Kerajaan Tarumanagara Bercorak Hinduisme Beraliran Wisnu
Kerajaan Tarumanagara Bercorak Hinduisme Beraliran Wisnu
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma ialah kerajaan yang juga pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 sampai abad ke-7 M. Taruma merupakan kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan banyak catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada waktu itu Kerajaan Taruma ialah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.
Kata tarumanagara berasal dari kata taruma dan nagara. Nagara artinya kerajaan atau negara sedangkan taruma berasal dari kata tarum yang merupakan nama sungai yang telah membelah Jawa Barat yaitu Ci Tarum. Pada muara Ci Tarum telah ditemukan percandian yang luas yaitu Percandian Batujaya dan Percandian Cibuaya yang diduga merupakan salah satu peradaban peninggalan Kerajaan Taruma
Prasasti Kerajaan Tarumanagara
Naskah Wangsakerta
Penjelasan tentang Tarumanagara telah jelas di Naskah Wangsakerta. Sayangnya, naskah itu telah mengundang polemik dan banyak pakar sejarah yang telah meragukan naskah-naskah ini bisa dijadikan rujukan sejarah.
Pada Naskah Wangsakerta dari Cirebon itu, Tarumanegara telah didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian juga digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382-395). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati, sedangkan putranya di tepi kali Candrabaga.
Maharaja Purnawarman ialah raja Tarumanagara yang ketiga (395-434 M). Dia telah membangun ibu kota kerajaan baru pada tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai. Dinamainya kota itu Sundapura, pertama kalinya nama "Sunda" yang di pakai.
Prasasti Pasir Muara yang telah menyebutkan peristiwa pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda ini dibuat tahun 536 M. Pada tahun tersebut yang telah menjadi penguasa Tarumanagara ialah Suryawarman (535 - 561 M) Raja Tarumanagara ke-7.
Pustaka Jawa dwipa, parwa I, sarga 1 (halaman 80 dan 81) memberikan keterangan bahwa dalam masa pemerintahan Candrawarman (515-535 M), ayah Suryawarman, banyak pemimpin daerah yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas daerahnya sebagai hadiah atas kesetiaannya terhadap Tarumanagara. Ditinjau dari segi ini, maka Suryawarman telah melaksanakan hal yang sama sebagai lanjutan politik ayahnya.
Rakeyan Juru Pengambat yang tersurat dalam prasasti Pasir Muara mungkin sekali seorang pejabat tinggi Tarumanagara yang sebelumnya telah menjadi wakil raja sebagai pimpinan pemerintahan di daerah itu. Yang belum jelas ialah mengapa prasasti mengenai pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu terdapat di sana? Apakah daerah itu merupakan pusat Kerajaan Sunda atau hanya sebuah tempat penting yang termasuk kawasan Kerajaan Sunda?
Baik sumber-sumber prasasti maupun sumber-sumber Cirebon telah memberikan keterangan bahwa Purnawarman mampu menundukkan musuh-musuhnya. Prasasti Munjul di Pandeglang menunjukkan bahwa wilayah kekuasaannya sampai pantai Selat Sunda.
Pustaka Nusantara, parwa II sarga 3 (halaman 159 - 162) menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbolinggo) di Jawa Tengah. Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) memang telah dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat.
Penemuan Prasasti Purnawarman di Pasir Muara, yang telah memberitakan Raja Sunda dalam tahun 536 M, merupakan gejala bahwa Ibu kota Sundapura telah berubah status menjadi sebuah kerajaan daerah. Hal itu berarti, pusat pemerintahan Tarumanagara telah bergeser ke tempat lain.
Contoh serupa bisa dilihat dari kedudukaan Rajatapura atau Salakanagara (kota Perak), yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).
Ketika pusat pemerintahan dialihkan dari Rajatapura ke Tarumangara, maka Salakanagara berubah status menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman pendiri Tarumanagara ialah menantu Raja Dewawarman VIII. Dia sendiri juga seorang Maharesi dari Salankayana di India yang telah mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada.
Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur.
Tahun 526 M, misalnya, Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Putera tokoh Manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di ibu kota Tarumangara lalu kemudian menjadi Panglima Angkatan Perang Tarumanagara. Perkembangan daerah timur telah menjadi lebih berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.
Tarumanagara hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Pada tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri juga memiliki dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis, tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh ketangan menantunya dari putri sulungnya, yaitu Tarusbawa.
Kekuasaan Tarumanagara akhirnya berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa, karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke kerajaannya sendiri, yaitu Sunda yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke Sunda ini, hanya Galuh yang tidak sepakat dan memutuskan untuk berpisah dari Sunda yang mewarisi wilayah Tarumanagara.
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
Post a Comment for "Kerajaan Tarumanagara Bercorak Hinduisme Beraliran Wisnu"