengikutnya mendapat' tekanan dari kalangan Quraisy yang menentang ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Karena tekanan tersebut, Nabi Muhammad SAW. terpaksa mengirim sejumlah pengikutnya ke Abesinia yang beragama Kristen Koptis untuk mendapatkan suaka. ltulah fase Mekah yang membuat Nabi Muhammad SAW. bertahan di Mekah atas dukungan keiuarga. Setelah itu, istrinya Khadijah meninggal dunia dan tidak lama kemudian kepala sukunya meninggal yang kemudian digantikan oleh orang ' yang tidak simpati kepadanya.

Dalam analisis Harun Nasunon, periode klasik ini dapat pula dibagi ke dalam dua masa, masa kemajuan Islam I dan masa disintegrasi. Masa ini merupakan masa ekspansi, integrasi, dan kekuasaan Islam. Dalam hal ekspansi, sebelum Nabi Muhammad SAW. wafat pada tahun 632 M., seluruh Semenanjung Arabia telah tunduk ke bawah kekuasaan Islam. Ekspansi ke daerah-daerah di luar Arabia dimulai pada zaman khalifah pertama, Abu Bakar ikl-Siddiq”.

Kemajuan Islam I Periode Klasik

1. Kemajuan Islam I

Abu Bakar menjadi khalifah pada tahun 632 M., tetapi dua tahun kemudian meninggal dunia. Masanya yang singkat itu banyak dipergunakan unmk menyelesaikan Perang Riddah, yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada Madinah. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang mereka buat dengan Nabi Muhammad SAW… dengan sendirinya tidak mengikat lagi setelah beliau wafat. Mereka selanjutnya mengambil sikap menentang Abu Bakar… Khalid Ibn Al-Walid adalah jenderal yang banyak jasanya dalam mengatasi Perang Riddah ini. Setelah selesai perang dalam negeri tersebut, barulah Abu Bakar mulai mengirim kekuatan-kekuatan ke luar Arabia. Khalid Ibn AlWalid dikirim ke Irak dan dapat menguasai Al-Hirah pada tahun 634 M. Adapun ke Suria dikirim tentara di bawah pimpinan tiga jenderal, Amr Ibn 

Al-Aas, Yazid Ibn Ahi Sufyan, dan Syurahbil Ibn Hasanah. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid Ibn Al-Walid kemudian diperintahkan untuk meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, delapan belas hari kemudian, dia sampai di Suria.

Usaha-usaha yang telah dimulai Abu Bakar ini dilanjutkan oleh Khalifah kedua, Umar Ibn Iki-Khaththab (634-644 M.). Pada zaman itulah, gelombang ekspansi pertama terjadi, kota Damaskus jatuh pada tahun 635 M. dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, daerah Suria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. 

Dengan memakai Suria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan Amr ibn Al-Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa’d ibn Abi Ati-Waqqas. Babilon di Mesir dikepung pada tahun 640 M. Sementara itu, tentara Bizantium di Heliopolis dikalahkan dan Alexandria, kemudian menyerah pada tahun 641 M. 

Dengan demikian, Mesir jatuh pula ke tangan Islam. Tempat perkemahan Amr Ibn Al-Ash yang terletak di luar tembok Babilon, menjadi ibu kota dengan nama Al-Fusthat. Al-Qadisiyah, suatu kota dekat Al-Hirah, di Irak jatuh pada tahun 637 M. dan dari sana serangan dilanjutkan ke Al-Madain (Ctesiphon), ibukota Persia, yang dapat dikuasai pada tahun itu juga. 

Ibukota baru bagi daerah ini ialah Al-Kufah, yang pada mulanya merupakan perkemahan militer Islam di daerah Al-Hirah. Setelah jatuhnya Al-Madain, Raja Sagan Yazdagrid III, lari ke sebelah utara. Pada tahun 641 M.5 Mosul (di dekat Niniveh) dapat pula dikuasai. Dengan adanya gelombang ekspansi pertama, kekuasaan islam di bawah Khalifah Villar, selain Semenanjung Arabia, telah meliputi juga Palestina. Suria, Irak, Persia, dan Mesir”.

Pada zaman Utsman Ibn Affan (644-656 M.) Tripoli. Ciprus dan beberapa daerah lain dikuasai, tetapi gelombang ekspansi pertama berhenti sampai di sini Di kalangan umat Islam mulai terjadi perpecahan karena soal pemerintahan dan dalam kekacauan yang timbul, Utsman terbunuh. 

Sebagai pengganti Utsman, Ali Ibn Abi Thalib menjadi Khalifah keempat (656-66l M.), tetapi ia mendapat tantangan dari pihak pendukung Utsman, terutama Muawiyah, Gubernur Damaskus. Konflik politik antara Ali Ibn Abi Thalib dan Muawiyah Ibn Abi Sufyan diakhiri dengan tahkim. 

Dari pihak Ali Ibn Abi Thalib, diutus seorang ulama yang terkenal sangat jujur dan tidak “cerdik” dalam politik, yaitu Abu Musa Al-Asy'ari. Sebaliknya, dari pihak Muawiyah Ibn Abi Sufyan diutus seorang yang terkenal sangat “cerdik” dalam berpolitik, yaitu Amr Ibn Ash". 

Dalam tahkim tersebut, pihak Ali Ibn Abi Thalib dirugikan oleh pihak Muawiyah ibn Abu Sufyan karena kecerdikan Amr Ibn Ash yang dapat mengalahkan Abu Musa Al-Asy'ari. Pendukung. Ali Ibn Abi Thalib, terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah mereka yang secara terpaksa menghadapi hasil tahkim dan mereka tetap setia kepada Ali Ibn Abi Thalib. 

Adapun kelompok kedua adalah kelompok yang menolak hasil tahkim dan kecewa terhadap kepemimpinan Ali Ibn Abi Thalib dan akhirnya meréka menyatakan diri keluar dari pendukung Ali ibn Alai mam yang kemudian melakukan gerakan perlawanan terhadap semua pihak yang terlibat tahkim, termasuk Ali Ibn Abi Thalib"). 

Sebagai oposisi terhadap kekuasaan yang ada, Khawarij mengeluarkan beberapa pernyataan yang menuduh orang-orang yang terlibat tahkim sebagai mang-orang kafir.“ Khawarij berpendapat bahwa Utsman ibn Mian telah menyeleweng dari ajaran Islam. Demikian pula, Ali Ibn Abi Thalib juga telah menyeleweng dari ajaran Islam karena melakukan tahkim. 

Utsman Ibn Affan dan Ali Ibn Abi Thalib dalam pandangan Khawarij telah keluar dari islam, yaitu murtad dan kafir. Di samping dua khalifah umat Islam di atas, politisi lain yang dipandang kafir oleh Khawarij adalah Muawiyah Amr Ibn Ash, Abu Musa Al-Asy'ari, dan semua orang yang menerima tahkim.

Dalam mengeluarkan pernyataan politiknya, Khawarij tidak lagi berada dalam jalur politik, tetapi berada dalam wilayah atau jalur teologi atau kalam yang merupakan fondasi bagi keberagamaan umat Islam. Khawarij dinilai keluar dari wilayah politik karena sudah menilai kafir terhadap orang-orang yang telah terlibat dan menerima tahkim. 

Kafir dan mukminnya seseorang, paling tidak menurut Harun Nasution, bukan termasuk wilayah politik, tetapi wilayah kalam atau teologi. Karena menilai kafir terhadap Utsman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib, Muawiyah. Abu Musa Al-Asy'ari, Amr Ibn Ash, Khawarij tidak lagi dinilai sebagai aliran politik, tetapi dianggap sebagai aliran kalam“). 

Di samping penentang, Ali Ibn Abi Thalib memiliki pendukung yang sangat fanatik yang senantiasa setia kepadanya. Dengan adanya oposisi terhadap pemerintahan Ali Ibn Abi Thalib, kesetiaan mereka terhadap Ali Ibn Abi Thalib semakin bertambah, apalagi setelah Ali Ibn Abi Thalib dibunuh oleh kalangan Khawarij. Mereka yang fanatik terhadap Ali Ibn Abi Thalib dikenal dalam sejarah sebagai kelompok Syi'ah. 

Meskipun berbeda kepentingan, dua kelompok ini sepakat untuk menentang kekuasaan Dinasti Bani Umayah. KhaWarij menentang kekuasaan Bani Umayah karena menurut mereka, Bani Umayah telah menyeleweng dari ajaran Islam. Adapun Syi'ah menentang kekuasan Bani Umayah karena dalam pandangan mereka, Bani Umayah telah merampas kepemimpinan Ali Ibn Abi Thalib dan keturunannya.

Dalam suasana pertentangan itulah, muncul ulama yang berusaha netral politik. Mereka tidak berpihak kepada Syi'ah, Khawarij maupun kepada yang lainnya. Kelompok ini tidak menghendaki adanya sahabat yang dinilai kafir dan keluar dari Islam. Menurut kelompok ini, sahabat yang bertikai karena kepentingan politik tidak keluar dari Islam, mereka tetap mukmin dan tidak kafir. Kelompok ini kemudian dikenal sebagai kelompok Murji'ah yang bisa dikatakan kelompok Jumhur.

Setelah Ali terbunuh, kepemimpinan dilanjutkan oleh Bani Umayah. Dinasti Bani Umayah yang didirikan oleh Muawiyah berumur kurang lebih 90 tahun dan pada zaman ini, ekspansi yang terhenti pada zaman kedua Khalifah terakhir dilanjutkan kembali Khalifahkhalifah besar dari Dinasti Bani Umayah adalah Muawiyah Ibn Abi Sufyan (661-680 M.), Abd AiMalik Hm Marwan (685-705 M.),[ Al-'Walid Ibn Abd Al-Malik (705-715 M.), Umar Ibn Al-Aziz (717-720 M.), dan Hisyam Ibn Abd Al-Malik (724-743 M)“).

Pada zaman Muawiyah, Uqbah Ibn Nafi” menguasai Tunisia dan di sana pada tahun 670 M., ia dirikan kota Qairawan yang kemudian menjadi salah satu pusat kebudayaan Islam. Di sebelah timur. Muawiyah dapat memperoleh daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afghanistan sampai ke Kabul. 

Angkatan lautnya mengadakan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur diteruskan pada zaman Abd Al-Malik di bawah pimpinan Al-Hajjaj lbn Yusuf. Tentara yang dikirimnya menyeberangi sungai Oxus dan dapat menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana, dan Samarkand. 

Tentaranya juga sampai ke India dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke Multan. Ekspansi ke barat terjadi dizaman Al-Walid. Musa bin Nusyair menyerang Jazair dan Maroko dan setelah dapat menundukkannya mengangkat Tariq Ibn Ziad sebagai wakil untuk memerintah daerah itu. Tariq, kemudian menyeberang selat yang terdapat antara Maroko dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang kemudian dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). 

Tentara Spanyol di bawah pimpinan Raja Roderick dikalahkan. Dengan demikian, pintu untuk memasuki Spanyol terbuka luas. Ibukota Toledo jatuh, demikian pula kota-kota lain, seperti Seville, Malaga, Elvira, dan Cordova yang kemudian menjadi ibukota Spanyol Islam yang dalam bahasa Arab disebut Al-Andalus (dari kata Vandals). Serangan-serangan selanjutnya dipimpin oleh Musa bin Nusyair ' sendiri Spanyol menjadi daerah Islam”). 

Perluasan selanjutnya adalah Perancis, melalui pegunungan Piranee, terutama dilakukan oleh Abd Ar-Rahman Ibn Abdullah Al-Ghafiqi, pada zaman Umar Ibn Abd AlAziz. Ia menyerang Bordeau, Poitiers, dan dari Poitiers, ia mencoba menyerang Tours. Akan tetapi, di antara kedua kota ini, ia ditahan oleh Charles Martel; dan dalam pertempuran selanjutnya, ia mati terbunuh. 

Ekspansi ke Perancis gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur kembali ke Spanyol. Sesudah itu, masih juga diadakan seranganserangan, seperti ke Avignon pada tahun 734 M. dan Lyons pada tahun 743 M. Pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah, Majorca, Corsica, Sardinia, Crete, Rhodes, Cyprus dan sebagian dari Sisilia jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayah. Daerah-daerah yang dikuasai Islam pada zaman dinasti ini adalah Spanyol. 

Afrika Utara, Suria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian dari Asia Kecil. Persia, Afghanistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Rurkrnenia, Uzbek, dan Kirgis (di Asia Tengah). Ekspansi yang dilakukan Dinasti Bani Umayah inilah yang membuat Islam menjadi negara besar di zaman itu. Dari persatuan berbagai" bangsa di bawah naungan Islam, timbullah benih-benih kebudayaan dan peradaban Islam yang baru, sungguh pun Bani Umayah lebih banyak memusatkan perhatian pada kebudayaan Arab.

Di antaranya adalah perubahan bahasa administrasi dari bahasa Yunani dan bahasa Pahlawi ke bahasa Arab dimulai oleh Abd Al-Malik. Orang-orang bukan Arab pada waktu itu mulai pandai berbahasa Arab. Untuk menyempurnakan pengetahuan mereka tentang bahasa Arab, terutama pemeluk-pemeluk islam baru yang bukan dari bangsa Arab, memusatkan perhatian pada bahasa Arab, terutama tata bahasanya. inilah yang mendorong Sibawaih untuk menyusun Al-Kitab, yang selanjutnya menjadi pegangan dalam soal tata bahasa Arab. Perhatian pada syair Arab

Jahiliyah timbul kembali dan penyair-penyair Arab buru pun bermunculan pula, seperti Umar Ibn Abi Rabi'ah (w. 719 M.). Jamil AHldhri (w 701 M.), Qays lbn Al-Mulawwah (w. 699 M.) yang lebih dikennl dengan nama Majnun Laila. Al-Farazduq (w… 732 M.). Jarir (w. 792 M.), dan AlAkhtnl (w. 710 M.). Perhatian pada tafsir. hadis. fiqh. dan ilmu knl-.tm semakin besar pada zaitun ini dan muncul nama nama, seperti Ilasnn AIBasri. Ibn Shihab Az-Zubri, dan Wasil Ibn Ata”. Yang menjadi pusat dari kegiatan-kegiatan ilmiah adalah Kufah dan Basrah di Irak.

Bentuk peradaban lain adalah dalam bentuk masjid-masjid. Masjid pertama di luar Semenanjung Arabia juga dibangun pada zaman Dinasti Bani Umayah. Katedral St. John di Damaskus diubah menjadi masjid, sedang Katedral yang ada di Hims dipakai sekaligus untuk masjid dan gereja menurut Istnkhri, Ibn Haqul. dan Maqdisi sebagaimana dikutip oleh Philip K. Hitti dalam History qf the Arabs. Di Al-Quds (Jerusalem) Abd Al-Mnlik membangun masjid Al-Aqsa. 

Monumen terbaik yang ditinggalkan zaman ini untuk generasi-generasi sesudahnya ialah Qubbah As-Sakhr (Dome of the Rock) juga di Al-Quds,' di tempat yang menurut riwayatnya adalah tempat Nabi Ibrahim menyembelih Ismail dan Nabi Muhammad mulai dengan mi'raj ke langit. 

Pada zaman inilah masjid Cordova juga dibangun. Masjid Mekah dan Madinah diperbaiki dan diperbesar oleh Abd Al-Malik dan lil-Walid“). Demikianlah, fase sejarah peradaban Islam yang dibuat oleh Dinasti Bani Umayah. Kekuasaan dan kejayaan dinasti ini mencapai puncaknya pada zaman Al-Walid I. Sesudah itu. kekuasaan mereka menurun sehingga akhirnya dipatahkan oleh Bani Abbas pada tahun 750 M. 

Meskipun Abu Al Abbm (750-754 M.) yang mendirikan Dinasti Bam Abbas, mung di belakang yang berperan penting adalah Ai-Mansur (754-775 M.). Sebagai khalifah yang baru, ia banyak berhadapan dengan musutbmusuh yang ingin menjatuhkannya sebelum ia bertambah kuat, terutama golongan Bani Umayah, golongan Khawarij, bahkan kaum Syi'ah, Kaum Syi'ah, setelah melihat bahwa Bani Abbas memonopoli kekuasaan, mulai mengambil sikap menentang. 

Dalam menghancurkan lawan, Al-Mansur tidak segan-segan membunuh sekutu yang membawa keluarganya pada kekuasaan. Abu Muslim, karena dianggap akan menjadi saingan yang berbahaya di Khurasan, diundang datang ke Baghdad, kemudian diadili dan dijatuhi hukuman mati. Dalam usaha mempertahankan kekuasaan Bani Abbas, Al-Mansur memakai kekerasan”). 

Al-Mansur merasa kurang aman di tengah-tengah Arab maka ia mendirikan ibukota baru sebagai ganti Damaskus, yaitu Baghdad di dekat bekas ibukota Persia, Ctesiphon, pada tahun 762 M. Bani Abbas sekarang berada di tengah-tengah bangsa Persia, Untuk tentara pengawalnya, AlMansur juga tidak mengambil 'orang Arab, tetapi orang Persia. Dalam soal pemerintahan, Al-Mansur mengadakan tradisi baru dengan mengangkat wazir yang membawahi kepala-kepala departemen. 

Untuk memegang jabatan wazir itu, ia memilih Khalid lbn Barmak, seorang yang berasal dari Balkh (Bactral) di Persia. Al-Mahdi (775-785 M.) menggantikan AlMansur sebagai khalifah dan di masanya, perekonomian mulai meningkat. Pertanian ditingkatkan dengan mengadakan irigasi dan penghasilan gandum, beras, kurma, dan zaitun (olives) bertambah. Hasil pertambangan, seperti perak, emas, tembaga, besi, dan lain-lain berkembang. Adanya transit antara timur dan barat juga membawa kekayaan. Basrah menjadi pelabuhan yang penting.

Pada zaman Harun Al-Rasyid (785-809 M.), hidup mewah sebagaimana digambarkan dalam cerita Seribu Salu Malam, sudah memasuki masyarakat. Kekayaan yang banyak, dipergunakan Al-Rasyid juga untuk keperluan sosial. Rumah sakit didirikan, pendidikan dokter dipentingkan, dan farmasi dibangun. 

Diceritakan bahwa Baghdad mempunyai 800 dokter. Di samping itu, dibangun pemandian-pemandian umum, Harun Al-Rasyid adalah raja besar pada zaman itu dan hanya Charlemagne di Eropa yang dapat menjadi saingannya. Anaknya, Ala Ma'mun (813-833 M.), meningkatkan perhatian pada ilmu pengetahuan. Untuk menerjemahkan buku-buku kebudayaan Yunani, ia mengkaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen, Sabi, dan bahkan juga penyembah bintang. 

Untuk itu, ia dirikan Bait Al-Hikmah. Di samping -lembaga ini, ia dirikan pula sekolah-sekolah. Al-Ma'mun adalah penganut aliran Mu'tazilah yang banyak dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani. Pada masanya, Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Khalifah Al-Mu'tasim (833-842 M.) sebagai anak dari ibu yang berasal Turki, mendatangkan orang-orang Turki untuk menjadi tentara pengawalnya. 

Dengan demikian, pengaruh Turki mulailah masuk ke pusat pemerintahan Bani Abbas. Tentara pengawal Turki ini kemudian begitu berkuasa di Istana, sehingga khalifah-khalifah pada akhirnya hanya merupakan boneka dalam tangan mereka. Yang pada hakikatnya memerintah bukan lagi khalifah, tetapi perwiraperwira dan tentara pengawal Turki itu”) 

Al-Wathiq (842-847 M.), untuk melepaskan diri dari pengaruh Turki, mendirikan ibukota Samarra (Sun-a man ra'a, “gembira orang yang melihatnya') dan pindah dari Baghdad. Akan tetapi, di sana khalifahkhalifah mudah dapat dikuasai oleh tentara pengawal Turki tersebut. Als Mutawakkil (847-861 M.) merupakan khalifah besar terakhir dari Dinasti Abbasiyah. 

Khalifah-khalifah yang sesudahnya pada umumnya lemah“ 'lemah dan tidak dapat melawan kehendak tentara pengawal dan sultansultan yang kemudian datang menguasai ibukota. Ibukota dipindahkan kembali ke Baghdad oleh Mu’tadid (870-892 M.). Khalifah terakhir sekali dari Dinasti Abbasiyah adalah Al-Musta'sim (1242-1258 M.). Pada zamannyalah, Baghdad dihancurkan oleh Hulagu pada tahun 258 M.

Pada masa Dinasti Abbasiyah inilah, perhatian pada ilmu pengetahuan dan tilsafat Yunani memuncak, terutama pada zaman Harun Ar-Rafiyid dan Al-Ma'mun. Buku-buku ilmu pengetahuan dan filsafat didatangkan dari Bizantium, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Kegiatan "penerjemahan buku-buku ini berjalan kira-kira satu abad. Bait Al-Htkmah. yang didirikan Al-Ma'mun, bukan hanya merupakan pusat peiwrjemahaa. tetapi juga akademi yang mempunyai perpustakaan. Di antara cabang-cabang ilmu pengetahuan yang diutamakan dalam Bait AI-Hikmah ialah ilmu kedokteran, matematika, optika, geografi, fisika, astronomi, dan sejarah di samping filsafat. 

Ringkasnya, periode ini adalah periode peradaban Islam yang tertinggi dan mempunyai pengaruh, sungguh pun tidak secara langsung, pada tercapainya peradaban modern di Barat sekarang. Periode kemajuan Islam ini sebagaimana disebut Christopher Dawson, bersamaan masanya dengan abad kegelapan di Eropa. 

Memang, seperti diterangkan oleh H. Mc Neill, kebudayaan Kristen di Empa di antara 600 dan 1000 M. sedang mengalami masa surut yang rendah. Pada abad ke-11, Eropa mulai sadar akan adanya peradaban Islam yang tinggi di timur dan melalui Spanyol, Sisilia, dan Perang Salib, peradaban itu sedikit demi sedikit dibawa ke Eropa. 

Baca juga selanjutnya di bawah ini


Eropa mulailah kenal pada. rumah-rumah sakit, pemandian-pemandian umum, pemakaian burung dara untuk mengirim informasi militer, pada bahan-bahan makanan timur, seperti beras (rice, rijst, du riz, berasal dari aiurz), jeruk (lemon berasal dari allaimun), gula (sugar, sucre, suiker berasal dari a-sukkar), dan sebagainya. Mereka kenal pada hasil-hasil tenunan timur, seperti kain muslin (berasal dari kota Mosul), kain baldaclin (dari kota Baghdad), kain damask (dari kota Damaskus) pada permadani, gelas, dan sebagainya”).