Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kondisi Sosial, Politik, dan Ekonomi Dinasti-Dinasti Kecil di Timur

Kondisi Sosial, Politik, dan Ekonomi Dinasti-Dinasti Kecil di Timur - Sebagian besar dinasti keeil yang tumbuh di timur adalah keturunan Parsa. Meskipun secara politik tidak menimbulkan kesulitan bagi pemerintahan pusat di Baghdad. dari segi budaya memberikan corak perkembangan yang baru, yaitu kebangkitan kembali nasionalisme dan kejayaan bangsa Iran Lama. 

Masuknya orang-orang Iran ke dalam elit kekuasaan pada masa Abbasiyah yang dimulai dari keluarga Al-Barmark pada masa Harun ArRasyid telah memberikan semangat terpendam yang merupakan cikal bakal kebangkitan Iran Baru yang berjiwa Islam. Apalagi dengan adanya perkawinan keluarga khalifah seterusnya. 

Walaupun di sana-'sini timbul penentangan antara orang-orang yang masih mempertahankan dominasi dan nasionalisme Arab di kalangan keluarga khalifah dengan pihak yang telah beradaptasi dengan kebudayaan Iran, hal itu tidak menghalangi proses lebih lanjut bagi perluasan pengaruh Iran dalam dunia Islam pada waktu itu. 

Kondisi Sosial, Politik, dan Ekonomi Dinasti-Dinasti Kecil di Timur

Misalnya dalam pembangunan kota Baghdad, jelas sekali meniru pola kota di zaman Iran. Tata kota dibagi-bagi secara serasi. Ada pusat pemerintahan. pusat ekonomi, dan pusat keagamaan, yang dikelilingi oleh perumahan yang disediakan untuk rakyat.

Sebagaimana dijelaskan di muka bahwa meskipun dinasti-dinasti kecil itu merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah, namun dalam proses pemerintahannya bersifat otonomi penuh. Sementara bagi pemerintahan pusat di kota Baghdad, adanya dinasti-dinasti kecil di timur, bukan saja menguatkan Dinasti Abbasiyah itu sendiri, melainkan juga sangat menguntungkan kekuasaan para penguasa Abbasiyah. 

Apalagi dinasti dinasti kecil tersebut satu sama lain saling berebut kekuasaan. Tentu saja. hal ini sangat menguntungkan pemerintahan di Baghdad. Jika muncul gejala pembangkangan, bagi pemerintahan di Baghdad mudah saja, tinggal menggunakan dinasti kecil lainnya agar menyerang dinasti kecil yang membangkang tersebut. Hal ini dapat dilihat dari kasus Dinasti Saffari yang mempunyai ambisi menguasai seluruh wilayah Timur, namun khalifah di Baghdad segera menggunakan kekuatan Dinasti.

Samaniyah untuk meruntuhkan Dinasti Saffari tersebut. Politik adu domba seperti ini, sangat efektif untuk menghancurkan suatu kekuatan. Manfaat adanya dinasti-dinasti kecil di timur tersebut, bukan saja dirasakan oleh Dinasti Abbasiyah sebagai penunjang kejayaan Bani Abbasiyah, melainkan juga bagi dinasti-dinasti kecil karena dapat terus berusaha memperluas daerah kekuasaan mereka, sehingga ke utara memasuki jantung Asia maupun ke timur menembus wilayah India. Perluasan wilayah ini dilihat secara makro sangat menguntungkan dunia Islam waktu itu. 

Dilihat dari perkembangan sosial ekonomi, munculnya dinasti-dinasti kecil tersebut memunculkan kota-kota pusat kegiatan ekonomi. seperti Samarkand atau Bukhara yang menjadi kota perdagangan utama. Kota-kota itu menjadi transit perdagangan bagi dunia Islam belahan timur. 

Di samping menjadi pusat kegiatan ekonomi, dua kota tersebut menghubungkan rute perdagangan ke Cina atau ke Eropa. di samping ke arah tenggara India. Terutama pada masa Dinasti Samani, kota-kota di Khurasan, seperti Marw Hirrah, Balk, Naisabur dapat menyaingi Baghdad. Kota-kota tersebut menjadi rute perekonomian Asia pada masa itu.

Sebagai penutup dan bahan perbandingan. jika pada masa Dinasti Umawiyah. wilayah kekuasaannya masih merupakan kesatuan yang utuh, yakni suatu wilayah yang luas membentang dari Spanyol di Eropa, Afrika Utara. hingga ke timur di India, pada masa Dinasti Abbasiyah mulai tumbuh dinasti saingan yang melepaskan diri dari kekuasaan khalifah di Baghdad, yang dimulai dengan terbentuknya Dinasti Umawiyah II di Spanyol, seperti dijelaskan di atas. 

Selanjutnya, kekuasaan kekhalifahan terpecah menjadi dua bagian, yaitu Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad dan Dinasti Umawiyah II yang berpusat di Andalusia, Spanyol. 

Pada masa itu, muncul pula dinasti-dinasti lain yang membangun kekuasaan terpisah-pisah, meskipun tidak sepenuhnya melepaskan diri dari kekuasaan pemerintahan pusat di Baghdad, seperti Dinasti Fatimiah (358-567 H./969-ll7l M.) Dinasti Touluniyah (254-292 H./868-905 M.) di Mesir”). Kemudian, muncul pula dinasti-dinasti kecil di belahan barat Baghdad, yang dimulai dengan munculnya Dinasti Idrisiyah di Maroko (tahun l72-3l1 H.I788-932 M.

Tumbuhnya dinasti-dinasti yang memisahkan diri dari kekuasaan perintahan pusat di Baghdad, tidak terlepas dari persaingan kekuasaan antara Bani Hasyim dan Bani Umayah dan munculnya Bani Ali, yang merupakan pecahan dari Bani Hasyim. Perpecahan dan tersebarnya kekuasaan tersebut, di satu segi dipandang sebagai suatu kemunduran dan pemecahan, namun di segi lain, dipandang membawa kecenderungan bagi kemungkinan persaingan di antara dinasti-dinasti. 

Tiga dinasti yang ada di bagian timur Baghdad, seperti Thohiryah, Samani, pada awalnya didirikan atas restu Baghdad sebagai pusat kekuasaan umat islam pada waktu itu. Restu dalam arti'untuk memimpin sebuah wilayah kegubernuran. Akan tetapi, setelah mendapat kepercayaan Baghdad, mereka membelot dan ingin mendirikan negeri yang independen, berpisah dari Baghdad. 

Faktor yang mendorong timbulnya dinasti baru, di samping karena s'yu 'ubiyah qabilah, juga adanya persaingan jabatan khalifah Baghdad pada waktu itu. Faktor lainnya karena lemahnya kontrol dari pemerintah Baghdad terhadap wilayah kekuasaannya. 

Baca juga di bawah ini

Dinasti-dinasti kecil ini sebenarnya tidak melepaskan diri seem total dari Baghdad. Bahkan, kerja sama berjalan dengan baik. Jadi, mereka bukan oposisi Baghdad, tetapi tampak sebagai mitra Baghdad.