Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Manajer dengan intuisi kuat Suharto 1988 - 1993

Manajer dengan intuisi kuat Suharto 1988 - 1993 

Saya dilantik oleh Bapak Presiden sebagai Menteri dua kali, pertama Menteri Negara Perumahan Rakyat, dilantik pada tanggal 21 Maret 1988 dan menjabat sampai tanggal 31 Maret 1993. Kemudian diangkat sebagai Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan dari April 1993 sampai sekarang. Kesan-kesan saya terhadap kepemimpin dan pola manajemen yang dibawakan oleh Pak Harto adalah sebagai berikut.

Pertama, Pak Harto adalah orang yang sangat kuat intuisinya. Di dalam setiap sidang kabinet terasa betul bahwa beliau adalah orang yang sangat intuitif. Dalam manajemen apa pun, intuisi itu sangat penting. Kalau kita ~ menyaksikan sebagai perbandingan di perusahaan-perusahaan, mereka yang analisanya tajam sering kalah dengan orang yang intuisinya tajam. 

Suharto

Suharto

Pengusaha yang sukses seperti Liem Sioe Liong, intuisinya yang bermain; dalam menelaah apa yang akan terjadi di depan, intuisi itu sangat dominan. Tentu akan sangat baik kalau kedua hal itu digabungkan, ketajaman intuisi dan ketepatan analisa. Di pemerintahan, intuisi yang didukung oleh analisa yang tajam telah menghasilkan banyak kebijaksanaan yang tepat. 

Ambillah contoh, kebijaksanaan Bapak Presiden menghentikan ekspor kayu lapis gelondongan. Itu merupakan kebijaksanaan dengan jangkauan yang sangat panjang yang hasilnya kita rasakan sekarang ini sehingga Indonesia menjadi produsen kayu lapis terbesar di dunia. Diawalnya beliau menetapkan keputusan itu, sempat ditentang oleh banyak orang. Ternyata analisa dan intuisi beliau tepat.

Intuisi beliau yang tajam itu telah tumbuh sebagai akibat dari latihan-latihan yang lama dalam menghadapi berbagai krisis sejak masa muda, sejak perang kemerdekaan, dilanjutkan ketika beliau memimpin Operasi Mandala, dan seterusnya selama menjabat Presiden dengan melewati banyak masa-masa yang kritis. Latihan-latihan itu membuat ketajaman intuisi. Seseorang kalau dilatih terus, intuisinya semakin lama akan semakin tajam. 

Kedua, beliau dalam mengelola tugas dan tanggung jawabnya banyak mendelegasikan tugas kepada pembantu-pembantunya secara penuh dengan kewenangan yang juga penuh. Banyak pimpinan atau manajer yang menangani sendiri tugas-tugasnya. Pak Harto memberikan pendelegasian wewenang yang sangat besar dan luas kepada pembantunya. 

Memang dalam praktek, beberapa pembantu beliau bolak-balik menghadap beliau memohon petunjuknya, tetapi sebenarnya wewenang itu secara penuh telah diberikan kepada bawahannya. Dalam cara manajemen beliau, nyatanya banyak tugas dan tanggung jawab serta wewenang yang beliau delegasikan, walaupun tanggung jawab keluarnya kepada rakyat dan kepada DPR/MPR tetap ada pada beliau, selayaknya seorang pemimpin. Pendelegasian itu diberikan kepada para Menteri Jaksa Agung, Gubernur Bank Indonesia, Panglima ABRI, lepinan-pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dan para Gubernur. 

Dalam perjalanan hidup saya, saya memulai dari pimpinan usaha yang kecil, manajer yang kecil, dan secara bertahap meningkat. Saya merasakan sejak diangkat oleh Pak Harto sebagai Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, saya memiliki kewenangan yang luas untuk mengatur transmigrasi dan pemukiman perambah hutan. Lingkup dan kewenangan yang saya peroleh luas sekali; juga sewaktu menjadi Menteri Negara Perumahan Rakyat.

Ketiga, tugas tanggung jawab dan wewenang itu didelegasikan oleh Presiden dalam pola manajemen dengan disertai unsur kepercayaan yang besar. Seperti diketahui, dalam filosofi manajemen timur (seperti juga di Cina dan Jepang). Unsur kepercayaan itu sangat besar sekali peranannya. Dalam tipologi manajemen barat; unsur kepercayaan kecil, dan oleh karena itu, unsur pengawasan dan pengendaliannya besar. 

Dengan unsur kepercayaan yang besar ini, terasa bisa membuat mobilitas menjadi lebih tinggi. Tetapi tentu juga mengandung risiko, yaitu bila kepercayaan yang besar itu disalahgunakan. Unsur kepercayaan yang diberikan Pak Harto kepada pembantu-pembantunya besar sekali. 

Dalam pengalaman saya sendiri selama 25 tahun sebagai direktur perusahaan, kalau mendelegasikan sesuatu, masih juga mengawasi, melihat, dan sebagainya. Tipe Pak Harto adalah tipe pemimpin yang kepada siapa yang diberi tugas, beliau percaya. Sebaliknya, tugas juga beliau berikan hanya kepada yang beliau percayai mampu memperoleh kepercayaan itu. 

Sampai suatu saat, jika diketahui ada yang tidak melaksanakan pekerjaannya dengan baik, kepercayaan untuk melaksankan tugas itu akan beliau cabut. Pada dasarnya ada unsur kepercayaan yang sangat besar dalam setiap pemberian tugas dari Bapak Soeharto.

Keempat, beliau adalah orang yang sangat menguasai detil permasalahan. Apalagi kalau sudah menyangkut masalah pertanian, Menteri, Dirjen kalah dalam penguasaan detilnya. Beliau menguasai secara detil sekali. Sapi makan rumput berapa kilo sehari, beliau tahu betul. Daya ingat beliau juga luar biasa. 

Sehingga sebagai pembantunya, jangan sekali-kali mengetengahkan data yang berbeda dengan yang diberikan pada waktu sebelumnya. Beliau ingat betul. Kalau kita melapor ke Presiden, harus menguasai detil dan siap betul. Kalau kita tidak menguasai apa yang seharusnya dikuasai. tentu penilaian beliau akan berbeda sekali. 

Kelima, dalam manajemen apa pun, informasi itu sangat penting. Pak Harto mempunyai jalur informasi yang sangat luas dan tidak terbatas pada jalur-jalur formal. Jadi untuk tahu data informasi, beliau selain meminta langsung kepada Menteri yang bersangkutan, juga memperoleh dari sumber-sumber lain yang cukup banyak jumlahnya. 

Sebagai suatu contoh, ini sebuah cerita, ketika Menteri Kehutanan dijabat oleh Bapak Hasjrul Harahap, dan diceritakan oleh Bapak Hasjrul Harahap sendiri. Beliau memerintahkan untuk menghentikan ekspor kayu gelondongan. Suatu saat Pak Hasjrul menghadap Presiden dan melaporkan bahwa penghentian ekspor kayu gelondongan sudah dilaksanakan dan tidak ada lagi ekspor tersebut. 

"Betul?", tanya Presiden. "Ya Pak," jawab Pak Hasjrul. Bagaimana dengan penyelundupan? Dijawab oleh Pak Hasjrul'tak ada. Ketika itu juga Pak Harto langsung mengeluarkan kertas dari lacinya dan menunjukkan kepada Menhut dokumen dari Taiwan yang menyebutkan adanya ekspor kayu gelondongan, di mana country of origin-nya adalah Indonesia. Tentu Pak Hasjrul kaget dengan sumber yang dimiliki Pak Harto. Ini menunjukkan betapa luasnya akses informasi dari Pak Harto.

Keenam, sebagai seorang eksekutif, Pak Harto orang yang tenang, bahkan sangat tenang. Selama saya menjadi Menteri, tidak pernah saya melihat beliau marah dan emosional. Padahal kalau kita bandingkan, banyak sekali manajer yang lingkup tugasnya jauh lebih ringan, sedikit saja stres langsung marah. 

Dalam mengatur negara ini, beban tugas beliau tentu sangat besar, Ketenangan beliau inilah yang menumbuhkan rasa tenang kepada para pembantunya. Ketenangan ini membuat halahal menjadi lebih lancar, tidak membuat nervous. Beliau juga memiliki self control yang besar. Ada pimpinan yang membuat anak buahnya untuk datang menghadap saja takut, karena angkernya. Beliau tidak menumbuhkan suasana itu, yang timbul justru suasana yang sejuk.

Ketujuh, beliau sangat nasionalistis dalam mengelola dan memikirkan kepentingan bangsa dan negara ini. Sebagai suatu contoh adalah perist1wa d1 tahun 1992, sewaktu Pemerintah Indonesia memutuskan bantuan IGGI, dl mana Pak Harto dengan tenang memutuskannya. 

Secara jelas kita bisa melihat kaitannya dengan bagaimana ulah Mr. JP Pronk ketika beliau datang ke Indonesia, dan mengatur sana sini, laksana pimpinan dan pemilik kebun di zaman Belanda kepada tukang-tukang kebunnya. Keputusan itu diambil bukan karena kita tidak membutuhkan lagi bantuan, tetapi masih sangat memerlukan. 

Yang kita lindungi adalah harga diri kita yang lebih penting daripada itu. Hal yang sama juga pernah dialami dahulu oleh allmarhum Bung Karno, tetapi dengan reaksi dan impresi yang berbeda. Bung Karno memberi kesan lebih emosional, ketika beliau menyatakan "go to hell with your aid" kepada Amerika Serikat. 

Pak Harto menyatakannya dengan tenang, halus dan suratnya ditandatangani oleh Menko Ekuin (kala itu Pak Radius Prawiro), dan beliau sendiri tidak pernah secara terbuka, keluar, menyatakan tentang hal itu. Peristiwa itu merupakan suatu pukulan yang sangat besar bagi Pemerintah Belanda. Alhamdulillah, tahun 1995 Ratu Beatrice datang. 

Perihal waktu kedatangannya itu juga suatu peristiwa yang sangat beliau pikirkan. Kenapa datangnya bulan Agustus? Semua mau diatur agar kedatangannya tepat pada tanggal 17 Agustus 1995, tetapi ternyata di negeri Belanda terjadi keruwetan tersendiri. Para veteran di sana protes, karena dahulu Belanda tidak mengakui 17 Agustus sebagai hari Kemerdekaan RI. 

Belanda hanya mengakui Desember 1949 sebagai penyerahan kedaulatan. Ratu datang tidak tanggal 17 Agustus 1995, melainkan tanggal 23 Agustus 1995. Tidak apalah, masih dalam rangka 17 Agustus. Itu memberikan arti Belanda mengakui kemerdekaan kita sejak 17 Agustus 1945. Itu penting. Pak Harto itu selalu tenang dan tidak emosional dalam memutuskan berbagai hal. Itulah ciri-ciri manajemen Pak Harto. 

Sebagai seorang bekas pimpinan perusahaan swasta, kemudian masuk ke dalam struktur manajemen pemerintahan, tentu ada hal-hal mendasar sekali yang berbeda. Di swasta, jelas optimal goal-nya adalah profit motif, mencari untung. Di Pemerintahan tetap saja sama, profit motif, tetapi, keuntungan itu tidak semata-mata material, bisa social benefit, social welfare dan lain-lain.

Setelah saya lebih dari 25 tahun menjadi top eksekutif di perusahaan swasta, kini hanya berkesempatan mengikuti kepemimpinan Pak Harto memimpin negara yang jauh lebih kompleks dari memimpin perusahaan swasta. Banyak hal yang bisa saya pelajari dari beliau yang telah mampu mengatasi berbagai permasalahan yang kompleks dilihat dari berbagai sisi.

Satu contoh yang perlu diketahui oleh banyak orang, adalah tentang pemberian grasi pada Bapak Soebandrio, Bapak Oemar Dhani dan Bapak Soetarto yang sudah dipertimbangkan oleh beliau sejak tahun 1993. Penjelasan Pak Moerdiono, menyatakan bahwa Pak Harto sudah memikirkan hal itu sejak tahun 1993, tetapi beliau baru memberikannya tepat pada ulang tahun 50 Tahun Indonesia Merdeka, sebagai saat yang istimewa. 

Berbeda sekali bila grasi itu diberikan tahun 1994 atau 1996. Itu sesuatu yang dipikirkan betul. Itu sebagai rasa syukur kita memasuki 50 Tahun Indonesia Merdeka. Diumumkan bebas tanggal 15 Agustus, buka 17 Agustus. Bayangkan kalau tanggal 17, dan nantinya keluarga beliau memperingati tanggal 17 sebagai hari pembebasan beliau; hal itu tentu kurang baik. 

Beliau itu selalu memperhatikan segala sesuatu secara lengkap, sampai detil. Itulah yang membuat beliau berhasil memantapkan kepemimpinan beliau selama ini. Banyak sekali pemimpin yang hanya memikirkan hal-hal yang besar, tetapi melupakan hal-hal yang kecil. Padahal biasanya orang itu tersandung justru oleh hal-hal yang kecil-kecil, bukan oleh yang besar. 

Sewaktu saya ditugasi sebagai Menteri Negara Perumahan Rakyat, tugas besar dan manusiawi yang saya beri perhatian cukup besar adalah peremajaan perumahan kumuh, pembangunan perumahan sangat sederhana dan pemugaran perumahan pedesan, masalah-masalah pemukiman yang sangat penting bagi penduduk yang tidak mampu. 

Ketiganya merupakan gagasan Pak Harto. Beliau juga sangat concem pada perusakan hutan yang diakibatkan oleh peladang berpindah, perambah hutan, pencurian kayu, dan pembukaan-pembukaan budidaya pertanian di lereng-lereng terjal yang mengakibatkan erosi. Secara teknis, lereng-lereng yang kemiringannya lebih dari 15 derajat tidak boleh dijadikan peladangan. 

Sebab begitu menjadi peladangan, akan mengakibatkan erosi dan tidak bisa lagi tumbuh pohon-pohon besar. Kalau dilihat sungai-sungai di Indonesia, air umumnya berwarna cokelat. Ini bukti telah sedang terjadi erosi yang besar, yang mengakibatkan pendangkalan sungai-sungai. Berbeda dengan di Eropa, yang sungainya biru dan bening. Erosi di lndonesia memang sudah sangat tinggi.

Untuk mengatasi perambah hutan itu, beliau memerintahkan untuk dibuatkan pemukiman di tempat yang sesuai. Tugas ini dibebankan kepada Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah l-lutan. Di seluruh Indonesia terdapat 1,7 juta KK perambah hutan, yang antara lain juga tinggal di hutan-huan lindung. 

Mengatasi hal itu bukanlah hal yang sederhana. Perambah hutan itu sudah merusak areal seluas 9 juta hektar. Bayangkan, areal yang begitu luas, rusak. Dan kalau tidak ada upaya-upaya khusus maka hutan yang rusak itu akan semakin bertambah. Perusakan hutan bukanlah monopoli para perambah hutan saja, banyak juga pemegang HPH merambah hutan melebihi ketentuan yang ditetapkan. 

Pemegang HPH yang menebang hutan, harus menanam kembali, ternyata tidak melakukannya, atau perusakan hutan oleh pemegang HPH yang menebang pohon melebihi rencana kerja tahunan yang telah ditetapkan oleh Departemen Kehutanan.

Program transmigrasi adalah program yang multi sektoral, meliputi aspek kependudukan (demografis), perpindahan penduduk, pendidikan, kesehatan, pemilikan lahan, Hankam, Pekerjaan Umum, Pembangunan Daerah dan lain-lain. Untuk sektor yang demikian itu, koordinasi menjadi penting. Oleh karena itu, Bapak Presiden mengeluarkan KEPPRES No. 25/94 tentang Koordinasi Penyelenggaraan Transmigrasi (Koptrans), di mana Mentrans sebagai Ketua Koordinator, dengan anggotanya terdiri dari 14 Menteri. 


Sebagai Menteri saya berusaha sekuat tenaga untuk sesedikit mungkin memberikan beban kepada Pak Harto. Sejauh yang bisa kita atasi sendiri, kita atasr sendiri. Sebab saya tahu, Presiden itu banyak sekali tugasnya. Bayangkan, begitu banyak Menteri, kalau sedikit-sedikit melapor dan meminta petunjuk kepada Bapak Presiden, betapa sibuknya beliau. 

Sejauh mungkin saya selesaikan sendiri, karena saya berpegang pada GBHN, Repelita yang telah disusun, berpegang pada APBN, berpegang pada petunjuk Presiden. Setiap bulan ada forum Sidang Kabinet Terbatas bidang EKUIN yang mendapatkan arahan dari Bapak Presiden. 

Saya menghadap Presiden sebulan sekali untuk melaporkan perkembangan program transmigrasi. Kesan saya yang mendalam tentang Pak Harto, adalah bahwa beliau itu sangat humanistis. Saya teringat ketika dipanggil pertama kali oleh beliau untuk diangkat sebagai Menpera, tanggal 21 Maret 1988. 

Saya diminta ke Cendana, di kamar beliau yang kecil itu. Sebelumnya saya sudah 2 kali dipanggil beliau ke kamar kerja beliau yang sempit itu. Pertama, tahun 1978, ketika beliau menugasi saya untuk memugar makam Bung Karno di Blitar. Sejak saat itu saya kira-kira tiga kali menghadap beliau untuk membicarakan ide-ide beliau mengenai desain dan menerjemahkan gagasan beliau tentang makam Bung Karno itu dengan filsafatnya ke dalam gambar kerja. 

Desain makam Bung Kamo itu ide Pak Harto, saya tinggal mewujudkannya dalam bentuk fisik. Kedua, dipanggil lagi ke Cendana untuk memugar makam Bung Hatta. Sehingga pada waktu dipanggil ke jalan Cendana itu, saya pikir makam siapa lagi yang akan dipugar. Saya kira makam Pak Adam Malik; ternyata saya ditugasi sebagai Menteri Negara Perumahan Rakyat.

Ketika ditugasi kembali sebagai Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, saya merasa tugas ini merupakan hal yang baru bagi saya. Saya bersyukur karena di Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan ini saya dibimbing oleh rekan-rekan di departemen ini. 

Tahun pertama diangkat, saya berkeliling ke seluruh Indonesia, selama enam bulan mencoba mengenali permasalahannya. Boleh dibilang setiap keputusan yang keluar saat itu adalah hasil dari pembahasan para Eselon I di sini. Paling-paling saya hanya mengkoordinir berbagai pemikiran yang berkembang. 

Para pejabat Eselon I di Deptrans ini adalah orang-orang yang memulai kariernya dari bawah, sangat menguasai masalahnya dan sangat profesional, seperti Staf Ahli Menteri Bidang Kependudukan, Soedirja. dia sudah 30 tahun di sini. Sekjennya, Saudara Soemarsidik juga sudah 30 tahun. Selain lama, mereka juga sudah bertugas di berbagai daerah. 

Jadi, saya dikitari oleh orang-orang yang sudah menguasai betul bidangnya. Merekalah yang mendiskusikan dengan saya keputusan-keputusan yang perlu diambil. Jelas semua produk itu bukan semata-mata produk saya. Menteri di sini bertindak sebagai derigen. Yang utama mesti disadari di setiap departemen adalah adanya Eselon I dan II, yang telah sangat berpengalaman, karena ini adalah jabatan karier. 

Menteri boleh baru, tetapi pejabat Eselon I dan II ini orang yang sudah puluhan tahun di situ. Apa yang Pak Harto delegasikan ke kita, kita tiru dengan mendelegasikan ke bawahan kita. Tantangan kita sekarang adalah dunia yang sedang bergerak dengan pesat dan berubah dengan cepat. Apa yang 5 tahun yang lalu kita anggap sesuai, sekarang bisa sudah ketinggalan zaman. Dunia juga mengarah ke suasana yang semakin liberal.

Berbagai perubahan itu memang memerlukan berbagai penyesuaian, demikian pula pada manajemen negara. Hubungan-hubungan antarnegara juga menjadi semakin longgar dan mudah, baik untuk perdagangan, perpindahan barang, orang, pertukaran ilmu pengetahuan, dan teknologi serta arus modal. 

Ciri baru yang menonjol adalah meningkatnya peran swasta. Kalau dahulu lebih etatis, peranan negara sangat menonjol maka kini peranan swasta semakin menonjol. Memasuki perubahan yang demikian itu, Pak Harto pada waktu yang tepat telah mengambil langkah-langkah penyesuaian, seperti kebijaksanaankebijaksanaan debirokratisasi dan deregulasi. 

Baca juga di bawah ini


Saya melihat bahwa kunci dan kemampuan beliau untuk pada waktu yang tepat menyesuaikan dili dengan perubahan-perubahan keadaan itu adalah, kearifan beliau. Beliau orang tidak kaku, orang yang mampu membaca tanda-tanda zaman, yang tidak dimiliki oleh banyak orang seusia beliau. Sebagaimana kia ketahui, umumnya semakin berumur, orang akan semakin terpola, susah berubah. Ternyata beliau tidak demikian.

Sebagai manusia; beliau juga sangat supel. Beliau juga memiliki prinsip-prinsip yang dipegangnya secara teguh dan tidak bisa didikte orang. Prinsip-prinsip yang beliau pegang itu mengenai nilai-nilai yang sangat tinggi yang baru kemudian dapat diterima oleh banyak orang. 

Sebagai salah satu contoh, adalah ketika di tahun 1967, beliau didesak oleh banyak orang untuk me-Mahmilub-kan Bung Karno. Beliau bilang tidak. Belakangan orang mulai menerima, ya lebih baik tidak. Bahkan beliau juga yang memberi nama Bandara Internasional Jakarta "Bandara Soekarno-Hatta". Beliau menghayati betul sikap mikul dhuwur mendhem jerol. 

Pada tingkat orang yang emosional, kemarahan itu akan menutupi kearifan. Pak Harto jarang marah; yang banyak memunculkan kearifian beliau. Taruhlah, ketika Soebandrio dibebaskan. Ada yang mengecam, tidak bisa dibebaskan karena dosa itu tak berampun. Tapi setelah orang itu tenang, baru berpikir: "Benar juga Pak Harto". 

Untuk generasi muda, saya berpesan, pertama, hal yang bisa kita contoh dari Pak Harto adalah posisinya yang pro aktif pada kemajuan dan dengan demikian beliau pro aktif terhadap perubahan yang menuju kebaikan. Ada orang yang reluctant terhadap perubahan; ada orang yang terhadap  kemajuan reserve. Saya melihat Pak Harto itu pro aktif untuk kemajuan dan pro aktif untuk perubahan menuju kebaikan.

Kedua, untuk mengelola negara yang begitu kompleks, dengan jumlah pulau yang terbanyak di dunia dan dengan jumlah penduduk 4 terbanyak di dunia, itu diperlukan ketenangan. Pemimpin di negeri seperti ini tidak boleh emosional. Pak Harto the real smiling general menggambarkan orang yang tidak pernah marah, tidak tampak emosional, tidak mengambil keputusan pada waktu hati panas. 

Don’t make any decision pada waktu hatimu panas. Saya tidak pernah melihat Pak Harto memutuskan sesuatu dengan emosi yang tinggi. Apakah beliau tidak pernah marah? Saya rasa mustahil orang tidak pernah marah. Tetapi, sebagai pemimpin, jangan memberi kesan kita tidak bisa mengontrol diri kita. Bagaimana kita dapat mengendalikan orang lain, kalau mengendalikan diri sendiri tidak mampu.

Ketiga, lihat penampilan Pak Harto. Jarang sekali beliau memberi kesan bahwa beliau itu capek. Padahal saya tahu beliau capek sekali. Saya ingat beliau pernah bercerita, sewaktu berpidato kenegaraan Januari tahun lalu di MPR.,Saat itu beliau sedang sakit. Beliau ganjal dengan obat dan memaksakan diri berbicara selama l jam. 

Setelah selesai, beliau langsung masuk rumah sakit. Waktu tampil, tidak ada kesan beliau sedang sakit. Jadi pemimpin itu oleh rakyat dituntut segar terus, betapa pun dia capek. Hal itu juga akan membangunkan confindent rakyat pada kepemimpinannya. Ini penting dan vital sekali. 

Keempat, beliau selalu memikirkan kepentingan yang lebih luas. Saya kira ciri-ciri yang saya ungkapkan adalah ciri tauladan untuk generasi muda. Tanpa itu semua, mustahil beliau bisa menjadi Presiden selama 25 tahun lebih.

Baca juga di bawah ini :

Post a Comment for "Manajer dengan intuisi kuat Suharto 1988 - 1993"