BAB 11 Sebab dan Akibat Perang Salib Terhadap Dunia Islam
A. Sebab Terjadinya Perang Salib
Perang Salib (1096-1291) terjadi sebagai reaksi dunia Kristen di Eropa terhadap dunia Islam di Asia, yang sejak 632 M., dianggap sebagai pihak “penyerang", bukan saja di Siria dan Asia Kecil, tetapi juga di Spanyol dan Sisilia.
Disebut Perang Salib, karena ekspedisi militer Kristen mempergunakan salib sebagai simbol pemersatu untuk menunjukkan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci dan bertujuan untuk membebaskan kota suci Baitulmakdis (Yerusalem) dari tangan orang-orang Islam.
Penyebab langsung terjadinya Perang Salib adalah permintaan Kaisar Alexius Connenus pada tahun 1095 kepada Paus Urbanus II. Kaisar dari Bizantium meminta bantuan dari Romawi karena daerah-daerah yang tersebar sampai ke pesisir Laut Marmora “dibinasakan” oleh Bani Saljuk.
Bahkan, kota Konstantinopel diancamnya pula. Adanya permintaan ini, Paus melihat kemungkinan untuk mempersatukan kembali (gereja Yunani dengan Romawi yang telah terpecah tahun 1009-1054.
Isi pidato yang menyulut Perang Salib terjadi pada 26 November 1095 Paus Urban menyampaikan pidatonya di Clermont, bagian tenggara Perancis dan memerintahkan orang-orang Kristen agar “Memasuki lingkungan Makam Suci, merebutnya dari orang-orang jahat dan menyerahkannya kembali kepada mereka.”
Mungkin, inilah pidato paling berpengaruh yang pernah disampaikan oleh Paus sepanjang catatan sejarah. Orang-orang yang hadir di sana meneriakkan slogan Deus Vult (Tuhan menghendaki) sambil mengacung-acungkan tangan.
Pada musim semi 1097, 150.000 manusia, sebagian besar orang Franka, Norman, dan sebagian lagi rakyat biasa menyambut seruan untuk berkumpul di Konstantinopel. Pada saat itulah genderang Perang Salib -disebut begitu karena salib dijadikan lencana-pertama ditabuh.
Penyebab lain Perang Salib adalah faktor sosial ekonomi. Para pedagang besar yang berada di pantai?timur Laut Tengah, terutama yang berada di kota Venezia, Ganoa, dan Pisa, berambisi untuk menguasai sejumlah kota dagang di sepanjang pantai timur dan selatan Laut Tengah untuk memperluas jaringan perdagangan mereka.
Untuk itu, mereka rela menanggung sebagian dana Perang Salib dengan maksud menjadikan kawasan itu sebagai pusat perdagangan mereka bila Kristen Eropa memperoleh kemenangan.
Perang Salib bagi orang-orang Kristen juga merupakan jaminan untuk masuk surga sebab mati dalam Perang Salib, menurut mereka, adalah mati sebagai pahlawan agama dan langsung masuk surga walaupun mempunyai dosa-dosa pada masa lalunya.
B. Periodisasi Perang Salib
Philip K. Hitti menyederhanakan periodesasi Perang Salib dalam tiga periode. Pertama, masa penaklukan (1009-1144); kedua, masa timbulnya reaksi umat Islam (1144-1192); dan ketiga, masa perang saudara kecil-kecilan yang berakhir sampai 1291 M.
Periode pertama, disebut periode penaklukan. Jalinan kerja sama Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II berhasil membangkitkan semangat umat Kristen, terutama akibat pidato Paus Urbanus II di Clermont (Perancis Selatan), 26 November 1095. Pidato tersebut membuat orang-orang Kristen, mendapat suntikan untuk mengunjungi kuburan suci.
Hassan Ibrahim Hassan dalam buku Tarikh Al-Islam (Sejarah Kebudayaan Islam) menggambarkan gerakan ini sebagai gerombolan rakyat jelata yang tidak memiliki pengalaman perang, tidak disiplin, dan tanpa persiapan. Gerakan ini dipimpin oleh Pierre I'ermite.
Sepanjang jalan menuju Konstantinopel, mereka membuat keonaran, melakukan perampokan, dan bahkan terjadi bentrokan dengan penduduk Hongaria dan Bizantium. Akhirnya, dengan mudah, pasukan Salib ini dapat dikalahkan oleh pasukan Dinasti Saljuk.
Pasukan Salib berikutnya dipimpin oleh Godfrey of Bouillon. Gerakan ini lebih merupakan militer yang terorganisasi rapi. Mereka berhasil menduduki kota suci Palestina (Yerusalem) pada 7 Juli 1099. Pasukan Godfrey ini melakukan pembantaian besar-besaran terhadap umat Islam tanpa membedakan laki-laki dan wanita, anak-anak dan dewasa, serta tua dan muda.
Mereka juga membumihanguskan bangunan-bangunan milik umat Islam. Sebelum menduduki Baitulmakdis, pasukan ini terlebih dahulu merebut Anatalia'Selatan, Tarsus, Antiolia, Allepo, dan Ar-Ruba' (Edessa), juga merebut Tripoli, Syam (Suriah), dan Arce.
Kemenangan pasukan Salib pada periode ini telah mengubah peta dunia Islam dan berdirinya kerajaan-kerajaan Latin-Kristen di timur, seperti Kerajaan Baitulmakdis (1099) di bawah pemerintahan Raja Godfrey, Edessa (1099) di bawah Raja Baldwin, dan Tripoli (1099) di bawah kekuasaan Raja Reymond.
Periode kedua, disebut periode reaksi umat Islam (1144-1192). Jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan Islam ke tangan kaum Salib membangkitkan kaum muslimin menghimpun kekuatan untuk menghadapi mereka. Di bawah komando Imaduddin Zangi, Gubernur Mosul, kaum muslimin bergerak maju membendung serangan pasukan Salib. Bahkan, mereka berhasil merebut kembali Allepo dan Edessa (1144).
Setelah lmaduddin Zangi wafat tahun 1146, posisinya digantikan oleh putranya, Nuruddin Zangi. Ia meneruskan cita-cita ayahnya yang ingin membebaskan negara-negara Islam di timur dari cengkraman kaum Salib. Kota-kota yang berhasil dibebaskan, antara lain Damaskus (1147), Antiolia (1149), dan Mesir (1169).
Kemenangan kaum muslimin ini, terutama setelah munculnya Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (Saladin) di Mesir yang berhasil membebaskan Baitulmakdis pada 2 Oktober 1187. Keberhasilan umat Islam ini telah membangkitkan kaum Salib untuk mengirim ekspedisi militer yang lebih kuat.
Ekspedisi ini dipimpin oleh raja-raja besar Eropa, seperti Frederick I (Barbarossa, Kaisar Jerman), Richard I (The Lion Hearted, Raja Inggris), dan Philip II (Augustus. Raja Perancis). Ekspedisi Salib ini dibagi beberapa divisi, sebagian menempuh jalan darat dan sebagian lagi menempuh jalur laut.
Frederick yang memimpin divisi darat tewas ketika menyeberangi sungai Armenia, dekat kota Ruba', (Edessa). Sebagian tentaranya kembali, kecuali beberapa orang yang teru, melanjutkan perjalanannya di bawah pimpinan putra Frederick.
Dua divisi lainnya yang menempuh jalur laut bertemu di Sisilia. Mereka berada di Sisilia hingga musim dingin berlalu. Karena terjadi kesalahpahaman, akhirnya mereka meninggalkan Sisilia secara terpisah.
Richard menuju Ciprus dan mendudukinya, kemudian melanjutkan perjalanan ke Suriah (Syam), sedangkan Philip langsung ke Arce, dan pasukannya berhadapan dengan pasukan Saladin, sehingga terjadi pertempuran sengit. Namun, akhirnya pasukan Saladin memilih mundur dan mengambil langkah untuk mempertahankan Mesir.
Dalam keadaan demikian, pihak Richard dan pihak Saladin sepakat untuk melakukan gencatan senjata dan membuat perjanjian. Inti perjanjian damai itu adalah daerah pedalaman akan menjadi milik kaum muslimin dan umat Kristen yang akan berziarah ke Baitulmakdis akan terjamin keamanannya. Adapun daerah pesisir utara, Arce, dan Jaita berada di bawah kekuasaan tentara Salib.
Periode ketiga (1193-1291) lebih dikenal dengan periode perang saudara kecil-kecilan atau periode kehancuran di dalam pasukan Salib. Hal ini disebabkan oleh ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang bersifat materialistik daripada motivasi agama.
Dalam periode ini, muncul pahlawan wanita dari kalangan kaum muslimin yang terkenal gagah berani, yaitu Syajar Ad-Durr. Ia berhasil menghancurkan pasukan Raja Louis IX dari Perancis sekaligus menangkap raja tersebut. Bukan hanya itu, pahlawan wanita yang gagah berani ini telah mampu menunjukkan kebesaran Islam dengan membebaskan dan mengizinkan Raja Louis IX kembali ke negerinya, Perancis.
C. Akibat Perang Salib
Perang Salib menimbulkan beberapa akibat penting dalam sejarah dunia. Perang Salib membawa Eropa ke dalam kontak langsung dengan dunia muslim dan terjalinnya hubungan antara timur dan barat. Kontak" ini menimbulkan saling tukar pikiran antara kedua belah pihak. pengetahuan orang timur yang progresif dan maju memberi daya dorong besar bagi pertumbuhan intelektual Eropa Barat. Hal ini melahirkan suatu bagian penting dalam menumbuhkan Renaisans di Eropa.
Keuntungan Perang Salib bagi Eropa adalah menambah lapangan perdagangan, mempelajari kesenian, dan penemuan penting, seperti kompas pelaut, kincir angin, dan sebagainya dari orang Islam.
Mereka juga dapat mengetahui cara bertani yang maju dan mempelajari kehidupan industri timur yang lebih berkembang. Ketika kembali ke Eropa, mereka mendirikan sebuah Pasar khusus untuk barang-barang timur. Orang barat mulai menyadari kebutuhan akan barang-barang timur, dan karena kepentingan ini perdagangan antara timur dan barat menjadi lebih berkembang.
Kegiatan perdagangan tersebut lebih mengarah pada perkembangan kegiatan maritim di Laut Tengah. Orang-orang Islam yang pernah menguasai Laut Tengah kehilangan kekuasaan, sementara orang Eropa bebas menggunakan jalan laut melalui Laut Tengah tersebut.