Perkembangan Politik dan Ekonomi Setelah Tanggal 21 Mei 1998
1. Masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie
Turunnya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan pada tanggal 21 Mei 1998 menjadi awal dimulainya Orde Reformasi di Indonesia. Dengan naiknya Bacharuddin Jusuf Habibie ke kursi kepresidenan menggantikan Soeharto merupakan momentum awal dari adanya perkembangan kehidupan politik, ekonomi, dan sosial setelah tanggal 21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Presiden B.J. Habibie untuk mengatasi keadaan negara pada waktu itu adalah sebagai berikut ini :
a. Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan
Pada tanggal 22 Mei 1998 sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998, Presiden B.J. Habibie membentuk susunan kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Fokus dari susunan Kabinet Reformasi Pembangunan adalah terletak pada pemulihan ekonomi Indonesia yang hancur akibat krisis yang terjadi di Asia. Kabinet Reformasi Pembangunan memfokuskan pada pembenahan ekonomi dalam lima bidang kerja utama. Lima bidang kerja utama tersebut sebagai berikut ini :
1. Melakukan proses rekapitulasi perbankan Indonesia.
2. Melaksanakan likuidasi bank-bank yang bermasalah.
3. Memperbaiki angka nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika.
4. Membangun konstruksi baru perekonomian Indonesia.
5. Melaksanakan syarat-syarat reformasi ekonomi yang diberikan oleh IMF kepada Indonesia.
Pada sidang pertama Kabinet Reformasi Pembangunan tanggal 25 Mei 1998, B.J. Habibie memberikan pengarahan bahwa pemerintah harus mengatasi krisis ekonomi dengan dua sasaran pokok, yaitu tersedianya bahan makanan pokok masyarakat dan berputarnya kembali roda perekonomian masyarakat.
Adapun pusat perhatian Kabinet Reformasi Pembangunan adalah meningkatkan kualitas, produktivitas, dan daya saing ekonomi rakyat, dengan memberi peran perusahaan kecil, menengah, dan koperasi, karena terbukti memiliki ketahanan ekonomi dalam menghadapi krisis. Dalam sidang itu juga B.J. Habibie memerintahkan bahwa departemen-departemen terkait secepatnya mengambil langkah persiapan dan pelaksanaan reformasi, khususnya menyangkut reformasi di bidang politik, bidang ekonomi, dan bidang hukum.
b. Sidang Istimewa MPR 1998
Enam bulan setelah pengangkatan B.J. Habibie sebagai presiden Republik Indonesia diadakan Sidang Istimewa MPR pada tanggal 10 - 13 November 1998 untuk menyiapkan jalan bagi liberalisasi politik, termasuk pemilu demokratis yang akan diadakan pada tanggal 7 Juni 1999.
Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dalam Sidang Istimewa MPR 1998 dilaksanakan pengamanan secara luar biasa. Pengerahan aparat polisi dan TNI yang mencapai 150 SSK (satuan setingkat kompi) dengan jumlah personel 15.000 prajurit ditambah dengan 125.000 warga dari berbagai organisasi kemasyarakatan. Pengamanan Sidang Istimewa MPR juga melibatkan warga sipil yang dikenal dengan nama Pam Swakarsa.
Dengan tekanan massa yang terus-menerus di luar gedung MPR, maka pada tanggal 13 November 1998 Sidang Istimewa MPR ditutup. Dalam Sidang Istimewa MPR tersebut terdapat perombakan besar-besaran terhadap sistem hukum dan perundang-undangan. Sidang Istimewa MPR berakhir dengan menghasilkan dua belas ketetapan yang diwarnai voting dan aksi walkout dari FPP MPR menyangkut keberadaan ABRI di dalam lembaga perwakilan Kedua belas ketetapan tersebut sebagai berikut ini :
- Ketetapan MPR Nomor VII Tahun 1998 mengenai perubahan dan tambahan atas Ketetapan MPR Nomor I Tahun 1983 tentang Perubahan Tata Tertib MPR.
- Ketetapan MPR Nomor VIII Tahun 1998 mengenai pencabutan Ketetapan MPR Nomor IV Tahun 1993 tentang Referendum.
- Ketetapan MPR Nomor IX Tahun 1998, mengenai pencabutan Ketetapan MPR Nomor II Tahun 1998 tentang GBHN.
- Ketetapan MPR Nomor X Tahun 1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara.
- Ketetapan MPR Nomor XI Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
- Ketetapan MPR Nomor XII Tahun 1998 mengenai pencabutan Ketetapan MPR Nomor V Tahun 1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris MPR dalam Menyukseskan dan mengamankan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.
- Ketetapan MPR Nomor XIII Tahun 1998 tetang pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
- Ketetapan MPR Nomor XIV Tahun 1998 mengenai perubahan dan tambahan ketetapan MPR nomor III Tahun 1998 tentang Pemilu.
- Ketetapan MPR Nomor XV Tahun 1998 tetang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan Pembangunan dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.
- Ketetapan MPR Nomor XVII Tahun 1998 tentang Hak Asasi Manusia.
- Ketetapan MPR Nomor XVIII Tahun 1998 mengenai pencabutan Ketetapan MPR Nomor II Tahun 1978 tentang Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. (Eka Prasetya Pancakarsa).
Dari dua belas ketetapan MPR tersebut terdapat empat ketetapan yang memperlihatkan adanya upaya untuk mengakomodasi tuntutan reformasi yaitu sebagai berikut :
- Ketetapan MPR Nomor VIII Tahun 1998 yang memungkinkan UUD 1945 diamandemen.
- Ketetapan MPR Nomor XII Tahun 1998 mengenai pencabutan Ketetapan MPR Nomor V Tahun 1993 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris MPR dalam Rangka Menyukseskan Pembangunan Nasional sebagai Pengalaman Pancasila.
- Ketetapan MPR Nomor XIII Tahun 1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Maksimal Dua Periode.
- Ketetapan MPR Nomor XVIII Tahun 1998, menyatakan bahwa Pancasila tidak lagi dijadikan sebagai asas tunggal. Seluruh organisasi politik tidak lagi wajib menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi.
c. Reformasi Bidang Politik
Sesuai dengan Tap. MPR No. X/MPR/1998, Kabinet Reformasi Pembangunan telah berupaya melaksanakan sejumlah agenda politik, yaitu dengan mengubah budaya politik yang diwariskan oleh pemerintahan sebelumnya, seperti pemusatan kekuasaan, dilanggarnya prinsip-prinsip demokrasi, terbatasnya partisipasi politik rakyat, menonjolnya pendekatan represif yang menekankan keamanan dan stabilitas, serta terabaikannya nilai-nilai hak asasi manusia dan prinsip supremasi hukum. Berikut beberapa hal yang dilakukan B.J. Habibie :
- Diberlakukannya otonomi daerah yang lebih demokratis dan semakin luas. Dengan adanya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, diharapkan akan meminimalkan ancaman disintergrasi bangsa. Otonomi daerah ditetapkan melalui Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998.
- Kebebasan berpolitik dilakukan dengan pencabutan pembatasan partai politik. Sebelumnya dengan adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik pada pertengahan Oktober 1998 sudah tercatat sebanyak 80 partai politik dibentuk Menjelang pemilu, partai politik yang terdaftar mencapai 141 partai. Setelah diverifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum menjadi sebanyak 95 partai, dan yang berhak mengikuti Pemilihan Umum sebanyak 48 partai. Dalam hal kebebasan berpolitik pemerintahan juga telah mencabut larangan mengeluarkan pendapat, berserikat, dan mengadakan rapat umum.
- Pencabutan ketetapan untuk meminta surat izin terbit (SIT) bagi media masa cetak, sehingga media massa cetak tidak lagi khawatir dibredel melalui mekanisme pencabutan surat izin terbit. Hal yang lain dalam kebebasan mengeluarkan pendapat bagi pekerja media massa adalah diberinya kebebasan untuk mendirikan organisasi-organisasi profesi.
- Dalam hal menghindarkan munculnya penguasa yang otoriter dengan masa kekuasaan yang tidak terbatas, diberlakukan pembatasan masa jabatan presiden (dua kali menjabat).
d. Pelaksanaan Pemilu Tahun 1999
Pemilu pertama setelah reformasi bergulir diselenggarakan pada tanggal 7 Juni 1999. Pemilu ini dianggap paling demokratis jika dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Pemilu ini diselenggarakan dengan prinsip luber (langsung, umum, bebas, dan rahasia) dan jurdil (jujur dan adil).
Dalam rangka persiapan pemilu tersebut, Presiden B.J. Habibie mencabut undang-undang pemilu yang dipakai pada masa Orde Baru, dan sebagai gantinya ditetapkan tiga undang-undang politik baru yang ditandatangani pada tanggal 1 Februari 1999. Isi tiga undang-undang tersebut mengenai partai politik, proses pemilihan umum, serta susunan dan kedudukan (susduk) MPR, DPR, serta DPRD.
Berdasarkan undang-undang yang telah disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 tersebut hanya 48 partai politik yang lolos untuk melaju dalam pemilihan umum 7 Juni 1999 dari 112 partai politik yang mendaftarkan ke Departemen Dalam Negeri. Adapun panitia yang bertugas menyaring partai-partai politik itu dinamakan Panitia 11. Sistem pengaturan pemilu 1999 diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 yang menetapkan bahwa peraturan pemilihan umum bersifat campuran antara sistem proporsional dan sistem distrik.
Pelaksanaan pemilihan umum tahun 1999 ditangani oleh sebuah lembaga yang bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan bukan lagi Lembaga Pemilihan Umum (LPU). Anggota KPU ini terdiri dari wakil-wakil dari pemerintah dan wakil-wakil dari partai-partai politik peserta pemilihan umum. Setelah KPU selesai melakukan penghitungan suara, hasilnya ada lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak, yaitu PDIP, Golkar, PPP, PKB, dan PAN. Hasil perolehan suara dari masing-masing partai politik ini mencerminkan jumlah kursi yang menjadi haknya di dalam MPR/DPR.
e. Pelaksanaan Referendum Timor Timur
Pada masa pemerintahan B.J. Habibie diadakan referendum bagi rakyat Timor Timur untuk menyelesaikan permasalahan Timor Timur. Pada tanggal 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur melakukan jajak pendapat sesuai dengan Persetujuan New York. Hasil jajak pendapat yang diumumkan PBB pada tanggal 4 September 1999 adalah 78,5% menolak dan 21,5% menerima. Setelah jajak pendapat tersebut, terjadi berbagai bentuk kekerasan sehingga demi kemanusiaan, Indonesia menyetujui percepatan pengiriman pasukan multinasional di Timor Timur.
Sesuai dengan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa maka Presiden B.J. Habibie mengharapkan MPR berkenan membahas hasil jajak pendapat tersebut dan menuangkannya dalam ketetapan yang memberikan pengakuan terhadap keputusan rakyat Timor Timur dan RI secara baik, terhormat dan damai, untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah bagian dari masyarakat internasional yang bertanggung jawab, demokratis, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
f. Reformasi Bidang Ekonomi
Kebijakan ekonomi Presiden B.J. Habibie dilakukan dengan mengikuti saran-saran dari dana moneter internasional yang dimodifikasi dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia yang semakin memburuk. Berikut tujuan utama reformasi ekonomi.
- Merestrukturisasi dan memperkuat sektor keuangan dan perbankan.
- Memperkuat basis sektor riil ekonomi.
- Menyediakan jaringan pengaman sosial bagi mereka yang paling menderita akibat krisis.
g. Reformasi Bidang Hukum
Pemerintahan B.J. Habibie juga melakukan reformasi dalam bidang hukum dan perundang-undangan. Target reformasi hukum, yakni substansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan berwibawa, serta institusi peradilan yang independen. Dalam reformasi hukum khususnya substansi hukum diharapkan melahirkan aturan hukum yang berwatak reformis menjamin hak-hak asasi masyarakat, demokratis, berdimensi keadilan, dan melindungi kepentingan publik.
2. Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid
Pada tanggal 20 Oktober 1999 melalui sidang umum MPR, K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) telah terpilih sebagai presiden Republik Indonesia yang ke-4 untuk masa bakti tahun 1999-2004. Dalam menjalankan pemerintahan, K. H. Abdurrahman Wahid - Megawati membentuk Kabinet Persatuan Nasional yang dilantik pada tanggal 28 Oktober 1999. Kabinet bentukan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid terdiri dari tokoh-tokoh profesional dan wakil partai pendukung.
Presiden K.H. Abdurrahman Wahid juga membentuk Dewan Ekonomi Nasional (DEN). Adapun maksud pembentukan DEN adalah untuk memperbaiki ekonomi yang belum pulih ekibat krisis yang berkepanjangan. Ketua DEN adalah Prof. Emil Salim, wakilnya Subiyakto Cakrawerdaya, sekretaris Dr. Sri Mulyani Indrawati, dan anggotanya Anggito Abimanyu, Sri Adiningsih, dan Bambang Subianto.
Presiden K.H. Abdurrahman Wahid dalam menjalankan pemerintahan mengalami banyak persoalan yang harus dihadapi sebagai warisan persoalan pada masa Orde Baru. Persoalan yang sangat menonjol adalah masalah KKN, pemulihan ekonomi, masalah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), kinerja BUMN, pengendalian inflasi, mempertahankan kurs rupiah, masalah jaringan pengamanan sosial (JPS), penegakan hukum, dan penegakan HAM.
Secara umum pemerintahan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid belum mampu melepaskan bangsa Indonesia dari krisis yang dialami bangsa Indonesia. Pertentangan DPR dengan lembaga kepresidenan juga makin transparan, banyak teguran DPR yang tidak diindahkan presiden.
DPR mengeluarkan memorandum I untuk presiden pada tanggal 1 Februari 2001 yang disusul dengan memorandum II pada tanggal 30 April 2001. Inti memorandum tersebut adalah agar presiden kembali bekerja sesuai degnan GBHN yang telah diamanatkan. Kedua memorandum tersebut dibalas presiden dengan mengeluarkan dekret presiden pada tanggal 23 Juli 2001 pada dini hari pukul 01.00 WIB.
Isi dekret presiden tersebut pada intinya sebagai berikut :
- Membekukan MPR dan DPR Republik Indonesia.
- Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tidakan serta menyusun badan-badan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilu dalam waktu satu tahun.
- Menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur Orde Baru dengan membekukan Partai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung.
Amien Rais selaku ketua MPR, menolak secara tegas dekret tersebut. Atas usulan DPR, maka MPR mempercepat sidang istimewa dan hal tersebut merupakan puncak jatuhnya K.H. Abdurrahman Wahid dari kursi kepresidenan. Dalam sidang tersebut, MPR menilai Presiden K.H. Abdurrahman Wahid telah melanggar Ketetapan Nomor VII/MPR/2000, karena menetapkan Komjen (pol) Chaeruddin sebagai pemangku sementara jabatan kepala Polri.
Selanjutnya dalam Sidang Istimewa MPR tanggal 23 Juli 2001, MPR memilih Megawati Soekarnoputri sebagai presiden Republik Indonesia menggantikan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid berdasarkan Ketetapan MPR Nomor III Tahun 2001. Keesokan harinya Hamzah Haz, ketua umum PPP terpilih sebagai wakil presiden Republik Indonesia.
Dengan terpilihnya Megawati Soekarnoputri sebagai presiden dan Hamza Haz sebagai wakil presiden, maka berakhirlah kekuasaan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid. K.H. Abdurrahman Wahid meninggal pada usia 69 tahun pada hari Rabu tanggal 30 Desember 2009 jam 18.40 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta dan dimakamkan di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur.
3. Masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri
Megawati Soekarnoputri (Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri) dilantik sebagai presiden Indonesia yang ke-5 pada tanggal 23 Juli 2001. Dalam menjalankan pemerintahannya Megawati Soekarnoputri didampingi oleh wakil presiden Hamza Haz. Pada tanggal 9 Agustus 2001 setelah menjabat presiden, Megawati Soekarnoputri mengumumkan kabinetnya yang bernama Kabinet Gotong Royong.
Program kerja Kabinet Gotong Royong antara lain sebagai berikut ini :
- Mewujudkan otonomi yang tangguh.
- Menyehatkan bank.
- Memantapkan fungsi dan peran TNI dan Polri.
- Mewujudkan supremasi hukum.
Presiden Megawati Soekarnoputri merupakan peletak dasar ke arah kehidupan demokrasi karena pemerintahannya berhasil melaksanakan pemilu tahun 2004 yang berlangsung secara aman dan damai. Untuk pertama kalinya pada pamilu tersebut presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.
Pemilu tahun 2004 tersebut dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu sebagai berikut ini :
a. Tahap pertama legislatif dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004. Pada tahap ini untuk memilih para calon legislatif mulai dari tingkat pusat hingga tingkat daerah.
b.Tahap kedua pemilu presiden putaran pertama dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2004. Pada tahap ini untuk memilih pasangan calon presiden dan calon wakil presiden secara langsung.
Berikut lima pasang calon presiden dan wakil presiden yang mencalonkan diri :
- Megawati - Hasyim Muzadi yang diusung PDIP.
- Wiranto - Solahuddin Wahid yang diusung GOLKAR.
- Amien Rais - Siswono Yudhohusodo yang diusung PAN.
- Hamza Haz - Agung Gumelar yang diusung PPP.
- Susilo Bambang Yudhoyono - Jusuf Kalla yang diusung partai Demokrat.
c. Tahap ketiga (pemilu presiden putaran kedua) diadakan tanggal 20 September 2004. Dalam pemilu putaran kedua tersebut dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono - Jusuf Kalla untuk masa jabatan 2004-2009. Kemenangan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono - Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden merupakan babak baru dalam sejarah Indonesia karena untuk pertama kalinya dalam sejarah presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.
4. Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono - Jusuf Kalla
Pada tanggal 20 Oktober 2004, Susilo Bambang Yudhoyono - Jusuf Kalla dilantik menjadi presiden Republik Indonesia yang keenam untuk periode 2004 -2009. Kabinet yang dibentuk oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono - Jusuf Kalla dinamakan Kabinet Indonesia Bersatu yang anggotanya dilantik pada tanggal 21 Oktober 2004.
Pada pemilu 2009 Susilo Bambang Yudhoyono terpilih kembali menjadi presiden Republik Indonesia yang ke-7 dengan Wakil Presiden Budiono untuk periode 2009-2014. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono - Budiono mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri - Prabowo Subianto dan pasangan Muh. Jusuf Kalla - Wiranto. Kabinet yang dibentuk oleh pasangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono - Budiono dinamakan Kabinet Indonesia Bersatu II yang dilantik pada tanggal 22 Oktober 2009.
Baca juga selanjutnya di bawah ini :
Casino Games - Dr.MCD
ReplyDeleteThere are a ton of 서울특별 출장마사지 casino games at the casino including slots, 오산 출장마사지 table games, video poker, 성남 출장샵 with slots, 속초 출장마사지 roulette, and keno casino. · New 충청남도 출장샵