Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kolonialisme Inggris di Indonesia Tahun 1811 sampai 1816

Kolonialisme Inggris di Indonesia

Kolonialisme Inggris di Indonesia Tahun 1811 sampai 1816 - Masa kolonialisme inggris di indonesia, ringkasan perkembangan kolonialisme inggris di indonesia, penguasa ingris di indonesia pada tahun 1811 sampai 1816, makalah perkembangan kolonialisme inggris, perkembangan kolonialisme inggris di indonesia tahun 1811, kesimpulan perkembangan kolonialisme inggris di indonesia, tokoh inggris yang menjajah indonesia, latar belakang penjajahan inggris di indonesia.

Kolonialisme Inggris di Indonesia Tahun 1811 sampai 1816


Sejak penandatanganan Kapitulasi Tuntang, wilayah Indonesia menjadi jajahan East India Company (EIC), badan perdagangan Inggris yang berpusat di Kalkuta (India) dipimpin oleh Gubernur Jenderal Lord Minto. Untuk wilayah Indonesia, Lord Minto mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai pemegang pemerintahan.

Raffles menjalankan pemerintahan di Indonesia didampingi oleh suatu badan penasehat (advisory council) yang terdiri dari Gillespie, Cranssen, dan Muntinghe. Masa pemerintahan Raffles berlangsung lima tahun dari tahun 1811-1816 dengan pusat pemerintahan Inggris di Batavia.

Sebagai penguasa di Hindia, Raffles mulai melakukan langkah-langkah untuk memperkuat kedudukan Inggris di tanah jajahan. Untuk menjalankan pemerintahannya, Raffles berpegang pada tiga prinsip sebagai berikut :

  • Segala bentuk kerja rodi dan penyerahan wajib dihapus diganti dengan penanaman bebas oleh rakyat.
  • Peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan para bupati dimasukkan sebagai bagian pemerintah kolonial.
  • Atas dasar pandangan bahwa tanah itu milik pemerintah, rakyat penggarap dianggap sebagai penyewa.

Kebijakan masa pemerintahan Raffles sebagai berikut :

1). Bidang pemerintahan
  • Membagi Pulau Jawa menjadi enam belas keresidenan.
  • Mengganti sistem pemerintahan kolonial menjadi sistem pemerintahan feodal.
  • Bupati-bupati dijadikan pegawai pemerintah kolonial yang langsung di bawah pemerintahan pusat.
2). Bidang Ekonomi
Raffles berusaha melakukan beberapa tindakan untuk memajukan perekonomian di Hindia. Berikut beberapa kebijakan Raffles.
  • Peletakan desa sebagai unit administrasi penjajahan.
  • Penghapusan sistem monopoli.
  • Penghapusan kerja rodi dan perbudakan.
  • Penghapusan penyerahan wajib hasil bumi.
  • Pelaksanaan sistem sewa tanah atau pajak tanah yang kemudian meletakkan dasar bagi perkembangan sistem perekonomian uang.
Raffles menerapkan kebijakan ekonomi seperti yang dijalankan Inggris di India. Alasannya, yaitu India dan Indonesia sama-sama bangsa agraris. Kebijakan ekonomi Raffles ini dikenal sebagai sistem pajak tanah (ladrent system). Ketentuan yang terdapat dalam sistem pajak tanah ialah sebagai berikut :
  • Segala bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa dihapuskan. Rakyat bebas menanam tanaman yang dianggap menguntungkan.
  • Semua tanah menjadi milik pemerintah kolonial. Para petani memiliki kewajiban membayar sewa tanah kepada pemerintah kolonial. Pungutan sewa tanah ini dilakukan secara langsung dan tidak melalui perantara bupati.
  • Penyewa tanah di beberapa daerah dilakukan berdasarkan kontrak dan batas waktu.
3). Bidang Ilmu Pengetahuan
  • Menulis buku yang berjudul History of Java yang dibantu oleh juru bahasanya yang bernama Raden Ario Notodiningrat dan Bupati Sumenep, Notokusumo II.
  • Mendukung Bataviaach Genootschap, sebuah perkumpulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
  • Menemukan bunga Rafflesia amoldii.
  • Merintis Kebun Raya Bogor.
  • Memberikan bantuan kepada John Crawfurd (residen Yogyakarta) untuk mengadakan Penelitian yang menghasilkan buku berjudul History of the East Indian Archipelago, yang diterbitkan dalam tiga jilid di Edinburg pada tahun 1870.
Untuk memperkuat kedudukan dan mempertahankan keberlangsungan kekuasaan Inggris, Raffles membuat strategi membina hubungan baik dengan para pangeran dan penguasa yang membenci Belanda. Strategi tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat penguasaan pulau Jawa sebagai basis kekuatan untuk menguasai kepulauan Nusantara.

Ketika Raffles berkuasa konflik yang terjadi di Kesultanan Yogyakarta belum surut. Sultan Sepuh (yang pernah dipecat oleh Daendels) menyatakan diri kembali sebagai Sultan Hamengku Buwana II dan Sultan Raja dikembalikan ke dudukannya sebagai putra mahkota.

Namun, Sultan Raja tidak puas dengan tindakan ayahnya, Hamengku Buwana II. Melalui seorang perantara yang bernama Babah Jien Sing, Sultan Raja berkirim surat kepada Raffles. Setelah Raffles membaca surat tersebut, Reffles menyimpulkan bahwa Sultan Hamengku Buwana II seorang yang keras dan tidak mungkin dapat diajak kerja sama, bahkan menurut Raffles dapat menjadi duri dalam pemerintahannya di tanah Jawa.

Oleh karena itu, Raffles segera mengirim pasukan di bawah pimpinan Kolonel Gillespie untuk menyerang Keraton Yogyakarta dan memaksa Sultan Hamengku Buwana II turun takhta. Sultan Hamengku Buwana II berhasil diturunkan dan Sultan Raja dikembalikan sebagai Sultan Hamengku Buwana III. Sebagai imbalan karena Sultan Raja telah diangkat sebagai Sultan Hamengku Buwana III, Sultan Hamengku Buwana III harus menandatangani kontrak bersama Inggris.

Isi Kontrak politik antara Sultan Raja dan Raffles (Inggris) :

  1. Sultan Raja secara resmi ditetapkan sebagai Sultan Hamengku Buwana III dan Pangeran Natakusuma (saudara Sultan Sepuh) ditetapkan sebagai penguasa tersendiri di wilayah bagian dari Kesultanan Yogyakarta dengan gelar Paku Alam I.
  2. Sultan Hamengku Buwana II dan putranya Pangeran Mengkudiningrat diasingkan ke Penang.
  3. Semua harta benda milik Sultan Sepuh selama menjabat sebagai Sultan dirampas menjadi milik pemerintah Inggris.
Untuk kebijakan dan program landrent tidak terlepas dari pandangan Raffles mengenai tanah sebagai faktor produksi. Menurut Raffles pemerintah adalah satu-satunya pemilik tanah. Dengan demikian, sudah sewajarnya apabila penduduk di Jawa menjadi penyewa dengan membayar pajak sewa tanah dari tanah yang diolahnya.

Pajak tersebut dipungut perseorangan dengan jumlah pungutan disesuaikan dengan jenis dan produksi tanah. Untuk tanah yang produktif hanya membayar seperempat dari hasil. Apabila dirata-rata setiap wajib pajak tersebut akan menyerahkan sekitar 2/5 dari hasil, setelah itu petani bebas menggunakan sisanya.

Raffles ingin memperbaiki tanah jajahan termasuk ingin meningkatkan kemakmuran rakyat. Namun dalam pelaksanaannya di lapangan, Raffles menghadapi kendala, seperti budaya dan kebiasaan petani sulit diubah, pengawasan pemerintah kurang, dalam mengatur rakyat peran kepala desa dan bupati lebih kuat daripada asisten residen yang berasal dari orang-orang Eropa, serta sulit melepaskan kultur sebagai penjajah.

Raffles masih melaksanakan kerja rodi, perbudakan, dan monopoli. Secara umum Raffles bisa dikatakan kurang berhasil dalam mengendalikan tanah jajahan sesuai dengan idenya Pemerintah Inggris tidak mendapat keuntungan dan rakyat tetap menderita.

Pemerintahan Raffles di Indonesia berakhir ditandai dengan adanya Convention of London pada tahun 1914 yang ditandatangani oleh wakil-wakil Belanda dan Inggris.

Adapun isi Convention of London antara lain sebagai berikut :
  • Indonesia dikembalikan kepada Belanda.
  • Jajahan Belanda seperti Sailan, Kaap Koloni, dan Guyana tetap di tangan Inggris.
  • Cochin (di Pantai Malabar) diambil alih oleh Inggris, sedangkan Bangka diserahkan kepada Belanda sebagai gantinya.
Pada tahun 1816 Raffles mengakhiri pemerintahannya di Hindia, kemudian Raffles digantikan oleh John Fendall. Selanjutnya, Raffles diangkat menjadi gubernur di Bengkulu meliputi wilayah Bangka dan Belitung. Pemerintahan Raffles berada di antara dua masa penjajahan Belanda, maka pemerintahan Inggris tersebut dinamakan sebagai masa interregnum (masa sisipan).

Baca juga selanjutnya di bawah ini :

Post a Comment for "Kolonialisme Inggris di Indonesia Tahun 1811 sampai 1816"