Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

4 Dominasi Pemerintahan Kolonial Belanda

4 Dominasi  Pemerintahan Kolonial Belanda 

4 Dominasi  Pemerintahan Kolonial Belanda - Ringkasan dominasi pemerintah kolonial belanda, peraturan dominasi pemerintah belanda, jelaskan dominasi pemerintah belanda, makalah dominasi pemerintah kolonial belanda, pdf dominasi pemerintah belanda, masa pemerintahan kolonial belanda brainly, soal dominasi pemerintah belanda.

4 Dominasi  Pemerintahan Kolonial Belanda


Salah satu isi Konvensi London ialah Indonesia dikembalikan kepada Belanda. Sesuai isi Konvensi London tersebut pada tahun 1816 kepulauan Nusantara kembali dikuasai Belanda. Sejak itulah pemerintahan kolonial Belanda dimulai.

1. Pemerintah Komisaris Jenderal

Setelah berakhirnya kekuasaan Inggris di Indonesia, Indonesia kembali dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada mulanya pemerintahan ini merupakan pemerintahan kolektif yang terdiri dari tiga orang, yaitu Flout, Buyskess, dan Van der Capellen yang berpangkat komisaris jenderal. Pemerintahan kolektif tersebut bertugas menormalisasikan keadaan lama (masa Inggris) ke keadaan baru (Belanda). Pada tahun 1819, kepala pemerintahan mulai dipegang oleh seorang gubernur jenderal yaitu Van der Capellen (tahun 1816-1824).

Adapun langkah-langkah yang dilakukan komisaris jenderal dalam menjalankan pemerintahannya adalah sebagai berikut :
  • Sistem residen tetap dipertahankan.
  • Dalam bidang hukum, sistem hakim dihapuskan.
  • Kedudukan para bupati sebagai penguasa feodal tetap dipertahankan.
  • Desa sebagai satu kesatuan unit tetap dipertahankan serta para penguasanya dimanfaatkan untuk pelaksanaan pemungutan pajak dan hasil bumi.
  • Dalam bidang ekonomi memberikan kesempatan kepada penguasa-penguasa asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Pada tahun 1816-1830 di negara Belanda terjadi pertentangan dalam tubuh parlemen antara kaum liberal dan kaum konservatif. Persoalan yang dipertentangkan dalam hal tersebut adalah masalah penguasaan tanah jajahan yang dapat memberikan keuntungan yang besar bagi negara induk, kemudian komisaris jenderal mengambil jalan tengah, yaitu pemerintah tetap berusaha menangani pengeksploitasi kekayaan tanah jajahan bagi keuntungan negeri induk dan mencari jalan dengan melaksanakan dasar-dasar kebebasan. Namun, hal tersebut kurang memberikan keuntungan bagi negara induk, kemudian oleh Van den Bosch mengusulkan pelaksanaan cultuurstelsel (tanah paksa).

2. Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel)

Istilah Cultuurstelsel sebenarnya berarti sistem tanaman. Terjemahannya dalam bahasa Inggris adalah culture system atau cultivation system. Lebih tepat lagi diterjemahkan menjadi system of government controlled agricultures karena pengertian dari cultuurstelsel sebenarnya adalah kewajiban rakyat (Jawa) untuk menanam tanaman ekspor yang laku dijual di Eropa.

Rakyat pribumi mengartikan cultuurstelsel dengan sebutan tanam paksa karena dalam pelaksanaannya proyek penanaman dilakukan dengan cara-cara paksa dan bagi yang melanggar dihukum fisik. Penanaman tanaman tersebut menjadikan Indonesia sebagai produsen tanaman ekspor.

Adapun sebab-sebab dilaksanakan tanam paksa di Indonesia antara lain sebagai berikut :
  • Pemerintah Belanda dililit utang luar negeri sehingga perlu biaya besar untuk membayarnya.
  • Pemerintah Belanda banyak mengeluarkan biaya untuk perang melawan Pangeran Diponegoro, Perang Padri, dan perang di berbagai daerah.
  • Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak banyak.
  • Terjadinya Perang Kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada tahun 1830.
Ketentuan pokok sistem tanam paksa terdapat dalam Staatsblad (Lembaran Negara) Tahun 1834 Nomor 22 yang berisi hal-hal berikut :
  • Setiap petani diwajibkan menyerahkan seperlima dari tanahnya untuk ditanami tanaman yang hasilnya laku di pasar Eropa, seperti kopi, nila, tebu, tembakau dan teh.
  • Tanah yang diserahkan kepada pemerintah tidak dikenai pajak.
  • Jika hasil tanaman yang diserahkan kepada pemerintah melebihi pajak, kelebihan tersebut akan dikembalikan kepada petani.
  • Waktu yang diperlukan untuk mengerjakan tanah tidak boleh melebihi waktu untuk menanam padi.
  • Penduduk yang tidak memiliki tanah wajib bekerja di perkebunan pemerintah Belanda selama 65 hari.
  • Kerusakan tanaman karena bencana alam ditanggung oleh pemerintah.
  • Pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepada pemimpin-pemimpin pribumi dan pegawai Eropa bertindak sebagai pengawas.
Dalam pelaksanaan sistem tanam paksa terjadi penyimpangan-penyimpangan. Penyimpangan tersebut disebabkan oleh adanya peraturan cultuur procenten (persentase dari hasil tanaman yang dapat dikumpulkan dan diserahkan). Hal ini mengakibatkan para pamong praja selaku penyelenggara tanam paksa selalu menindas rakyat untuk mengejar cultuur procenten.

Besarnya upah bergantung dari persentase hasil tanaman yang dapat dikumpulkan dan diserahkan. Semakin banyak hasil yang dikumpulkan dan diserahkan, semakin besar pula persentase yang mereka dapatkan. Akibatnya, mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan persentase yang besar. Cara-cara kotor inilah yang menjadi penyebab penyinmpangan pelaksanaan tanam paksa di Indonesia.

Berikut adalah penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan sistem tanam paksa :
  • Rakyat yang tidak memiliki tanah harus bekerja melebihi waktu yang ditentukan.
  • Jatah tanah untuk tanaman berkualitas ekspor melebihi seperlima dari lahan garapan.
  • Lahan yang disediakan untuk tanaman wajib tetap dikenai pajak tanah.
  • Setiap kelebihan hasil panen tidak dikembalikan lagi kepada petani.
  • Kegagalan panen tanaman wajib tetap menjadi tanggung jawab rakyat.
Pelaksanaan sistem tanam paksa memberikan dampak bagi rakyat Indonesia, baik positif maupun negatif. Dampak positif maupun dampak negatif pelaksanaan tanam paksa tersebut antara lain sebagai berikut :

a. Dampak Positif

  • Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman baru.
  • Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi ekspor.

b. Dampak Negatif.

  • Kemiskinan serta penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan.
  • Beban pajak yang berat.
  • Pertanian, khususnya padi, banyak mengalami kegagalan panen.
  • Kelaparan dan kematian terjadi di banyak tempat sehingga jumlah penduduk Indonesia mengalami penurunan.

3. Sistem Usaha Swasta

Pelaksanaan tanam paksa telah berhasil memperbaiki perekonomian Belanda, bahkan dengan keuntungan tanam paksa telah mendorong Belanda berkembang sebagai negara industri. Sehubungan dengan hal itu, telah mendorong pula tampilnya kaum liberal yang didukung oleh para pengusaha.

Oleh karena itu mulai muncul perdebatan tentang pelaksanaan tanam paksa. Masyarakat Belanda mulai mempertimbangkan baik buruk dan untung ruginya pelaksanaan tanam paksa serta muncul pro dan kontra tentang pelaksanaan tanam paksa.

Pihak yang setuju dengan tetap dilaksanakan tanam paksa adalah kelompok konservatif dan para pegawai pemerintah. Alasan mereka adalah karena tanam paksa telah mendatangkan keuntungan. Pihak yang propelaksanaan tanam paksa yang lainnya adalah para pemegang saham perusahaan NHM (Nederlandsche Handel Maatschappij).

Alasan mereka adalah karena mendapat hak monopoli untuk mengangkut hasil-hasil tanam paksa dari Hindia Belanda ke Eropa. NHM adalah perusahaan dagang yang didirikan oleh Raja Willem I pada tanggal 9 Maret 1824 di Den Haag.

Adapun pihak yang menentang pelaksanaan tanam paksa adalah kelompok-kelompok yang merasa kasihan terhadap penderitaan rakyat pribumi. Umumnya kelompok yang kontra dipengaruhi oleh ajaran agama dan penganut asas liberalisme. Kaum liberal menghendaki tidak adanya campur tangan pemerintah dalam urusan ekonomi. Sebaiknya kegiatan ekonomi diserahkan kepada pihak swasta.

Pandangan dan ajaran dari kaum liberal semakin berkembang dan pengaruhnya kuat. Oleh karena itu, pada tahun 1850 pemerintah mulai bimbang apalagi setelah kaum liberal mendapatkan kemenangan politik diparlemen (Staten Generaal).

Dalam urusan tanah jajahan, parlemen memiliki peranan yang lebih besar. Sesuai dengan asas liberalisme, kaum liberal menuntut adanya perubahan dan pembaharuan. Peranan pemerintah dalam kegiatan ekonomi harus dikurangi, sebaiknya perlu diberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk mengelola kegiatan ekonomi.

Pemerintah berperan sebagai pelindung warga, mengatur tegaknya hukum, dan membangun sarana dan prasarana agar semua kegiatan masyarakat berjalan dengan lancar. Akhirnya pelaksanaan tanam paksa di Hindia Belanda diakhiri. Hal tersebut karena didorong terbitnya dua buku pada tahun 1860, yaitu buku Max Havelaar yang ditulis oleh Eduard Douwes Dekker yang menggunakan nama samaran Multatuli dan buku yang berjudul Suiker Contracten (Kontrak-Kontrak Gula) yang ditulis oleh Frans van de Putte.

Kedua buku tersebut mengkritik keras terhadap pelaksanaan tanam paksa. Oleh karena itu, secara berangsur-angsur tanam paksa mulai dihapus dan mulai diterapkan sistem politik liberal. Hal tersebut juga didorong oleh isi kesepakatan dalam Traktat Sumatra (1871).

Dalam Traktat Sumatra tersebut dijelaskan bahwa Belanda diberi kebebasan untuk meluaskan daerahnya sampai ke Aceh. Namun sebagai imbangannya, Inggris meminta pada Belanda agar merapkan ekonomi liberal sehingga pihak swasta termasuk Inggris dapat menanamkan modalnya di tanah jajahan Belanda di Hindia.

4. Sistem Politik Ekonomi Liberal (1870)

a. Pelaksanaan sistem politik ekonomi liberal.
Penghapusan tanam paksa merupakan bukti kemenangan kaum liberal dalam parlemen Belanda. Kaum liberal menuntut penghapusan tanam paksa karena alasan kemanusiaan. Namun di balik itu, ada tujuan tersembunyi yaitu ingin menggantikan peran pemerintah Belanda untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Sejak tahun 1870 pemerintah Belanda di Indonesia didominasi oleh golongan liberal. Dengan demikian, politik yang dijalankan adalah politik liberal. Tujuan utamanya memajukan usaha swasta.

b. Akibat pelaksanaan sistem politik ekonomi liberal.

1). Bagi Indonesia :

  • Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk.
  • Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 karena jatuhnya harga kopi dan gula.
  • Menurunya konsumsi bahan makanan, terutama beras, sementara pertumbuhan penduduk Jawa meningkat cukup pesat.
  • Menurunnya usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan barang-barang impor dari Eropa.
  • Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya angkutan dengan kereta api.
  • Rakyat menderita karena masih diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman yang berat bagi yang melanggar peraturan Poenale Sanctie.

2). Bagi Belanda :

  • Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajahan.
  • Hasil hasil produksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke Belanda.
  • Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah kolonial Belanda.
Baca juga selanjutnya di bawah ini :

Post a Comment for "4 Dominasi Pemerintahan Kolonial Belanda"