Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Proses Pengangkatan Khalifah Utsman bin Affan

Proses Pengangkatan Khalifah Utsman bin Affan - Sebelum meninggal, 'Umar telah memanggil tiga calon penggantinya, yaitu Utsman, 'Ali, dan Sa'ad bin Abi Waqqash. Dalam pertemuan dengan mereka secara bergantian, Umar berpesan, agar penggantinya tidak mengangkat kerabat sebagai pejabat (Munawwir Syadzali, 1993: 30). Di samping itu, Umar telah membentuk dewan formatur yang bertugas memilih penggantinya kelak. 

Dewan formatur yang dibentuk Umar berjumlah 6 orang. Mereka adalah Ali, Utsman, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abd ArRahman bin Auf, Zubair bin AWwam, dan Thalhah bin Ubaidillah. Di samping itu, Abdullah bin Umar dijadikan anggota, tetapi tidak memiliki hak suara. 

Mekanisme pemilihan khalifah ditentukan sebagai berikut : Pertama, yang berhak menjadi khalifah adalah yang dipilih oleh anggota formatur dengan suara terbanyak. Kedua, apabila suara terbagi secara berimbang (3:3), Abdullah bin Umar yang berhak menentukannya. 

Proses Pengangkatan Khalifah Utsman bin Affan

Ketiga, apabila campur tangan Abdullah bin Umar tidak diterima, calon yang dipilih oleh Abd Ar-Rahman bin Auf harus diangkat menjadi khalifah. Kalau masih ada yang menentangnya, penentang tersebut hendaklah dibunuh (Hasan Ibrahim Hasan, 1954; 254-5). 

Anggota yang khawatir dengan. tata'tertib pemilihan tersebut adalah Ali. Ia khawatir Abd Ar-Rahman (yang mempunyai kedudukan strategis ketika pemilihan (deadlock) tidak bisa berlaku adil karena antara Utsman dan Abd Ar-Rahman terdapat hubungan kekerabatan. Akhirnya, Ali meminta Abd Ar-Rahman berjanji untuk berlaku adil, tidak memihak, tidak, mengikuti kemauan sendiri, tidak mengistimewakan keluarga, dan tidak menyulitkan umat. Setelah A'bd Ar-Rahman berjanji, Ali menyetujuinya (Ath-Thabari, I, t.th.; 36).

Langkah yang ditempuh oleh Abd Ar-Rahman setelah Umar wafat adalah meminta pendapat kepada anggota formatur secara terpisah untuk membicarakan calon yang tepat untuk diangkat menjadi khalifah. Hasilnya adalah munculnya dua kandidat khalifah, yaitu Utsman dan Ali. 

Ketika diadakan penjajagan suara di luar sidang formatur yang dilakukan oleh Abd Ar-Rahman, terjadi silang pemilihan, Ali dipilih oleh Utsman dan Utsman dipilih oleh Ali. Di samping itu, Zubair dan Sa'ad bin Abi Waqqash mendukung Utsman. 

Sementara, Thalhah dan Zubair tidak ditanyai pendapat dan dukungannya karena keduanya ketika itu sedang berada di luar Madinah “sehingga tidak sempat dihubungi. Selanjutnya, Abd Ar-Rahman bermusyawarah dengan masyarakat dan sejumlah pembesar di luar anggota formatur. Ternyata, suara di masyarakat telah terpecah menjadi dua, yaitu kubu Bani Hasyim yang mendukung Ali dan kubu Bani Ummayah yang mendukung Utsman.

Kemudian, Abd Ar-Rahman memanggil Ali dan menanyakan kepadanya, seandainya dia dipilih menjadi khalifah, sanggupkah dia melaksanakan tugasnya berdasarkan Al-Quran, Sunah Rasul, dan kebijaksanaan dua khalifah sebelum dia? Ali menjawab bahwa dirinya berharap dapat berbuat sejauh pengetahuan dan kemampuannya. 

Abd Ar-Rahman berganti mengundang Utsman dan mengajukan pertanyaan yang sama kepadanya. Dengan tegas Utsman menjawab, “Ya! Saya sanggup.” Berdasarkan jawaban itu, Abd Ar-Rahman menyatakan, “Utsman sebagai khalifah ketiga, dan segeralah dilaksanakan bai'at.

Waktu itu, usia Utsman tujuh puluh tahun. Dalam hubungan ini, patut dikemukakan bahwa Ali sangat kecewa atas cara yang dipakai oleh Abd Ar-Rahman tersebut dan menuduhnya bahwa sejak semula ia sudah merencanakannya bersama Utsman sebab kalau Utsman yang menjadi khalifah, berarti kelompok Abd Ar-Rahman bin Auf yang berkuasa. 

Masa pemerintahan Utsman bin Affan termasuk yang paling lama apabila dibandingkan dengan khalifah lainnya, yaitu selama 12 tahun; 24-36 H./644-656 M. Umar 10 tahun 13-23 H/634 ~644, Abu bakar 2 tahun 11-13 H. /632634 M., dan Ali 5 tahun 36-41 H. /656661 M. Awal pemerintahan Utsman, atau kirakira 6 tahun masa pemerintahannya penuh dengan berbagai prestasi. 

Perluasan pemerintahan Islam telah mencapai Asia dan Afrika, seperti daerah Herat, Kabul, Ghazni, dan Asia Tengah, juga Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, dan berhasil menumpas pemberontakan yang dilakukan orang Persia. 

Dalam bidang sosial budaya, Utsman bin Affan telah membangun bendungan besar untuk mencegah banjir dan mengatur pembagian air ke kota. Membangun jalan, jembatan, masjid, rumah penginapan para tamu dalam berbagai bentuk, serta memperluas Masjid Nabi di Madinah. 

Peperangan yang terjadi pada masa ini adalah Perang Zatis Sawari “Perang Tiang Kapal”, suatu peperangan di tengah lautan yang belum pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW., Khalifah Abu Bakar, dan Umar. Disebut Zatis Sawarr', karena pada perang tersebut dilakukan di Laut Tengah dekat kota Iskandariyah antara tentara Romawi di bawah pimpinan Kaisar Constantine dengan laskar kaum muslimin di bawah pimpinan Abdullah bin Abi Sarah, umat Islam mengerahkan lebih kurang 200 kapal. 

Setelah melewati masa yang penuh dengan prestasi, pada paruh terakhir, khalifah menghadapi pemberontakan dan pembangkangan di dalam dan luar negeri. Di dalam negeri, pemberontakan lebih terpusat pada kebijakankebijakan khalifah yang nepotis, harta kekayaan umum yang hanya berputar pada kalangan keluarga dan sikapnya yang tidak tegas terhadap sahabat utama. 

Baca juga di bawah ini

Adapun di luar negeri, pemberontakan lebih banyak berasal dari negeri-negeri yang ditaklukkan, seperti Romawi dan Persia yang menambah dendam dan sakit hati karena sebagian wilayahnya telah diambil oleh kaum muslimin. Juga timah yang disebarkan pleh orang Yahudi dari suku Qainuqa dan Nadhir serta Abdullah bin Saba. Pemberontakan dan pembangkangan ini menyebabkan tewasnya khalifah pada tahun 35 H.