Sumpah pemuda dan memahami jati diri keIndonesiaan
1. Politik Etis
Penderitaan yang dialami oleh rakyat Indonesia telah memicu munculnya kritik yang malalui tulisan kaum etis yang dipelopori oleh Pieter Broosshooft, wartawan koran De Locomotief (koran pertama yang terbit di Semarang dan berdiri pada tahun 1845) dan seorang politikus Belanda Conrad Theodore van Deventer.
Kedua tokoh tersebut telah menyatakan agar pemerintah kolonial harus lebih memperhatikan nasib pribumi di tanah jajahan dan bertanggung jawab secara moral untuk menyejahterakan masyarakat pribumi.
Pieter Broosshooft dikenal sebagai wartawan yang vokal dan kritis, misalnya antara tahun 1883-1884, Pieter Broosshooft menyoroti sikap masa bodoh warga Eropa di Hindia Belanda ketika terjadi wabah muntaher yang menimbulkan banyak korban.
Mereka baru peduli setelah ada warga kulit putih yang ikut menjadi korban. Pada tahun 1887 Pieter Broosshooft melakukan perjalanan ke sepanjang Pulau Jawa. Pieter Broosshooft sangat terkejut melihat kondisi kehidupan kaum pribumi.
Oleh karena itulah, Pieter Broosshooft menghimbau agar Belanda menyadari dan perhatikan keadaan yang sangat menyedihkan di Hindia Belanda yang terjadi akibat kebijakan pemerintahan Belanda. Di antara tokoh penggagas politik etis, Conrad Theodore van Deventerlah yang paling berpengaruh.
Pada tahun 1899 Conrad Theodore van Deventerlah membuat tulisan yang berjudul Een Eereschuld (Utang Kehormatan) yang dimuat di majalah De Gids. Dalam tulisannya tersebut Conrad Theodore van Deventer mengatakan bahwa pemerintah Hindia Belanda telah mengeksploitasi wilayah jajahannya untuk membangun negeri mereka dan memperoleh keuntungan yang besar.
Oleh karena itu, menurutnya sudah sewajarnya Belanda membayar utang budi itu dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat di negara jajahan. Kritikan tersebut mendapat perhatian dari Pemerintah Belanda Ratu Wilhelmina kemudian mengeluarkan suatu kebijakan baru bagi masyarakat Hindia Belanda yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kebijakan baru tersebut dikenal dengan politik etis.
Politik kolonial pada awal abab ke-20 memasuki babak baru yaitu era politik etis yang dipimpin oleh Menteri Jajahan Alexander W.F. Idenburg yang kemudian menjadi gubernur jenderal Hindia Belanda (1909-1916). Ada tiga program poltik etis yaitu, irigasi, edukasi dan transmigrasi. Adanya politik etis tersebut membawa pengaruh besar terhadap perubahan arah kebijakan politik negeri Belanda atas negeri jajahan.
Semangat era etis adalah kemajuan menuju modernitas. Perluasan pendidikan gaya Barat sebagai model pendidikan modern merupakan tanda resmi dari bentuk politik etis. Adanya pendidikan tersebut membuka peluang bagi mobilitas sosial masyarakat di tanah Hindia Belanda.
Pengaruh pendidikan Barat itu pula yang kemudian memunculkan sekelompok kecil intelektual bumiputra yang memunculkan kesadaran bahwa rakyat bumiputra harus mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain untuk mencapai kemajuan. Golongan intelektual bumiputra tersebut disebut priayi baru yang sebagian besar adalah guru dan jurnalis di kota-kota.
2. Pers Membawa Kemajuan
Para priayi baru pada awal abab ke-20 menuangkan gagasannya dengan melalui pers (media cetak) mengenal isu-isu perubahan. Isu yang dipopulerkan terkait dengan peningkatan status sosial rakyat bumiputra dan peningkatan kehidupan di bidang sosial, ekonomi, budaya dan politik.
Pers merupakan sarana berpartisipasi dalam gerakan emansipasi, kemajuan dan pergerakan nasional. Pada masa ini ditandai dengan jumlah penerbitan surat kabar berbahasa Melayu yang mengalami peningkatan. Adapun orang pertama yang aktif dalam dunia pers saat itu adalah orang Indo, seperti H.C.O. Clockerner Brousson dari Bintang Hindia, E.F Wigger dan Bintang Baru, dan G. Francis dari Pemberitaan Betawi.
Penerbit bumiputra pertama di Batavia yang muncul pada pertengahan abab ke-20 adalah R.M. Tirtoadisuryo, F.D.J. Pangemanan, dan R.M. Tumenggung Kusuma Utaya, sebagai redaktur Ilmoe Tani, Kabar Perniagaan, dan Pewarta Prijaji.
Munculnya media cetak tersebut segera diikuti dengan munculnya sejumlah jurnalis bumiputra lainnya. Jurnalis bumiputra tersebut seperti sebagai berikut ini :
- R. Tirtodanudja dan R. Mohammad Jusuf. Keduanya redaktur Sinar Djawa yang diterbitkan Honh Thaij & Co.
- Djojosudiro, redaktur Tjahaja Timoer yang diterbitkan di Malang oleh Kwee Khaij Khee.
- Abdul Muis sebagai redaktur Pewarta Hindia yang diterbitkan oleh G. Kolff & Co di Bandung.
Para jurnalis bumiputra itulah yang memberikan wawasan dan embrio kebangsaan dengan melalui artikel, komentar-komentar mereka dalam surat pembaca dan mengungkapkan solidaritas di antara mereka dan para pembaca yang sebagian besar adalah kaum muda terpelajar.
Sebagai contoh Pewarta Prijaji yang disunting oleh R.M.T. Kusumo Utoyo (seorang bupati Ngawi) yang menyerukan persatuan di kalangan priayi. Pada tahun 1901, sebuah mejalah bulanan Insulinde diterbitkan atas kerja sama para terpelajar di kota Padang dengan guru-guru Belanda di sekolah raja (Kweekschool) Bukittinggi, terutama Van Ophuysen, ahli bahasa Melayu. Ketua redaksi majalah adalah Dja Endar Muda.
Majalah Insulinde disebarkan ke seluruh Sumatera dan Jawa. Majalah Insulinde yang pertama memperkenalkan slogan kemajuan dan zaman maju. Ada salah satu artikel yang menarik dalam majalah Insulide adalah kisah kemenangan Jepang, negara kecil yang menang mengalahkan Tiongkok yang besar.
Kemenangan Jepang tersebut disebabkan keberhasilannya dalam memasuki dunia maju. Ulasan mengenai perkembangan yang terjadi di dunia maju secara terbuka mengajak para pembaca untuk iktu serta dalam zaman kemajuan. Majalah Insulinde tidak saja memuat artikel tentang bangsa Hindia Belanda tetapi juga memuat tentang berita Asia dan Eropa.
Tokoh yang baru datang dari Belanda, dr. Abdul Rivai menganjurkan pada tokoh muda di Hindia untuk membentuk suatu organisasi. Dalam tulisannya di surat kabar Bintang Hindia, dr. Abdul Rivai selalu memuat tentang kemajuan dan dunia maju.
Rivai menggolongkan masyarakat menjadi tiga golongan, yaitu kaum kolot, kaum kuno, dan kaum muda. Menurut Rivai kaum muda adalah orang yang senantiasa ingin mendapatkan harga diri melalui pengetahuan dan ilmu. Untuk mencapai kemajuan dan terwujudnya dunia baru, Rivai menganjurkan agar ada organisasi bernama Persatuan Kaum Muda didirikan dengan cabang di seluruh kota-kota penting di Hindia.
Wahidin Sudirohusodo (seorang pensiunan dokter Jawa) tertarik dengan tulisan Rivai. Pada waktu itu Wahidin sebagai editor majalah berbahasa Jawa (Retnodhoemilah). Dalam tulisannya disarankan agar kaum lanjut usia dan kaum muda membentuk organisasi pendidikan yang bertujuan memajukan masyarakat.
Gagasan Wahidin tersebut terwujud pada waktu para pelajar STOVIA mendirikan suatu organisasi yang bernama Budi Utomo pada tanggal 2 Mei 1908. Semangat nasionalisme tumbuh dan dibangun dengan melalui tulisan di media cetak. Di Sumatera, gagasan untuk melawan sistem pemerintahan kolonial ditunjukkan dengan melalui surat kabar Oetoesan Melajor (1913).
Untuk kemajuan kaum perempuan diterbitkan majalah Soenting Melajue. Majalah tersebut berisi tentang panggilan perempuan untuk memasuki dunia maju tanpa meninggalkan peranannya sebagai sendi kehidupan keluarga Minangkabau. Anak-anak muda berpendidikan Barat di Padang menerbitkan majalah perempuan Soeara Perempuan (1918) dengan semboyannya vriheid (kemerdekaan) bagi anak perempuan untuk ikut dalam kemajuan tanpa hambatan adat yang mengekang.
Pers bumiputra pada saat itu juga mempunyai fungsi untuk memobilisasi pergerakan nasional. Harian Sinar Djawa memuat tentang perlunya rakyat kecil untuk terus menuntut setinggi mungkin. Surat kabr ini memuat dua hal penting yaitu tentang bangsawan usul (mereka yang mempunyai keturunan dari keluarga raja-raja dengan gelar bendera, raden mas, raden, raden ajeng, raden ngabei, raden ayu, dan lain-lain) dan bangsawan pikiran (mereka yang mempunyai gelar master, dokter, dan sebagainya yang diperoleh melalui pendidikan).
Pada saat itu surat kabar yang paling mendapat perhatian pemerintah kolonial adalah De Express. De Express memuat berita-berita promosi ide-ide radikal dan kritis terhadap sistem pemerintahan kolonial. Cipto Mangunkusumo, Suwardi Suryaningrat, dan Abdul Muis mendirikan Comite tot Herdenking van Nederlands Honderdjarige Vrijheid (Panitia untuk peringatan seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Prancis), yang kemudian disebut dengan Komite Bumiputra.
Tujuan panitia adalah mengumpulkan dana dari rakyat untuk mendukung perayaan kemerdekaan Belanda. Namun dibalik itu tujuan Komute Bumiputra adalah mengkritik tindakan pemerintah kolonial yang merayakan kemerdekaannya di tanah jajahan dengan mencari dana dukungan dari rakyat.
Suwardi Suryaningrat menulis brosur yang berjudul Als Ik Een Nederlander Was (seandainya saya menjadi seorang Belanda). Tulisan tersebut berisi kritikan yang sangat tajam kepada Belanda yang tidak tahu malu karena minta dana kepada rakyat yang dijajah untuk perayaan kemerdekaan negara yang dijajah.
3. Bangkitnya Nasionalisme
Pada awal abab ke-20 paham nasionalisme masuk ke Indonesia. Pelaksanaan politik etis telah mendorong lahirnya kaum muda terpelajar. Pemikiran kaum muda tersebut semakin rasional, wawasannya semakin luas dan terbuka sehingga memperlancar berkembangannya paham-paham baru di Indonesia. Paham baru tersebut misalnya nasionalisme. Paham nasionalisme telah mendorong lahirnya kesadaran nasional, kesadaran hidup dalam suatu bangsa yaitu bangsa Indonesia.
Selain didorong pelaksanaan politik etis sebagai pembuka munculnya kaum terpelajar peran pers, media cetak, dan paham baru, secara eksternal munculnya kesadaran nasional juga dipicu oleh beberapa peristiwa dunia.
Peristiwa tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Gerakan Turki Muda
Gerakan ini dipimpin Mustafa Kemal Pasha yang menuntut adanya pembaruan dan modernisasi di berbagai sektor kehidupan masyarakat. Berikut sebab-sebab timbulnya nasionalisme Turki.
- Kekuasaan Turki Usmani yang semakin merosot.
- Adanya pengaruh Revolusi Prancis.
- Timbulnya kaum terpelajar yang berpaham modern.
- Adanya kegiatan bangsa Barat yang semakin gencar untuk merebut daerah-daerah jajahan Turki dan siap menghancurkan Turki.
b. Pergerakan Nasionalisme Mesir
Kebangkitan nasionalisme Mesir ditandai dengan pemberontakan Arabi Pasha (tahun 1881-1882). Pada awalnya gerakan ini antiasing (Inggris, Prancis, dan Turki), tetapi akhirnya menjadi gerakan untuk menuntut perubahan sistem pemerintahan.
Berikut sebab-sebab munculnya nasionalisme Mesir :
- Adanya gerakan Wahabi, semula merupakan gerakan agama yang kemudian membentuk pemerintahan.
- Adanya pengaruh Revolusi Prancis.
- Munculnya kaum intelektual yang berpaham modern.
- Adanya gerakan pan-Arab yang menganjurkan persatuan semua bangsa Arab untuk mencapai kemerdekaan bangsanya.
c. Gerakan Nasional di India
Sebab-sebab munculnya nasionalisme India adalah sebagai berikut :
- Perbaikan nasib rakyat oleh pemerintah Inggris tidak kunjung datang.
- Hanya orang-orang Inggris yang duduk di pemerintahan.
- Kebudayaan Barat dipaksakan oleh Inggris.
- Munculnya kaum terpelajar yang telah mengeyam pendidikan Barat.
- Pemberian status dominion untuk Kanada pada tahun 1867.
Pergerakan nasional di India diwarnai oleh berbagai perkumpulan kaum terpelajar India. Pergerakan tersebut seperti All Indian National Congres tahun 1885 yang merupakan majelis tempat para wakil rakyat India berjuang mendapatkan kemerdekaan. Liga Muslim India tahun 1906.
Santiniketan 9daerah tempat sekolah filosofi dan cinta bangsa) yang didirikan oleh Rabindranath Tagore, serta gerakan nasionalisme bidang keagamaan seperti Brahma Samad dan Rama Krisna. Mahandas Karamchad Gandhi atau yang dikenal dengan Mahatma Gandhi adalah Bapak Kemerdekaan India.
Munculnya pergerakan nasional di India telah berdampak pada munculnya pergerakan di Indonesia. Pengaruh tersebut terlihat antara lain dari gerakan swadesa Mahatma Gandhi yang telah mengilhami Partindo untuk menerapkan gerakan ini.
d. Nasionalisme di Filipina
Lahirnya nasionalisme di Filipina dipelopori oleh Dr. Joze Rizal (pendiri Liga Filipina), Andreas Bonafasio (pendiri organisasi Katipunan), dan Emilio Aquinaldo. Nasionalis yang muncul di Filipina ini memberikan inspirasi bagi pergerakan nasional Indonesia untuk melawan penjajah bangsa Barat.
Meskipun didorong banyak faktor, kesadaran berbangsa dan kebangkitan nasionalisme kolonialisme dan imperialisme Belanda. Untuk melakukan perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme bentuk dan strategi harus sudah berubah. Bentuk diplomasi dan melalui berbagai organisasi pergerakan dipandang lebih tepat. Dengan dipelopori kaum terpelajar lahirlah berbagai organisasi pergerakan nasional.
Organisasi pergerakan tersebut ada yang bercorak sosio-kultural, politik, keagamaan, kedaerahan tetapi juga ada yang nasionalis, ada dari kelompok pemuda tetapi juga ada dari kelompok perempuan.
a. Budi Utomo
Lahirnya Budi Utomo tidak bisa dilepaskan dari gagasan dr. Wahidin Sudirohusodo mengenai perlunya memperluas dan meningkatkan pendidikan bagi bangsa Indonesia. Pada akhir tahun 1907, Wahidin tertemu dengan Sutomo, pelajar STOVIA di Batavia. Perempuan antara Wahidin dan Sutomo tersebut berhasil mendorong didirikannya organisasi yang diberi nama Budi Utomo pada hari Rabu tanggal 20 Mei 1908 di Batavia dan Sutomo ditunjuk sebagai ketuanya. Budi Utomo merupakan organisasi pergerakan pertama di Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 20 Mei 1908 dijadikan sebagai hari Kebangkitan Nasional.
Kongres Budi Utomo pertama diselenggarakan pada bulan Oktober 1908 dan berhasil memilih Adipati Tirtokusumo 9bupati Karangayar) sebagai ketuanya dan dr. Wahidin Sudirohusodo sebagai wakil ketuanya. Keputusan yang diambil dalam kongres pertama tersebut sebagai berikut :
- Keanggotaan Budi Utomo terbatas pada suku bangsa yang berkebudayaan Jawa (untuk bangsa Jawa, Madura, Bali, Lombok).
- Budi Utomo hanya bergerak di bidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan, serta tidak bergerak dalam kegiatan politik.
b. Sarekat Islam
Adanya monopoli pedagang Cina dalam perdagangan bahan baku batik di Solo sangat merugikan para pedagang pribumi. Para pedagang Cina tersebut sering mempermainkan harga seperti dengan menjual bahan-bahan tersebut sedikit demi sedikit. Keadaan tersebut mendorong H. Samanhudi untuk menghimpun pengusaha batik pribumi yang beragama Islam dalam sebuah organisasi.
Selanjutnya pada tahun 1911 di Solo berdiri organisasi yang bercorak agama dan ekonomi yaitu Sarekat Dagang Islam (SDI). Setahun kemudian (tahun 1912) oleh Haji Oemar Said (H.O.S.) Cokroaminoto, perkumpulan Sarekat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat Islam (SI).
Maksud dari pergantian nama tersebut adalah ruang gerak organisasi ini tidak hanya dalam bidang perdagangan saja, tetapi juga meliputi pendidikan dan politik serta keanggotaan organisasi ini tidak hanya para pedangan, tetapi juga meliputi umat Islam pada umumnya. Sarekat Islam mendapat sambutan yang baik dari seluruh golongan masyarakat, baik dari golongan atas maupun dari golongan bawah.
Adapun tujuan dari Sarekat Islam yaitu sebagai berikut :
- Menjalankan usaha dagang pribumi.
- Membantu anggotanya yang mengalami kesulitan berusaha.
- Memajukan pengajaran dan semua usaha yang dapat meningkatkan derajat bangsa.
- Memperbaiki pendapat yang keliru dalam praktik agama Islam.
- Hidup menurut perintah agama.
Dalam Sarekat Islam terjadi perpecahan pada saat organisasi ini mulai terpengaruh paham komunis yang disusupkan oleh Sneevliet sehingga SI pecah menjadi dua yaitu sebagai berikut ini :
- SI Merah, adalah SI yang berhaluan komunis yang dipimpin oleh Semaun, Alimin, dan Darsono berpusat di Semarang.
- SI Putih, adalah SI yang berhaluan nasionalisme dan keIslaman yang dipimpin oleh H. Agus Salim, H.O.S. Cokroaminoto, Abdul Muis, dan Suryo Pranoto berpusat di Jakarta.
c. Indische Partij (IP)
Indische Partij didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912, dipimpin oleh Tiga Serangkai yaitu Dr. E.F.E. Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Indische Partij adalah organisasi pertama di Indonesia yang secara terang-terangan menyatakan dirinya sebagai partai politik.
Indische Partij secara tegas menyatakan berjuang untuk melepaskan diri dari penjajahan. Semboyan Indische Partij yang terkenal berbunyi Indie Los van Holland (Indonesia bebas dari Belanda) dan Indie voor Inders (Indonesia untuk orang Indonesia).
Adapun program kerja Indische Partij ialah sebagai berikut ini :
- Menanam cita-cita persatuan nasional Indonesia.
- Memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan baik di bidang pemerintahan maupun kemasyarakatan.
- Memberantas segala bentuk tindakan yang membangkitkan kebencian antar-agama dan ras.
- Mmeperkuat pengaruh pro-Indonesia dalam pemerintah kolonial.
- Menyerukan perbaikan ekonomi bangsa Indonesia, terutama kalangan ekonomi lemah.
Surat kabar De Express memuat tujuan Indische Partij dan menegaskan bahwa masa depan penduduk Indonesia terletak di tangan penduduk Indonesia sendiri. Oleh karena itu, imperialisme dan kolonialisme harus dihapuskan.
d. Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912. Asas perjuangannya adalah Islam dan kebangsaan Indonesia, sifatnya nonpolitik. Tujuannya mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan sunah rasul, memberantas kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan memajukan ilmu agama Islam di kalangan anggotanya.
e. Nahdatul Ulama
Pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya berdiri Nahdatul Ulama (NU) dengan pendiri organisasi adalah Kiai Haji Hasyim Asyari dan sejumlah ulama. Tujuan organisasi terkait dengan masalah sosial, ekonomi, dan pendidikan. Pada tahun 1935, NU berkembang pesat, NU mempunyai 68 cabang dengan jumlah anggota 6.700. Dalam kongresnya di Menes, Pandeglang, Banten pada tahun 1938, NU berusaha untuk memperluas pengaruhnya ke seluruh Jawa. Kongres yang diadakan tahun 1940 di Surabaya memutuskan untuk mendirikan Wanita Nahdatul Ulama Muslimat dan pemudanya dibentuk organisasi Ansar.
f. Taman Siswa
Pada awalnya Taman Siswa bernama National Onderwijs Taman Siswa (Institut Pendidikan Nasional Taman Siswa) yang hanya memiliki 20 murid kelas Taman Indria. Namun dalam perkembangan selanjutnya Taman Siswa berkembang pesat dan memiliki 52 cabang dengan murid kurang lebih 65 siswa.
Taman Siswa memiliki asas yaitu ''Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani'' yang artinya, ''Guru di depan harus memberi contoh atau teladan, di tengah harus bisa menjalin kerja sama, dan di belakang harus memberi motivasi atau dorongan kepada para siswanya''.
Taman Siswa mendobrak sistem pendidikan Barat dan pondok pesantren dengan mengajukan sistem pendidikan nasional (pendidikan nasional yang ditawarkan adalah pendidikan bercirikan kebudayaan asli Indonesia).
Dalam pelaksanaannya Taman Siswa mengalami banyak kendala. Pemerintah kolonial Hindia mengeluarkan berbagai aturan yang tujuannya membatasi pergerakan Taman Siswa, seperti dikenai pajak rumah tangga dan Undang-Undang Ordonansi Sekolah Liar Tahun 1932 yakni larangan mengajar bagi guru-guru yang terlibat partai politik.
Dengan pendidikan, Taman Siswa mampu memberikan kontribusi yang besar bagi masyarakat luas. Taman Siswa mampu menyediakan pendidikan untuk rakyat yang tidak mampu sekolah di sekolah yang disediakan oleh pemerintah kolonial. Sekolah Taman Siswa saat ini masih berdiri dan tetap berperan bagi kemajuan pendidikan di Indonesia.
g. Perhimpunan Indonesia
Pada tahun 1908 didirikan organisasi Perhimpunan Indonesia (PI) oleh orang-orang Indonesia yang berada di Belanda, antara lain Sutan Kasayongan dan R.M. Noto Suroto. Pada awalnya organisasi ini bernama Indische Vereeniging. Tujuannya adalah mengakomodasikan kepentingan orang-orang Indonesia di negeri Belanda.
Organisasi ini hanya berupa organisasi sosial, tetapi sejak berakhirnya perang Duni I perasaan antikolonialisme dan antiimperialisme semakin menonjol lebih-lebih sejak adanya seruan Presiden Amerika Serikat, Woodrow Wilson, tentang hak untuk menentukan nasib sendiri sehingga keinginan para pelajar Indonesia untuk merdeka dari penjajahan Belanda semakin kuat.
Pada tahun 1922 atas inisiatif Moh. Hatta berubah menjadi Indonesische Vereeniging dan tahun 1925 digunakan nama Perhimpunan Indonesia. Untuk menyebarkan semangat perjuangannya, PI menerbitkan majalah Hindia Putra yang kemudian diganti menjadi Indonesia Merdeka. Tokoh PI adalah Moh. Hatta, Abdulmajid Joyoadiningrat, Ali Sastroamijoyo, Iwa Kusuma Sumantri, Sastro Mulyono, Sartono, Gunawan Mangun Kusumo, dan Nazir Datuk Pamuncak.
h. Partai Nasional Indonesia
Pada tanggal 4 Juli 1927 diresmikan berdiri partai baru yaitu Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Ketuanya Ir. Soekarno. Pada kongres I di Surabaya nama Perserikatan Nasional Indonesia diubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Tujuan perjuangannya untuk kemerdekaan Indonesia. Asas perjuangannya berdikari (berdiri di atas kaki sendiri), nonkooperasi, dan marhenisme (orientasi kerakyatan).
i. Partai Komunis Indonesia
Sebelum PNI sudah ada organisasi yang bersifat revolusioner yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI merupakan kelanjutan dari organisasi Indische Social Democratische Vereniging (ISDV) yang berdiri pada tanggal 9 Mei 1914 atas prakarsa Sneevliet. Dengan memperhatikan perkembangan politik setelah melalui serangkaian pembahasan, pada kongres ke-7 nama ISDV diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia dan dipertegas pada tanggal 23 Mei 1920 menjadi Partai Komunis Hindia. Pada bulan Desember 1920 diubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan ketua yang pertama Semaun.
j. Organisasi Pemuda
Organisasi pemuda yang pertama beridir di Indonesia adalah Tri Koro Dharmo. Tri Koro Dharmo dibentuk pada tanggal 7 Mei 1915 di Gedung Kebangkitan Nasional Jakarta. Ketua Tri Koro Dharmo adalah dr. Satiman Wiryosanjoyo. Tri Koro Dharmo bermakna memiliki tiga tujuan utama yaitu sakti, budi dan bakti. Adapun tujuan dan arah gerakan Tri Koro Dharmo untuk menciptakan wadah pelatihan dan pembinaan generasi muda atau pelajar untuk menjadi pemuka atau pemimpin nasional yang cinta tanah air.
Anggota Tri Koro Dharmo umumnya terdiri para pelajar STOVIA dan berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain Tri Koro Dharmo juga berkembang gerakan kepanduan yang umumnya dimiliki oleh organisasi induknya. Seperti Muhammadiyah mempunyai organisasi kepanduan Hizbul Wathan. Adapun di lingkungan kaum wanita berkembang organisasi wanita. Organisasi yang pertama adalah Puteri Mardika yang dibentuk pada tahun 1912 atas prakarsa Budi Utomo.
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
3 Kelompok Berebut Kekuasaan Perang Banjar
Perjuangan Rakyat Aceh dan Batakl Melawan Belanda
Efek Dampaknya Kolonialisme dan Imperialisme Bagi Masyarakat
Masa Koloniallisme Dampak pada Bidang Sosial, Budaya dan Pendidikan
Post a Comment for "Sumpah pemuda dan memahami jati diri keIndonesiaan"