Perjuangan Pangeran Diponegoro dan Rakyat Bali Melawan VOC
1. Perang Diponegoro (1825-1830)
Perjuangan dalam melawan pemerintahan Belanda juga dilakukan di Jawa, seperti yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro.
Sebab umum telah terjadinya Perang Diponegoro :
- Rakyat dibelit berbagai bentuk pajak dan pungutan.
- Pihak Keraton Yogyakarta tidak berdaya menghadapi campur tangan politik pemerintah kolonial.
- Pihak keraton hidup mewah dan tidak memedulikan penderitaan rakyat.
Adapun sebab khusus terjadinya Perang Diponegoro :
- Pangeran Diponegoro tersingkir dari elite kekuasaan karena menolak berkompromi dengan pemerintah kolonial. Pangeran Diponegoro memilih mengasingkan diri ke Tegalrejo.
- Pemerintah kolonial melakukan provokasi dengan membuat jalan yang menerobos makam leluhur Pangeran Diponegoro.
Hal tersebut yang membuat Pangeran Diponegoro marah dan menganggapnya sebagai suatu menghinaan. Untuk memperkuat kekuatannya, Pangeran Diponegoro membangun pusat pertahanan di Selarong. Dukungan kepada Pangeran Diponegoro datang dari mana-mana sehingga pasukan Diponegoro semakin kuat.
Dukungan datang dari Pangeran Mangkubumi, Sentot Alibasya Prawirodirjo, dan Kiai Mojo. Untuk menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro, Belanda mendatangkan pasukan dari Sumatra Barat dan Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Jenderal Marcus de Kock.
Pangeran Diponegoro memimpin pasukannya dengan perang gerilya. Untuk mengatasi perlawanan Diponegoro tersebut, Gubernur Jenderal Van der Capellen menugaskan Jenderal Marcus de Kock untuk menjalankan strategi benteng stelsel, yaitu mendirikan benteng di setiap tempat yang dikuasainya.
Antara benteng yang satu dan benteng lainnya dihubungkan dengan jalan untuk memudahkan komunikasi dan pergerakan pasukan. Taktik benteng stelsel ini bertujuan mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro. Pasukan Diponegoro semakin bertambah lemah terlebih lagi pada tahun 1829 Kiai Mojo dan Sentot Alibasya Prawirodirjo memisahkan diri.
Lemahnya kedudukan Diponegoro tersebut menyebabkan ia menerima tawaran berunding dengan Belanda di Magelang. Dalam perundingan tersebut, pihak Belanda diwakili oleh Jenderal De Kock. Perundingan tersebut gagal mencapai sepakat, kemudian Belanda menangkap Pangeran Diponegoro dan dibawa ke Batavia, yang selanjutnya dipindahkan ke Manado, lalu dipindahkan lagi ke Makasar dan meninggal di benteng Rotterdam pada tanggal 8 Januari 1855.
Perang Diponegoro yang berlangsung selama lima tahun tersebut membawa dampak antara lain sebagai berikut :
- Kekuasaan wilayah Yogyakarta dan Surakarta berkurang.
- Belanda mendapatkan beberapa wilayah Yogyakarta dan Surakarta.
- Banyak menguras kas Belanda.
2. Perang Bali Tahun 1848-1908 (Perjuangan Rakyat Bali Melawan VOC)
Antara pemerintah kolonial Belanda dan para penguasa di Bali bersengketa mengenai hak tawan karang. Hak tawan karang adalah hak raja Bali menyita kapal yang kandas di wilayah perairannya. Sebelumnya, antara pemerintah kolonial Belanda dan penguasa Bali sepakat bahwa para penguasa Bali tidak akan menggunakan hak tawan karang apabila pemerintah kolonial melanggar kesepakatan, hal tersebut yang menyebabkan para penguasa Bali kembali memberlakukan hak tawan karang.
Pemerintah kolonial memprotes klaim raja Buleleng atas kapal Belanda yang kandas di wilayah perairannya. Raja Buleleng tidak menghiraukan protes tersebut sehingga menyebabkan terjadinya Perang Jagaraga (yang dimulai dua tahun kemudian).
Kerajaan Buleleng pada tahun 1844 berhasil menawan kapal dagang Belanda di Prancak daerah Jrembrana (saat itu berada di bawah kekuasaan Kerajaan Buleleng). Dengan peristiwa tersebut dijadikan alasan oleh Belanda untuk menyerang Pulau Bali (tahun 1848).
Dalam pertempuran pertama, Belanda mengalami kegagalan, baru pada pertempuran kedua (dipimpin Mayor Jenderal A.V. Michiels) Belanda berhasil merebut benteng pertahanan Kerajaan Buleleng di Jagaraga. Namun, raja Buleleng dan patihnya dapat meloloskan diri ke Karangasem. Setelah Belanda menguasai Buleleng, Belanda berambisi menaklukkan kerajaan-kerajaan lainnya di Bali.
Pada tahun 1894 terjadi Puputan Kusamba, Belanda dipimpin oleh Mayor Jenderal A.V. Michiels. Dalam pertempuran ini Michiels menderita luka-luka akibat tembakan dari pasukan Klungkung. Namun akhirnya, Kusamba (sebagai benteng pertahanan terakhir di daerah selatan) jatuh ke tangan Belanda.
Pada tahun 1906 terjadi Puputan Bandung. Peristiwa ini diawali dengan terdamparnya sebuah kapal di Pantai Sanur. Belanda menuntut ganti rugi kepada raja Badung (Ida Cokorde Ngurah Gede Pamecutan). Oleh karena raja menolak, terjadilah pertempuran antara Kerajaan Badung dan pasukan Belanda.
Dalam Puputan Badung ini dilakukan dengan cara yang unik, yaitu laki-laki perempuan, dan anak-anak berpakaian serba putih dan membawa keris atau tombak menyerbu tentara Belanda yang bersenjata lengkap. Tanpa rasa takut mereka menyerbu, akhirnya semua gugur.
Setelah Belanda dapat menundukkan Badung, kemudian pada tahun 1986 Belanda menaklukkan Kerajaan Tabanan. Dalam peristiwa tersebut Belanda mendapat perlawanan, tetapi Kerajaan Tabanan tidak dapat bertahan dan takluk kepada Belanda. Pertempuran tersebut dinamakan dengan Balikana Wongaya.
Pada tahun 1908 Kerajaan Klungkung juga mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Dalam peristiwa tersebut raja dan seluruh kerabat kerajaan gugur. Dengan dikuasainya Kerajaan Klungkung, pemerintah kolonial Belanda berhasil menguasai Pulau Bali.
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
Post a Comment for "Perjuangan Pangeran Diponegoro dan Rakyat Bali Melawan VOC"