Organisasi, Kelompok dan Aliran Islam
Organisasi, Kelompok dan Aliran Islam - Banyak para imigran muslim yang bergabung dalam organisasi yang kadang-kadang mencerminkan aliran-aliran tertentu, sesuai dengan yang dialami ketika masih berada di negeri asalnya. Organisasi yang lahir pada masa-masa awal banyak berkaitan dengan aliran Sufi.
Di Inggris misalnya, terdapat Alawiyyah yang menjadi organisasinya orang-orang Yaman. Sementara orang-orang muslim yang berasal dari Asia Selatan, banyak bergabung dengan aliran Naqsabandiyah dan Qadariyah. Organisasiorganisasi ini dalam beberapa hal tampak transparan, namun seorang pengamat dari luar akan merasa sulit untuk mengidentifikasi organisasiorganisasi ini.
Selain organisasi-organisasi tersebut, ada lagi gerakan lain, yaitu Deobandi dan Barelwi. Kedua gerakan yang bercorak Sufi ini berkaitan dengan pusatnya di Asia Selatan. Dalam konteks Islam yang mendunia (internasional), terdapat organisasi Iamat Al-Islam, yaitu organisasi yang didirikan dan dipimpin oleh Abu Al-A'la Al-Maududy, sampai meninggalnya pada tahun 1980.
Organisasi ini telah mengembangkan sayapnya, seperti Islam Foundation di Leicester yang didirikan sebagai pusat studi Islam dan penerbitan The Muslim Educational Trust yang didirikan dengan tujuan untuk mendorong pengajaran Islam bagi anakanak muslim di sekolah-sekolah negara, dan UK Islamic Mission yang beroperasi dalam menggalakkan pengarajaran Al-Quran bagi anak-anak muslim.
Pada tahap selanjutnya, terdapat The Muslim Brotherhood yang menjadi tempat berkumpulnya para pemrakarsa utama lahirnya The Federation of Student Islamic Societies (FOSIS), yang menjadi kelompok dari organisasi-organisasi kesejahteraan mahasiswa yang berbasis di London.
Akhirnya, pada tahun 1970, didirikan sebuah organisasi payung yang disebut The Union of Muslim Organizations. Namun, muslim Inggris terlalu beragam untuk dipersatukan, sehingga persatuan ini hanya berhasil manyatukan dalam menangani isu-isu praktis yang terdapat di permukaan, tidak mempersatukan sebuah identitas ideologis.
Adapun kelompok-kelompok muslim yang berada di Jemian sebagaimana dikatakan oleh Von Denffer, seorang Jerman muslim terbagi pada dua kelompok besar,'yaitu:
Pertama, masyarakat muslim Jerman saja.
Kedua, masyarakat muslim Jerman dan bersama-sama non-Jerman.
Dalam masyarakat pertama terdapat kontak dengan penduduk bukan Jerman. tetapi mereka mempunyai fanatisme anti orang asing meskipun mereka adalah orang-orang Islam. Termasuk ke dalam masyarakat ini dan mereka sedikit adalah mereka yang berada di kota Hamburg utara.
Kelompok ini didirikan pada tahun 1955 dan diberi nama Ikatan Muslim Jerman. Mereka berhubungan dengan muslim asing. Namun. derajat mereka dalam pandangan masyarakat Jerman, berada di bawah. Meskipun demikian, secara praktis mereka tidak berbuat apa-apa untuk menentang kaum muslimin.
Ada juga kelompok Burhaniyah. Kebanyakan dari mereka tinggal di Jerman utara. Mereka sangat padu, tetapi berhubungan juga dengan kelompok muslim non-Jerman, karena tokoh mereka berasal dari Sudan. Di Berlin, terdapat kelompok-kelompok penting.
Kelompok pertama, memiliki kecenderungan sufistik. Tokoh mereka adalah Abdullan Khalis yang mempunyai jaringan dengan orang-orang Turki. Mereka menampakkan simbol-simbol sufl. Kelompok kedua tidak begitu penting, yakni kelompok wanita Jerman.
Mereka bergaul dengan orang-orang Islam non-Jerman. Kelompok ketiga, adalah orang-orang yang menguasai wilayah Islam. Kelompok ini berhubungan dengan orang-orang Islam non-Jerman, tetapi pemahaman mereka terhadap Islam telah bercampur baur dengan kebudayaan Jerman, misalnya mereka tidak mengenakan tutup kepala (jilbab), meskipun ketika berada di negara-negara Islam, mereka mengenakan juga.
Di dekat kota Frankfurt ada sekelompok muslim bernama Darul Islam. Mereka sangat dikenal dan dipimpin oleh Muhammad Siddiq. ltulah beberapa kelompok muslim penting di Jerman. Sedangkan kelompokkelompok muslim non-Jerman lebih banyak lagi.
Siapa kelompok muslim sekarang sebenarnya? Masyarakat muslim Eropa Barat pada dasarnya terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. kelompok muslim asli orang Jerman yang,berkulit putih, jumlah mereka tidak begitu banyak;
b. kelompok muslim imigran yang sudah menjadi penduduk Jerman, seperti orang-orang Turki dan Maroko. Kelompok ini yang paling banyak melakukan ibadah haji ke Mekah setiap tahunnya;
c. kelompok muslim yang menetap sementara, seperti para mahasiswa, pekerja, diplomat, dan lainnya.
Sementara keberadan muslim di Perancis dapat dilihat semenjak awal tahun 1960-an, di mana orang-orang Afrika Utara termasuk orang Aljazair berimigrasi ke Perancis. Pada tahun 1957 lebih dari 190.000 orang Aljazair tiba di Perancis dan pada dekade berikutnya jumlah itu bertambah hampir seperempat juta.
Pertambahan imigran yang begitu cepat ini bukan hanya disebabkan oleh orang Aljazair saja, tetapi pada hakikatnya juga berasal dari Maroko dan Tunisia. Imigran dari Tunisia yang bermukim di Perancis pada tahun 1964 mencapai 48.000. Jumlah ini melonjak pada tahun berikutnya sampai 161.000.
Pada dekade berikutnya kemudian menurun secara perlahan-lahan. Adapun jumlah bangsa Maroko yang berada di Perancis pada tahun 1962 mencapai 50.000 jiwa dan pada dekade berikutnya mencapai 400.000, dan bangsa Aljazair pun naik menjadi 830.000.
Melihat kenyataan itu, pemerintah Perancis mengambil kebijakan dengan mengawasi dan membatasi penduduk. Untuk memulai kebijakan itu, diadakan persetujuan dengan pemerintah Aljazair pada tahun 1954. Batasan imigran ditetapkan menjadi 35.000, kemudian diturunkan menjadi 25. 000. Berkaitan dengan adanya resesi ekonomi tahun 1974, pengawasan itu diperketat; sehingga tahun 19771981 para imigran dikembalikan ke negara asalnya.
Sekitar tahun 80-an, para pekerja muslim dari bagian Sahara Afrika Barat mulai berdatangan kira-kira berjumlah sekitar 80.000 orang. Mereka berasal dari Sanike yang tinggal di sepanjang Senegal. Pada tahun 1966, persetujuan tenaga kerja ditandatangani antara Perancis dan Turki, namun tidak sampai awal tahun 1970-an, imigran itu pergi.
Menjelang tahun 1983, hampir 150.000 penduduk Turki berada di Perancis yang seluruhnya berasal dari Anatolia Pusat dan provinsi bagian timur perbatasan Laut Hitam sampai Siria. Fase pertama imigran muslim didominasi oleh para pencari kerja, sehingga sedikit sekali orang-orang Aljazair tahun 1950 yang membawa keluarganya.
Tahun 1953 kira-kira 100 keluarga Aljazair dilaporkan tiba di Perancis dan 60% di antara mereka datang bersama istri-istrinya; dan pada tahun 1982 penduduk tidak lagi didominasi oleh laki-laki. Ada kelompok lain dari fase pertama ini bernama Harkis (muslim Perancis).
Istilah aslinya Rona, yakni penduduk asli Afrika Utara yang berpindah ke Perancis pada akhir perang kemerdekaan Aljazair tahun 1962, yang saat itu sudah menjadi penduduk Aljazair karena bekerja sebagai polisi, tentara, pegawai negeri, kehakiman, dan profesi-profesi kelas menengah lainnya.
Mereka harus meninggalkan Aljazair karena menjadi anggota kolonial Perancis. Di Perancis mereka terdaftar sebagai penduduk, menurut sensus tahun 1968 jumlahnya mencapai 140.000 orang, sampai tahun 1988, jumlah pertumbuhan penduduknya mencapai 400-450 ribu.
Pada mulanya, mereka ditampung di barak-barak di bawah pengawasan agen pemerintah. Namun, timbul kerusuhan-kerusuhan antara mereka (tahun 1975) yang memaksa pemerintah untuk mereorganisasi barak-barak tersebut, dan kemudian tanggung jawabnya diserahkan pada urusan kesejahteraan pada tahun 1986. Beberapa penduduk Harkis berasimilasi dan yang lainnya terisolasi.
Di antara negara-negara Eropa, Perancis-lah yang dianggap paling banyak dipengaruhi Islam. Menurut almarhum kepala masjid Perancis. ada 12.000 konversi tentang kebangsaan yang beraneka ragam antara tahun 1957-1982.
Dokter Hamidullah (seorang sarjana India) yang menjadi imam masjid dakwah menyebutkan, ada 22.000 konversi tentang berbagai kebangsaan selama dekade itu. Studi paling akhir menyebutkan sejumlah penduduk atau orang-orang Perancis masuk Islam, terutama di daerah yang berpenduduk antara 30.000-50.000.
Pada akhir tahun 1980-an, dengan menggunakan laporan statistik resmi mencapai lebih dari 3. 000. 000 muslim di Perancis. Atau sekurang-kurangnya orang-orang yang berlatar belakang kebudayaan muslim.
Mayoritas penduduk yang berlatar belakang muslim di Perancis, dipekerjakan dalam pekerjaan yang kasar dan semi kasar di bidang industri, dan sebagian kecilnya relatif lebih tinggi kedudukannya daripada orangorang yang berasal dari Eropa barat.
Di antara mereka yang berusia muda, ada yang memperoleh pendidikan tinggi dan menjadi tenaga profesional. Di samping itu, tahun 1980 pengangguran menimpa imigran tua dan muda. Perluasan pekerjaan mengutamakan pekerja wanita. Di antara penduduk muslim, wanita Turki-lah yang lebih cepat mengambil kesempatan ini.
Posisi Islam dan muslim sebagai komunitas keagamaan dalam sistem Perancis dipersiapkan dengan karakter negara Perancis. Hal ini ditetapkan dalam undang-undang yang ditetapkan tanggal 9 Desember 1905 mengenai pemisahan gereja dan negara.
Dalam pasal 1 dinyatakan bahwa Republik menjamin kebebasan suara hati, kebebasan berpendapat, menjamin adanya kebebasan melakukan keagamaan, namun dibatasi dengan batasan-batasan kepentingan keamanan masyarakat umum. Bab ke-2 menyatakan bahwa Republik tidak memberikan pengakuan untuk membayar upah atau subsidi terhadap agama.
Pertumbuhan muslim di Eropa Barat terus berlangsung, disebabkan oleh datangnya kaum imigran dan konversi agama di kalangan penduduk asli kulit putih. Faktor yang pertama sangat dominan, sebab keturunan imigran berkembang dengan pesat, sedangkan penduduk asli sudah terbiasa dengan dua, bahkan satu anak dalam setiap keluarga.
Baca juga di bawah ini
Adapun konversi agama dari warga penduduk asli yang berkulit putih ke dalam Islam tidak begitu pesat. Hal ini dikarenakan orang Eropa Barat melihat dirinya sebagai bangsa yang telah berada pada puncak kesempurnaan. Mereka lebih tertutup dengan nasionalisme yang tinggi, dan terlampau sibuk dengan rutinitas sehari-hari yang menyebabkan tidak terlalu sempat berpikir untuk memilih agama mana yang benar.