Perkembangan Islam di Thailand dan Brima ( Peta Myanmar)
Perkembangan Islam di Thailand dan Brima ( Peta Myanmar) - Islam datang ke Thailand dengan perantaraan pedagang yang berasal dari Arab dan India. Para pedagang yang berasal dari Arab dan India disebut Khek Islam (pedagang muslim) oleh penduduk setempat. Para pedagang tersebut meminta kepada raja Siam untuk mendirikan masjid. Permohonan mereka dikabulkan oleh raja maka didirikanlah masjid Bangkok Noi (Bangkok Kecil). Islam disebarkan di Siam melalui hubungan dagang dan perkawinan.
Asep Ahmad Hidayat yang dikutip Jaih Mubarok menjelaskan bahwa sebelum tahun 1801, wilayah Thailand merupakan wilayah Kesultanan Patani Darussalam (Patani Raya) yang meliputi Patani (Thailand Selatan), Trengganu, dan Kelantan (Malaysia). Pada tahun 1901, wilayah tersebut dikuasai oleh Kerajaan Thailand.
Berdasarkan Perjanjian 1902, wilayah Kesultanan Patani Darussalam dipecah menjadi dua, yaitu Patani dimasukkan ke dalam wilayah Thailand, sedangkan Trengganu dan Kelantan dimasukkan ke dalam wilayah koloni Inggris. Sekarang, Trengganu dan Kelantan merupakan negara bagian dari Malaysia.
Peristiwa dimasukkannya wilayah Patani secara resmi ke dalam negara Thailand dan dihapuskannya sistem kesultanan, mendapat reaksi keras'dari rakyat Patani pada waktu itu. Mereka melakukan perlawanan senjata terhadap Kerajaan Thailand. Pada tahun 1903, Abdul Kadir (Raja Patani) melakukan gerakan dengan strategi perlawanan umum untuk memancing tindakan-tindakan penindasan sehingga melahirkan pemberontakan umum terhadap pemerintah Thailand; dan meminta campur tangan asing, terutama dari Inggris di Malaka.
Namun, usaha pemberontakan itu dapat ditumpas oleh Kerajaan Thailand. Gerakan-gerakan berikutnya adalah:
a) perlawanan yang menuntut kemerdekaan penuh dari Thailand di bawah pimpinan Totae (1901);
b) perlawanan terhadap pemerintahan dengan cara memboikot pembayaran pajak yang dipimpin oleh Haji Bula (1911); dan
c) pemberontakan yang dipimpin oleh Raja Patani terakhir, Sultan Abdul Kadir Muhyidin, yang tinggal di Kelantan Malaysia (1922).
Pada masa'pemerintahan Pibul Songkram (1938-1948), muncul tuntutan otonomi bangsa Melayu Patani yang dipimpin oleh Haji'Sulong, seorang ulama kharismatik yang pernah bermukim di Mekah.
Haji Sulang menuntut tujuh persoalan yang harus dipenuhi oleh pemerintah, yaitu:
1) otonomi penuh empat wilayah (Naratiwat, Satun, Patani, dan Jala) di wilayah bagian Thailand Selatan;
2) pengajaran bahasa Melayu bagi anakanak di empat wilayah tersebut;
3) pendapat yang diperoleh dari wilayah tersebut diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat wilayah tersebut;
4) 80% pegawai pemerintah harus orang muslim;
5) tulisan ArabMelayu menjadi bahasa resmi;
6) pembentukan Mahkamah Syariah serta mengadakan mahkamah yang khas untuk mengurus dakwaan yang berdasarkan hukum Islam; dan
7) majelis agama Islam berhak mengeluarkan undang-undang administrasi agama Islam dengan disetujui oleh ketua besar di empat wilayah.
Karena tuntutan tersebut, Melayu Patani semakin ditekan oleh pemerintah Thailand dan bahkan Haji Sulong bersama dua temannya, Wan Usman Ahmad dan Encik Ishak Yusuf, ditangkap dan dibunuh oleh polisi rahasia Thailand pada hari Jumat tanggal 15 Agustus 1954.
Secara umum, Asep Ahmad Hidayat membagi gerakan muslim Thailand menjadi dua, yaitu gerakan non-kooperatif dan gerakan kooperatif. Sepeninggal Haji Sulong, rakyat Melayu Patani tidak lagi menuntut otonomi, tetapi kemerdekaan penuh bagi bangsa Patani. Haji Sulong telah berhasil membangkitkan rasa nasionalisme di kalangan Melayu Patani.
Sekarang, di Thailand terdapat empat organisasi muslim yang menuntut kemerdekaan penuh bagi Patani, yaitu Barisan Nasional Patani (BNPP) atau National Liberation Front of Patani (NLFP), Barisan Revolusi Nasional (BRN) atau Liberation Front of Republic Patani (LFRP), Pertumbuhan Pembiasaan Patani (PPPP) atau Patani United Liberation From of Refublic Patani‘(LFRP), dan Gerakan Mujahidin Patani (GMP). Kendali seluruh organisasi pergerakan nasionalis Patani ini dipegang oleh kaum intelektual Patani. Landasan perjuangan mereka adalah “Bangsa Melayu. Budaya Melayu, dan Islam.
Karena perpecahan antarorganisasi pembebasan, aktivitas perjuangan“ kaum gerilyawan Patani agak berkurang. Bersamaan dengan itu semenjak tahun 1980-an, pihak pemerintah Thailand memulai program pembangunall sosial-ekonomi di empat wilayah Thailand Selatan dengan tujuan membatasr ruang gerak kaum pembebasan Patani dan memperlemah kekuatan mereka.
Untuk kepentingan tersebut, pihak pemerintah Thailand mengadakan rencana kerja sama di bidang ekonomi di empat wilayah Thailand Selatan dengan rencana Segitiga Pertumbuhan lndonesia-MalaysiaThailand.
Program pendidikan yang dirancang oleh pemerintah Thailand di empat wilayah Melayu dianggap berhasil. Pada tahun 1990, jumlah sekolah umum di wilayah Patani, Naratiwat, Yala, dan Satun, mencapai 1.216 buah: mengalahkan jumlah sekolah swasta islam milik Melayu Patani yang hanya mencapai 189 buah. Kira-kira 202.972 orang pelajar Islam belajar di sekolah pemerintah dan hanya 22.423 orang pelajar yang menuntut ilmu di sekolah agama.
Bersamaan dengan itu. Fourth Army Region (FAR) mengadakan beberapa kegiatan untuk menghapus konflik separatis dengan cara bujukan. Di antara program tersebut adalah Taironyen (Kebahagiaan Selatan) yang diperkenalkan oleh Jenderal Hard Leonanond dan Kuam-wangmai (Harapan Baru) oleh Jenderal Chaovalit Yongcahaiyudh. Pada tahun 1981 di provinsi Yala dibentuk agensi Soucrhen Border Province; Administrative Centre (SBPAC) yang berfungsi sebagai pusat penyelarasan untuk menghapuskan gerakan pembebasan Patani.
Bagi pemerintah Thailand, kebijakan politik nomor 66/2523 menunjukkan tanda-tanda keberhasilannya. Sebagai contoh, aktivitas gerilyawan telah menurun dan gerakan separatis diyakini oleh pemerintah tidak lagi didukung oleh kebanyakan penduduk Patani, terutama masyarakat pedesaan.
Apalagi pada tahun 1992, FAR berhasil mengadakan perundingan dua organisasi pergerakan nasional Patani supaya kembali ke pangkuan pemerintah dan bekerja sama untuk membangun negara. Oleh karena itu, pihak pemerintah Thailand berkesimpulan bahwa gerakan pemisahan di empat wilayah Melayu Patani sudah berada dalam kehancuran.
Pada tanggal 31 Agustus 1989, empat organisasi pergerakan pembebasan BIPP, Barisan Revolusi, Nasional-Kongres, GMP, dan PULO mengadakan ikrar bersama untuk segera membentuk organisasi yang dapat memayungi perjuangan kemerdekaan rakyat Patani.
Pada tahun 1991, organisasi induk sudah disetujui, dibentuk, dan diberi nama “Barisan Bersatu Kemerdekaan Patani (BERSATU)” atau United Fronts for Patani Independence; yang terpilih sebagai presiden pertama BERSATU adalah Wahyudin dari GMP. Organisasi baru ini dapat menarik perhatian dan keyakinan masyarakat Patani terhadap urgensi gerakan pembebasan Patani bagi terwujudnya suatu negara Patani Raya yang berdaulat penuh.
Unit-unit gerilya pun meningkat di empat wilayah Melayu Patani. Sejak itu, pihak pemerintah Thailand mulai memberi perhatian kepada BERSATU. Surat tawaran kerja sama bagi penyelesaian masalah Patani pun dilayangkan kepada BERSATU melalui FAR pada tanggal 15 November 1991.
Dalam menjawab surat tawaran tersebut, BERSATU tetap berpandangan bahwa kerja sama secara ikhlas untuk menyelesaikan masalah bangsa dan negara tidak mungkin tercapai antara pihak penjajah dengan yang dijajah.
Pada tanggal 4-5 Juli 1995, BERSATU mengadakan sidang yang menghasilkan keputusan mengenai pembentukan Komite Perundingan Rakyat Melayu Patani (KPRMP). Komite ini didukung oleh tujuh barisan organisasi pembebasan Patani : BIPP, BIN-Kongres, GMP, PULO, BRN, Gerakan Ulama Patani (GUP), dan Patani United Liberation Organization 88 (PULO 88); dan dalam persidangan tersebut, Mahdi Daud, Presiden BERSATU, terpilih menjadi pemimpin KPRMP.
Setelah KPRMP terbentuk, aktivitas gerilya Islam di Patani meningkat, apalagi setelah tertembaknya seorang pemimpin gerilya, Ilyas To’ Bala, dan dua orang rekannya dari BRN-Kongres pada awal 1997. Sebagai reaksinya adalah unit-unit gerilya Islam di Patani mengeluarkan kebijakan operasi “Daun Luruh (Baimai Ruang)" yang bertujuan membalas tindakan polisi dan tentara. Thailand secara keseluruhan. Menurut Berita Harian 1997 (Daily News), sebanyak 13 orang tentara Thailand menjadi mangsa operasi “Daun Luruh II” tersebut.
Dari aspek perkembangan organisasi, BERSATU dan KPRMP telah memperluas perpaduan perjuangan dengan cara mewujudkan Majelis Permusyawaratan Rakyat Melayu Patani (MPRMP) dan Perlembagaan Negara Islam Patani (PNMIP) yang diadakan pada tanggal 14-15 Juni 1997.
MPRMP mempunyai dua fungsi utama, yaitu :
1) sebagai majelis perwakilan yang menentukan garis panduan kebijakan dan mengesahkan anggaran belanja negara Patani dan
2) sebagai majelis pelaksana yang melaksanakan semua kebijakan dan arahan mengenai perjuangan pembehasan Patani.
Gerakan kooperatif yang dilakukan oleh muslim Patani dengan berpartisipasi dalam politik nasional dimulai sejak tahun 1976. Akan tetapi, usaha tersebut hingga tahun 1986 kurang berhasil. Kondisi itu menyadarkan ' para elit politik Melayu Patani untuk mendirikan Partai Politik. Pada tanggal 3 Mei 1986, bertempat di Majelis Agama Islam Wilayah Patani, disepakati berdirinya Partai Politik Kaum Melayu yang diberi nama Wahdah.
Tujuan Partai Wahdah adalah :
l) membentuk perpaduan masyarakat Islam di seluruh Thailand;
2) menjaga hak dan kepentingan masyarakat Islam di seluruh negeri;
3) membangkitkan masyarakat Islam dalam aspek politik, ekonomi. pendidikan, dan kbrnasyarakatan;
4) menanamkan kesadaran politik;
5) memperkenalkan sistem Islam terhadap masyarakat supaya dapat dipahami dan dihayati; dan
6) membangkitkan dan memajukan sistem demokrasi.
Antara tahun 1986-1992, Wahdah telah mendorong kaum muslim Patani untuk menyalurkan aspirasi politiknya melalui jalur parlemen. Usaha yang dilakukan Wahdah cukup berhasil. Hal ini terbukti dalam pemilu 1992, sebanyak 12 orang muslim meraih kursi di parlemen.
Dari 12 orang tersebut terdapat 2 orang muslim yang menduduki jabatan wakil menteri, yaitu Den Tuk Mina sebagai wakil Menteri Dalam Negeri, dan Surin Pitsuawan sebagai wakil Menteri Luar Negeri.
Implikasi dari banyaknya wakil muslim di kursi parlemen adalah semakin berkembang pula institusi Islam di wilayah Thailand Selatan secara bebas. Di antaranya adalah Majelis Agama Islam, Institusi Sosial (Kebajikan) dan Pendidikan, dan Institusi Dakwah.
Baca juga di bawah ini
Institusi ini mendorong perkembangan siar Islam di Thailand. Pada tahun 1994 terdapat 2.347 masjid; sedangkan jumlah masjid di Thailand secara keseluruhan adalah 2.799 buah. Selain itu, kerja sama pendidikan dan ekonomi dengan organisasi-organisasi Islam internasional mulai dijalankan, di antaranya kerja sama dengan Rabithah Alam Islami. Islamic Development Bank (IDB), International Islamic Relief Organization (IRO). The Muslim World Committe, dan Asia Muslim Committe.