Kisah Hidup Dyah Pitaloka Citraresmi Menjadi Kusuma Kerajaan
Kisah Hidup Dyah Pitaloka Citraresmi Menjadi Kusuma Kerajaan - Dyah Pitaloka Citraresmi (1340-1357) ialah putri Kerajaan Sunda. Menurut Pararaton, dia dijodohkan dengan prabu Hayam Wuruk, raja Majapahit yang sangat berhasrat mencintai untuk menjadikannya sebagai permaisuri pendamping hidupnya. Tetapi dalam peristiwa Perang Bubat dia melakukan bunuh diri.
Lamaran Pernikahan
Prabu Hayam Wuruk, raja Majapahit, dan dengan dilandasi alasan politik, menginginkan untuk menjadikan putri Citra Rashmi (Pitaloka) sebagai permaisurinya. Dia ialah anak wanita dari Prabu Maharaja Lingga Buana dari Kerajaan Sunda.
Patih Madhu, sebagai makcomblang atau perantara dari Majapahit, datang ke kerajaan Sunda untuk menjodohkan dan melamar tuan putri Sunda dalam suatu pernikahan kerajaan. Dengan rasa berbesar hati serta melihat perjodohan ini sebagai peluang untuk mengikat persekutuan dengan kerajaan Majapahit yang besar dan jaya itu, raja Sunda dengan suka cita memberikan restunya dan ikut pergi mengantarkan putrinya ke Majapahit untuk dipersunting dengan Prabu Hayam Wuruk.
Pada tahun 1357 rombongan kerajaan Sunda telah datang di Majapahit setelah melayari Laut Jawa. Rombongan kerajaan Sunda telah mendirikan pesanggrahan di Lapangan Bubat di bagian utara Trowulan, Ibu Kota Majapahit.
Mereka akan menantikan kedatangan jemputan dari pihak Majapahit serta upacara kerajaan yang pantas layaknya pernikahan agung kerajaan. Akan tetapi Gajah Mada, Mahapatih Majapahit, memandang peristiwa ini sebagai kesempatan untuk menaklukan Sunda dibawah kemaharajaan Majapahit, dan bersikeras bahwa Sang Putri tidak akan diangkat menjadi Ratu Majapahit, tetapi hanya menjadi Selir yang dipersembahkan untuk Raja Majapahit, sebagai tanda takluk Kerajaan Sunda di bawah kekuasaan Majapahit. Raja Sunda amat murka dan merasa akan dipermalukan oleh tuntutan Gajah Mada yang sungguh keterlaluan itu.
Gugurnya Sang Putri
Akibat ketegangan itu telah terjadi pertempuran antar rombongan kerajaan Sunda melawan tentara Majapahit. Rombongan kerajaan Sunda berniat untuk bela pati melaksanakan puputan demi membela kehormatan mereka di Lapangan Bubat.
Walaupun memberikan perlawanan dengan gagah berani, rombongan kerajaan Sunda akhirnya kewalahan dan gugur dalam kepungan tentara Majapahit. Hampir semua rombongan kerajaan Sunda dibunuh dengan kejam dalam peristiwa itu. Tradisi dan kisah-kisah lokal menyebutkan bahwa dalam kesedihan dan hati yang remuk redam, Sang Putri akhirnya melaksanakan bunuh diri untuk membela kehormatan dan harga diri negaranya.
Menurut tradisi, kematian Dyah Pitaloka diratapi oleh Hayam Wuruk serta segenap rakyat Kerajaan Sunda yang kehilangan sebagian besar keluarga kerajaannya. Oleh masyarakat Sunda kematian Sang Putri dan Raja Sunda dihormati dan dipandang sebagai suatu keberanian dan tindakan mulia untuk membela kehormatan bangsa dan negaranya.
Prabu Maharaja Lingga Buana telah disanjung dan dihormati oleh masyarakat Sunda dengan gelar "Prabu Wangi" (Bahasa Sunda: Raja yang mempunyai nama yang harum) karena tindakan heroiknya membela kehormatan negaranya melawan Majapahit.
Keturunannya, raja-raja Sunda yang kemudian, diberi gelar "Siliwangi" (dari kata Silih Wangi dalam bahasa Sunda berarti: Penerus Prabu Wangi). Peristiwa ini sangat merusak hubungan antara kedua kerajaan ini yang berakibat permusuhan sampai bertahun-tahun kemudian.
Hubungan kedua negara itu tidak pernah bisa pulih kembali seperti sediakala. Oleh karena itu di kraton Majapahit, Gajah Mada menghadapi permusuhan dan ketidakpercayaan, karena tindakannya yang ceroboh bertentangan dengan kepentingan keluarga kerajaan Majapahit dan telah melukai perasaan Raja Hayam Wuruk.
Kisah Putri Dyah Pitaloka dan Perang Bubat menjadi tema utama dalam Kidung Sunda. Catatan sejarah mengenai peristiwa Pasunda Bubat disebutkan dalam Pararaton, akan tetapi sama sekali tidak disinggung dalam naskah Nagarakretagama.
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
Post a Comment for "Kisah Hidup Dyah Pitaloka Citraresmi Menjadi Kusuma Kerajaan"