Perjuangan Rakyat Aceh dan Batakl Melawan Belanda
1. Perang Aceh
Sebab khusus terjadinya Perang Aceh ialah adanya tuntutan Belanda agar Aceh tidak berhubungan dengan pedagang lain selain Belanda. Pada perang tahun 1873 Belanda berhasil ditaklukkan, bahkan Jenderal Kohler terbunuh, kemudian Belanda mengirimkan pasukan lagi di bawah pimpinan Jenderal Van Swieten untuk menyerang Aceh dan berhasil menduduki Kotaraja.
Untuk menyeleidiki tata negara Aceh, Belanda mengirimkan Dr. Snouck Hurgronje dan berhasil menyelesaikan penelitiannya yang diberi judul De Atjehers (The Acehnese). Dengan hasil penelitian tersebut bisa diketahui kelemahan rakyat Aceh. Snouck Hurgronje mengusulkan kepada Belanda agar mengirim Jenderal Van Heutz untuk mengadakan serangan umum di Aceh.
Serangan umum tersebut dikenal dengan serangan Sapurata dari pasukan Marechaussee (Marsose) yang anggotanya terdiri dari orang Indonesia yang sudah dilatih oleh Belanda dan perwira Belanda yang mahir berbahasa Indonesia.
Dalam serangan tersebut, Aceh berhasil dikuasai dan kemudian Belanda membuat Plakat Pendek yang isinya adalah Kerajaan Aceh mengakui daerahnya sebagai bagian dari kekuasaan Belanda. Kerajaan Aceh berjanji akan mentaati perintah yang diberikan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Kedudukan Aceh semakin terdesak sejak tahun 1898. Teuku Umar gugur dalam pertempuran di Meulaboh, sultan Aceh ditawan, Panglima Polim menyerah, dan Cut Nyak Dhien tertangkap.
Sebab umum terjadinya Perang Aceh :
- Belanda ingin memantapkan pelaksanaan Pax Netherlandica.
- Aceh merupakan tempat yang strategis setelah dibukanya Terusan Suez.
- Semakin berkembangnya imperialisme modern.
- Politik ekspansi Belanda akibat Traktat Sumatra (tahun 1871) yang berisi Inggris mengizinkan Belanda menguasai seluruh Pulau Sumatra termasuk Aceh.
2. Perlawanan Rakyat Batak (1878-1907)
Pusat Kerajaan Batak terletak di Bakkara (sebelah barat daya Danau Toba) dengan raja terakhir Kerajaan Batak bernama Sisingamangaraja XII.
Berikut ini alasan terjadinya perlawanan masyarakat Batak terhadap Belanda :
- Raja Sisingamangaraja XII tidak bersedia wilayah kerajaannya semakin diperkecil oleh Belanda. Raja Sisingamangaraja XII tidak bisa menerima kota Natal, Mandailing, Angkola, dan Sipirok di Tapanuli Selatan dikuasai Belanda.
- Belanda ingin mewujudkan Pax Netherlandica. Untuk mewujudkan Pax Netherlandica Belanda menguasai daerah Tapanuli Utara sebagai lanjutan atas pendudukannya di Tapanuli Selatan dan Sumatra Timur. Belanda menempatkan pasukannya di Taruntung dengan alasan untuk melindungi para penyebar agama Kristen yang bergabung dalam Rhijnshezending. Tokoh penyebarnya bernama Nomensen (orang Jerman).
Untuk menghadapi Belanda tersebut, Sisingamangaraja XII pada tahun 1878 menyerang kedudukan Belanda di daerah Tapanuli Utara. Peperangan berlangsung kira-kira selama tujuh tahun. Belanda mengerahkan pasukan untuk menguasai Bakkara sebagai pusat kekuasaan Sisingamangaraja XII, kemudian terjadi pertempuran sengit di daerah Pakpak Dairi, sebelah barat Danau Toba.
Pasukan Van Daalen yang beroperasi di Aceh melanjutkan gerakannya ke Tapanuli Utara pada tahun 1904, sedangkan di Medan didatangkan pasukan lain melalui Kabanjahe dan Sidikalang. Akhir dari Perang Batak, pasukan Marsose di bawah pimpinan Kapten Christoffle berhasil menangkap keluarga Sisingamangaraja XII.
Sisingamangaraja XII beserta pengikutnya melarikan diri ke hutan Simsim. Dalam pertempuran tanggal 17 Juni 1907, Sisingamangaraja XII gugur bersama seorang putrinya yang bernama Lapian dan dua orang putranya yang bernama Patuan Nagari dan Patuan Anggi serta sejumlah pengikutnya.
Jenazah Sisingamangaraja XII dibawa ke Taruntung dan dimakamkan di depan tangsi militer Belanda, kemudian pada tahun 1953 makam Sisingamangaraja XII dipindahkan ke Soposurung di Balige.
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
Post a Comment for "Perjuangan Rakyat Aceh dan Batakl Melawan Belanda"