Cita-cita Persatuan Federasi dan Front Sawo Matang
Cita-cita Persatuan Federasi dan Front Sawo Matang - Dalam rangka merealisasikan gagasan tentang persatuan Ir. Soekarno ingin membentuk wadah persatuan dengan memadukan aliran nasionalisme, Islam, dan marxisme, sehingga merupakan kekuatan moral dan nasionalisme yang kukuh. Untuk menghadapi praktik diskriminasi kelompok kulit putih yang merasa superior, Ir. Soekarno mendesak para pemimpin organisasi untuk membentuk sebuah federasi antarpartai dan organisasi yang sekaligus merupakan front sawo matang.
Dalam hal ini federasi harus mencerminkan situasi sosial dan politik di Indonesia dengan berbagai orientasi dan aliran yang beragam. Ir. Soekarno segera menemui beberapa pimpinan organisasi untuk membahas ide persatuan melalui sebuah federasi. Untuk membahas tentang pembentukan federasi antarpartai dan organisasi di Indonesia dilakukan pertemuan-pertemuan dan diskusi.
Untuk membahas tentang ide federasi diadakan rapat di Bandung pada tanggal 17-18 Desember 1927. Dalam rapat tersebut hadir perwakilan dari Budi Utomo, PNI, PSI, PPKI, beberapa organisasi pemuda seperti Sumateranen Bond, kaum Betawi, Pasudan, kelompok Studi Indonesia.
Mereka sepakat mendirikan sebuah federasi yang diberi nama Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Sebelum terbentuk kepengurusan federasi yang tetap, terlebih dulu dibentuk semacam panitia dengan ketuanya Sabirin.
Kemudian terbentuk kepengurusan tetap PPPKI. Sebagai dewan penasehat adalah Ir. Soekarno dan Dr. Sukiman, ketua PPPKI Iskaq Cokroadisuryo, dan sekretaris merangkap bendahara adalah Dr. Samsi.
Tujuan dari PPPKI antara lain sebagai di bawah ini :
- Mencegah perselisihan antarpartai dan organisasi.
- Menyatukan arah dan cara beraksi dalam perjuangan ke kemerdekaan Indonesia.
- Mengembangkan persatuan kebangsaan Indonesia dengan berbagai lambangnya, seperti Sang Merah Putih, lagu Indonesia Raya, dan Bahasa Indonesia.
Setelah Budi Utomo berdiri, pemuda Indonesia mulai bangkit meskipun dalam loyalitas kedaerahan. Pada tahun 1915 muncul organisasi pemuda pertama yaitu Tri Koro Dharmo. Dalam kongresnya tanggal 12 Juli 1918 di Solo, nama Tri Koro Dharmo diganti menjadi Jong Java yang berarti Jawa Muda.
Pada dasarnya Jong Java bukan organisasi politik dan anggotanya tidak berpolitik. Jong Java lebih menaruh perhatian pada pendidikan dan pelatihan. Pada kongres Jong Java tahun 1924, atas usul Samsurijal anggota Jong Java dibagi dalam dua kelompok. Kelompok yang pertama anggota yang berusia di bawah 18 tahun tidak boleh berpolitik dan kelompok kedua anggota yang berusia 18 tahun ke atas diizinkan untuk ikut dalam gerakan politik.
Dengan berkembangnya Jong Java mendorong munculnya organisasi pemuda di berbagai daerah, misalnya tanggal 9 Desember 1917 berdiri organisasi pemuda Jong Sumatranen Bond yang didirikan oleh para pelajar dan pemuda Sumatra yang ada di Jakarta. Tujuan Jong Sumatranen Bond adalah untuk mempererat tali persaudaraan dan persatuan antarpelajar dari Sumatra. Tokoh Jong Sumatranen Bond antara lain Moh. Hatta dan Muh, Yamin.
Pada tahun 1918 berdiri Jong Minahasa, kemudian berdiri Jong Celebes (Sulawesi), Jong Ambon, Jong Borneo (Kalimantan). Menyusun berdirinya Sekar Rukun, organisasi pemuda dari tanah Sunda yang didirikan oleh para pelajar Sekolah Guru. Organisasi-Organisasi tersebut berorientasi pada kedaerahan atas dasar prinsip persatuan. Selain organisasi tersebut, juga muncul organisasi pemuda dari kelompok agama, seperti Jong Islamiten Bond.
Pada tanggal 15 November 1925 diadakan pertemuan organisasi pemuda. Dalam pertemuan tersebut hadir perwakilan dari Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Celebes, Pelajar-Pelajar Minahasa, dan Sekar Rukun. Dalam pertemuan tersebut membahas rencana kongres pemuda.
Setelah pertemuan tersebut dibentuk sebuah komite yang dipimpin oleh Tabrani. Komite tersebut bertanggung jawab untuk menyelenggarakan kongres pemuda. Pada tanggal 30 April-2 Mei 1926 diadakan rapat besar pemuda di Jakarta (kemudian dikenal dengan Kongres Pemuda Pertama).
Ketua Kongres adalah M. Tabrani. Tujuan kongres adalah untuk mencapai perkumpulan pemuda yang tunggal, yaitu membentuk suatu badan sentral. Keberadaan badan sentral tersebut dimaksudkan untuk memantapkan paham persatuan.kebangsaan dan mempererat hubungan antara semua perkumpulan pemuda kebangsaan.
Dalam kongres Pemuda I membicarakan tentang gagasan-gagasan persatuan. Tokoh yang menyampaikan, seperti Soemarto yang tampil sebagai pembicara dengan topik ''Gagasan Persatuan Indonesia'', Bahder Johan dengan topik ''Kedudukan Wanita dalam Masyarakat Indonesia'', Nona Adam menyampaikan gagasannya tentang ''Kedudukan Kaum Wanita'', Djaksodipoero tentang ''Rapak Lumuh'', Paul Pinontoan tentang ''Tugas Agama di dalam Pergerakan Nasional'', dan Muhammad Yamin berbicara mengenai ''Kemungkinan Perkembangan Bahasa-Bahasa dan Kesussastraan Indonesia di Masa Mendatang''.
Gagasan yang disampiakan Muh. Yamin tersebut merupakan pengulangan dari pidatonya yang disampaikan dalam Lustrum I Jong Sumatranen Bond. Dalam Lustrum I tersebut pidato yang disampaikan Muh. Yamin mendapat komentar dari Prof. Dr. Hooykes. Menurut Prof. Dr. Hooykes, kelak Muh. Yamin akan menjadi pelopor bagi usaha penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar serta pergaulan di Indonesia, dan bahasa Belanda akan terdesak.
Kongres Pemuda I menghasilkan keputusan yang mendasar yaitu kongres mengakui dan menerima cita-cita persatuan Indonesia. Tindak lanjut dari Kongres Pemuda I adalah pada tanggal 15 Agustus 1926 diadakan pertemuan oleh Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Batak, Sekar Rukun, Vereeninging voor Ambonsche Studeerenden, dan Komite Kongres Pemuda I.
Namun pertemuan tersebut belum membawa hasil yang berarti. Selanjutnya, dibentuk organisasi baru yang bernama Jong Indonesia (Pemuda Indonesia) yang bertujuan menanamkan cita-cita persatuan Indonesia.
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
Post a Comment for "Cita-cita Persatuan Federasi dan Front Sawo Matang"